Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Pagi itu, setelah pertemuan terakhir mereka dengan Anton, Bagas dan Siti berkumpul di kantor untuk memetakan langkah penyelidikan. Berdasarkan informasi yang Anton berikan, mereka mendapatkan beberapa nama baru—orang-orang yang tampaknya masih setia pada sisa-sisa Bayangan dan berpotensi menjalankan peran penting dalam jaringan tersebut.
Di meja mereka terbentang peta kota dengan beberapa titik merah yang menunjukkan lokasi-lokasi penting yang diduga masih digunakan oleh sisa-sisa jaringan Bayangan untuk bertemu dan merencanakan langkah mereka.
“Pak, menurut saya kita harus mulai dari orang-orang yang Anton sebutkan sebagai penghubung. Mereka mungkin tidak terlalu menonjol, tetapi mereka bisa memberi kita gambaran lebih dalam tentang jaringan ini,” ujar Siti sambil menunjuk salah satu titik di peta.
Bagas mengangguk. “Benar, Siti. Semakin rendah profil mereka, semakin mungkin mereka masih aktif. Kita akan mengamati mereka satu per satu dan memastikan setiap langkah kita tidak terdeteksi.”
---
Pengintaian Malam Hari
Malam itu, Bagas dan Siti melakukan pengintaian terhadap salah satu nama yang disebutkan Anton, seorang pria bernama Bara. Bara dulunya bekerja sebagai pengacara yang sering menangani klien dari kalangan bisnis hitam, namun kini ia lebih sering terlihat di sekitar kawasan kumuh kota, seolah-olah ia sedang menyusun sesuatu di bawah radar.
Mereka bersembunyi di dalam mobil yang diparkir di seberang gedung tua yang Bara sering datangi. Dari kejauhan, Bagas memperhatikan setiap gerakan Bara yang tampaknya tidak menyadari keberadaan mereka. Bara bertemu dengan beberapa pria lainnya, menyerahkan amplop berisi sesuatu yang tampak penting.
“Siti, coba foto pertemuan mereka,” bisik Bagas.
Siti mengangkat kamera kecilnya dan mengambil beberapa gambar dari kejauhan. Begitu Bara dan orang-orang itu berpisah, Bagas memutuskan untuk mendekati pria yang menerima amplop dari Bara. Mereka berdua keluar dari mobil dan mengikuti pria tersebut, tetap berusaha agar tidak terdeteksi.
---
Petunjuk dari Seorang Penghubung
Setelah berjalan beberapa blok, pria itu berhenti di sebuah kafe kecil dan duduk sendirian di sudut yang agak tersembunyi. Bagas dan Siti, yang berusaha tidak menarik perhatian, duduk di meja tak jauh darinya dan memperhatikan setiap gerakannya. Mereka berdua terkejut ketika pria tersebut membuka amplop dan mengeluarkan sebuah catatan kecil dengan cap yang mereka kenali: simbol khas Bayangan.
Bagas menyadari bahwa ini adalah bukti kuat. Dia memutuskan untuk mendekati pria itu dengan berpura-pura sebagai pelanggan biasa. Saat pria itu hendak beranjak, Bagas langsung mendekat dan berbicara dengan nada penuh arti.
"Maaf, apakah saya boleh melihat catatan itu sebentar? Sepertinya ada yang menarik di sana," katanya dengan tenang.
Pria itu terkejut, namun sebelum ia sempat bereaksi, Bagas menunjukkan lencana detektifnya. "Saya pikir kita perlu bicara, sekarang juga."
Pria itu awalnya terlihat gugup, namun akhirnya mengangguk, menyadari bahwa dia tidak punya pilihan lain.
---
Pengakuan yang Mengejutkan
Setelah membawa pria itu ke lokasi yang lebih aman, Bagas dan Siti mulai menginterogasinya. Pria itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Yusuf, terlihat ketakutan namun akhirnya mengakui keterlibatannya. Ia bekerja sebagai penghubung antara mantan anggota Bayangan dan beberapa pejabat kota yang masih setia pada Hasan Setiawan.
“Bayangan tidak sepenuhnya musnah,” ucap Yusuf dengan suara bergetar. “Orang-orang seperti Bara dan pejabat lainnya mencoba menjaga sisa-sisa kekuatan kami tetap hidup. Mereka percaya bahwa satu hari nanti, Bayangan akan kembali berkuasa.”
Bagas dan Siti saling bertukar pandang, menyadari bahwa ancaman ini lebih serius dari yang mereka kira.
“Apa tujuan kalian sekarang? Kenapa kalian tetap mempertahankan jaringan ini meski Hasan sudah tertangkap?” tanya Siti dengan nada tegas.
Yusuf mendesah, matanya tampak ketakutan. “Karena ada sosok baru yang mengendalikan semuanya dari balik layar. Kami menyebutnya sebagai Sang Bayang. Dia yang memberi perintah, dia yang mengendalikan segalanya sekarang. Saya hanya mengikuti perintah.”
Bagas dan Siti mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna informasi baru ini. “Siapa Sang Bayang? Di mana dia berada?” tanya Bagas.
Yusuf menggelengkan kepala. “Tidak ada yang tahu wajahnya. Dia selalu berkomunikasi melalui perantara. Tapi dia kuat, mungkin lebih kuat dari Hasan. Dia memiliki pengaruh besar dan siap melakukan apa saja untuk memastikan Bayangan tetap hidup.”
---
Rencana Baru untuk Menemukan Sang Bayang
Setelah Yusuf memberikan semua informasi yang ia tahu, Bagas dan Siti membiarkannya pergi, tetapi tetap mengawasi setiap pergerakannya. Mereka tahu bahwa Yusuf hanya pion kecil, namun informasi darinya telah membuka gambaran besar tentang ancaman yang masih mengintai kota mereka.
Kembali ke kantor, Bagas dan Siti mulai menyusun strategi baru. Mereka tahu bahwa menemukan sosok yang disebut Sang Bayang akan membutuhkan waktu dan kesabaran, namun mereka tidak akan berhenti sampai ancaman itu sepenuhnya lenyap.
“Kita harus menggali lebih dalam lagi, Siti. Jika Bayangan masih memiliki pemimpin, ini jauh dari kata selesai,” ujar Bagas dengan nada serius.
Siti mengangguk, tatapannya menunjukkan tekad yang sama kuatnya. “Saya siap, Pak. Kali ini, kita harus pastikan Bayangan benar-benar musnah sampai ke akarnya.”
---
Pertemuan Tak Terduga
Beberapa hari kemudian, saat Bagas dan Siti menyelidiki salah satu lokasi yang diduga menjadi markas Bayangan, mereka bertemu dengan seorang wanita yang tampaknya tidak asing bagi Siti. Wanita itu mengenakan pakaian sederhana dan mencoba menghindari kontak mata.
Siti mendekatinya dengan ragu-ragu. “Bu Ratna? Apa yang Anda lakukan di sini?”
Ratna, jurnalis yang dulu membantu mereka mengungkap kasus Bayangan, tampak terkejut namun segera menyembunyikan ketegangannya. “Siti… Bagas… saya sedang menyelidiki beberapa hal. Saya mendengar bahwa Bayangan mungkin belum benar-benar hancur.”
Bagas memperhatikan Ratna dengan tatapan curiga. “Kenapa Anda tidak menghubungi kami? Anda tahu ini berbahaya.”
Ratna tampak gelisah, lalu berkata pelan, “Ada yang menghubungi saya, memberi saya informasi bahwa Sang Bayang mungkin berada di antara orang-orang yang dekat dengan kalian. Mereka bilang kalian juga harus berhati-hati.”
Bagas dan Siti saling bertukar pandang, merasa bahwa situasi ini semakin rumit. Jika benar bahwa Sang Bayang berada di dekat lingkaran mereka, itu berarti ancaman ini jauh lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang mereka kira.
---
Di Ujung Bahaya
Dengan informasi baru dari Ratna, Bagas dan Siti menyadari bahwa mereka mungkin telah diawasi oleh sosok yang tidak mereka duga. Dalam hening malam itu, keduanya memutuskan untuk memperketat keamanan dan memperhatikan setiap orang di sekitar mereka. Ancaman Sang Bayang tampaknya bukan hanya sekadar bayangan masa lalu—ini adalah kekuatan baru yang siap untuk membalas dendam.
“Kita harus tetap waspada, Siti. Kali ini, musuh yang kita hadapi lebih licik dan tak terduga,” ucap Bagas, suaranya tegas namun penuh kewaspadaan.
Semangat.