Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Perdebatan Konyol
“Dari mana dia mengetahuinya?” Terdengar suara pria, menanggapi keresahan Eliana.
“Sastra bukan pria bodoh. Dia pasti mengawasiku secara diam-diam, meskipun sedang berada di luar negeri,” ucap Eliana, seraya mere•mas pelan rambutnya. "Aku tidak mau, Sayang. Bagaimanapun juga, aku mencintai Sastra," resah wanita cantik itu.
"Jangan mengambil kesimpulan dulu. Lagi pula, apa yang Sastra katakan sampai kamu berpikir dia mengetahui hubungan kita?"
Eliana terdiam sejenak. "Dia ... dia tidak mengatakan apa pun. Itu hanya perkiraanku. Malam ini, aku melihatnya dengan wanita lain. Aku takut dia melakukan itu untuk membalas apa yang kita lakukan."
"Astaga, Sayangku." Pria di ujung telepon tertawa renyah. "Kamu selalu seperti itu. Hilangkan kebiasaan overthinking-mu. Kalau mau, bagaimana jika malam ini kita bertemu? Aku ada di apartemen. Kebetulan, hari ini aku pulang lebih cepat," tawarnya.
Eliana kembali terdiam sejenak, seakan tengah mempertimbangkan tawaran dari pria, yang disinyalir sebagai kekasih gelapnya.
"Aku janji akan membiarkanmu pulang sebelum jam sebelas. Bagaimana?" bujuk pria itu lagi lembut.
"Baiklah. Aku ke sana sekarang. Bye."
"Cium dulu," goda si pria, sebelum Eliana menutup sambungan telepon.
"Ya, ampun." Eliana yang awalnya resah, kali ini tersipu sambil menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga.
Sementara itu, Ratri pun bersiap untuk pergi. Setelah menghabiskan sisa minumannya, wanita dengan skinny jeans dan T-shirt press body dilengkapi outer kasual itu, langsung berdiri.
"Kamu yakin?" tanya Sastra tiba-tiba.
Ratri yang hendak berlalu dari hadapannya, terdiam sejenak, lalu menoleh. "Apanya?" tanya wanita itu tak mengerti.
"Aku menyuruhmu tetap di atas. Kenapa tiba-tiba ada di sini bersama Elia?" Sastra menatap lekat, wanita yang malam itu diciumnya sebanyak tiga kali.
"Elia menghubungiku. Dia mengatakan sedang menuju kemari," jelas Ratri tanpa banyak basa-basi.
"Begitu?" Sastra menaikkan sebelah alisnya. "Duduk," suruhnya tenang.
"Hey!" protes Ratri, meskipun pelan.
Namun, Sastra menatap serius. Dia memberi isyarat, yang menegaskan tidak menerima penolakan
"Aku tidak menyukai ini. Kamu bukan pacar atau siapa pun bagiku. Kenapa aku harus menurutimu?" gerutu Ratri.
Bukannya marah, Sastra justru menanggapi dengan senyum kalem. Dia tetap terlihat tenang. "Kita memang bukan pasangan kekasih. Kuharap, kamu tidak lupa dengan momen indah beberapa saat yang lalu."
Ratri tidak menanggapi. Raut wajahnya tampak kian masam. Dia juga tak menuruti ucapan Sastra. Ratri memilih berlalu meninggalkan pria itu.
"Astaga. Dia ...." Sastra menggeleng tak mengerti, diiringi decakan pelan. Terpaksa, dirinya mengalah. Sastra beranjak dari duduk, kemudian menyusul Ratri yang sudah keluar dari cafe.
Setelah tiba di pintu, Sastra memastikan mobil Eliana tak ada di halaman parkir. Barulah, dia berani keluar untuk menyusul Ratri!. Beruntung karena wanita itu belum terlalu jauh.
Sastra melangkah cepat sehingga dapat menyusul Ratri dengan mudah. Tanpa aba-aba, dia langsung menarik tangan wanita itu. Setengah memaksa, pria tampan tersebut membawa Ratri ke dekat mobilnya terparkir.
Tak ada kompromi. Sastra memaksa Ratri masuk ke mobil, lalu memasangkan sabuk pengaman. "Apa perlu kuikat dengan tali lain?" godanya nakal.
"Tidak ada tali di sini," cibir Ratri sinis.
"Aku punya sabuk dari bahan kulit. Kurasa, itu tidak akan menyakiti pergelanganmu," balas Sastra, diiringi senyum nakal.
Kesal, malu, dan segala rasa bercampur jadi satu dalam dada Ratri. Dia langsung memalingkan wajah, bersikap sok jual mahal.
"Aku tidak pernah melakukan ini kepada Elia. Dia sangat penurut," ujar Sastra, setelah duduk di belakang kemudi.
"Seharusnya, kamu bersyukur. Bukannya malah bermain dengan banyak wanita," ujar Ratri, menanggapi sinis ucapan Sastra.
"Banyak wanita?" Sastra menoleh, kemudian menautkan alis. Pria tampan 31 tahun tersebut menggeleng tak mengerti. "Apakah satu termasuk banyak?" gumamnya.
Namun, Ratri hanya menanggapi dengan cibiran. Dia jelas kesal dengan apa yang Sastra lakukan.
"Aku hanya bermain denganmu. Kenapa kamu mengatakan 'banyak wanita'?" tanya Sastra, berhubung Ratri tak juga menanggapi ucapannya.
"Sudahlah. Aku dan Elia melihat sendiri, apa yang kamu lakukan tadi di dalam sana. Jadi, wanita itu yang menelepon? Bukan papamu."
"Nayeli?" Sastra menautkan alis, seraya menoleh sekilas.
"Oh, Nayeli." Ratri melipat kedua tangan di dada. "Eliana melihat kalian. Kamu dalam masalah besar sekarang."
"Jadi karena itu dia bersikap aneh?" Sastra manggut-manggut. Namun, raut wajahnya tak menunjukkan kekhawatiran sedikit pun. Sastra bahkan mengemudi dengan gayanya yang sangat tenang.
Sikap yang diperlihatkan Sastra, tentu saja membuat Ratri keheranan. Wanita itu menoleh, menatap aneh dan tak mengerti. "Bagaimana kamu bisa setenang ini? Sebelumnya, Elia berpikir kamu telah berselingkuh. Tadi, dia melihatmu dengan wanita lain. Tak ada alasan lagi untuk memberikan pembenaran, atas semua sikap dan kelakuanmu, Sastra," tegurnya cukup tegas.
"Elia cemburu?" Sastra tetap menanggapi tenang.
"Tentu saja. Wanita mana yang tidak akan cemburu, melihat kekasihnya berduaan dengan wanita lain. Apalagi, dia menyentuh mesra tanganmu."
Tiba-tiba, Sastra tertawa renyah. "Astaga. Bagaimana kamu bisa menegaskan bahwa Nayeli menyentuh tanganku dengan mesra? Aku sudah pernah mengatakan padamu. Jangan langsung percaya pada apa yang terlihat di luar."
"Itu kenyataannya, Sastra. Elia bahkan mengatakan wanita itu tampak sangat bernafsu saat .... Ya, ampun. Seharusnya, aku tidak memedulikan ini." Ratri menggeleng tak mengerti, kemudian memijat kening perlahan.
Sastra tidak menanggapi lagi. Dia lebih memilih fokus pada lalu lintas, yang masih cukup ramai.
Begitu juga dengan Ratri. Wanita muda itu larut dalam pikiran tak menentu. Alur kehidupannya tiba-tiba kacau, sejak Sastra kembali ke Indonesia dan menawarkan kegilaan.
"Kenapa aku terlibat dalam situasi seperti ini?" gumam Ratri, memecah kebisuan yang sempat bertahta selama beberapa saat.
"Kenapa? Tanyakan pada Tuhan. Dia yang mengatur segalanya," ujar Sastra menanggapi enteng.
"Tidak sepenuhnya," bantah Ratri. "Tuhan hanya memberi jalan, dan aku yang memilih."
Embusan napas pelan bernada keluhan, meluncur dari bibir Ratri. Wanita berambut pendek itu menatap lekat Sastra, yang tengah fokus mengemudi.
Kekaguman terpancar jelas dari sorot mata Ratri. Tak bisa dipungkiri, nalurinya sebagai wanita tergoda oleh ketampanan serta kegagahan pria berdarah campuran Indonesia-Skotlandia itu.
"Seberapa besar kamu menyukai Elia?" tanya Ratri pelan.
Sastra yang tengah menatap lurus ke depan, menoleh sekilas. "Pertanyaan anak ingusan," ujarnya, tanpa memberikan jawaban.
"Aku tahu. Tidak sebesar rasa sukamu padaku," ucap Ratri lagi, diiringi senyum semu. Dia menyandarkan kepala, kemudian mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Beberapa saat kemudian, mobil yang Sastra kendarai tiba di depan tempat kost Ratri. Wanita muda itu segera melepas sabuk pengaman, berniat hendak keluar.
"Tunggu," cegah Sastra.
Ratri menoleh.
"Aku sudah menyiapkan satu unit apartemen untukmu."
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...