Pernikahan tujuh tahun lamanya tak membuat Elara Aleshia mencintai suaminya, Arion Zefrano. Setelah ayah Elara meninggal, tiba-tiba ia meminta cerai pada suaminya itu.
"Ayah udah enggak ada, gak ada alasan lagi untuk kita tetap bersama. Karena dari awal, pernikahan ini hanya karena ayah. Lebih baik, kita berpisah Ar."
Arion mencoba untuk menenangkan Elara, mungkin wanita itu masih terpukul atas kepergian ayahnya. Namun, Elara tetap pada egonya.
"Baik, pergi lah jika itu membuatmu bahagia. Tapi, jangan bawa putraku."
Tanpa keraguan, Elara menganggukkan kepalanya. Ia beranjak pergi dari sana dengan menyeret kopernya. Kepergian Elara, membuat hati Arion terluka.
"Ternyata, aku hanya cinta sendirian. Jangan salahkan aku, jika putra kita membencimu." Lirihnya.
5 tahun kemudian, mereka kembali di pertemukan dengan keadaan yang tidak pernah keduanya pikirkan.
"Kenapa kamu memisahkanku dari putriku, Elara?" ~Arion.
"Aku benci Mama, Pa." ~
"Jangan cedih Mama, Dala peluk Mama."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bekas operasi di perut Elara
Perlahan, tubuh Elara di letakkan di atas ranjang. Wanita itu tak sadarkan diri setelah meminum smoothies yang di berikan oleh Tuan Edwin. Seorang pria datang dan langsung menahan tubuhnya yang hendak jatuh. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Arion.
Tadinya ia akan menemui rekan bisnisnya yang berada di Resto yang sama. Tak sengaja, ia menangkap sosok wanita yang tak asing baginya. Semakin ia perhatikan, ia merasa ada keanehan dari gerak-gerik Elara yang terlihat ketakutan. Akhirnya, dia memilih mendekat dan tak menyangka jika wanita itu pingsan tepat di hadapannya.
Sampai sekarang, Arion benar-benar tak menyangka akan kembali bertemu dengan wanita yang menghancurkan hatinya. Entahlah, saat ini dia menolong Elara karena rasa kemanusiaan ataukah, karena ada perasaan lain yang tengah berusaha keluar dari kurungan yang ia buat.
"Tuan Edwin sudah di tahan pihak kepolisian, dia sudah banyak menjebak korbannya dengan modus yang sama." Ujar asistennya yang berdiri di belakang Arion.
Arion terdiam, pria itu berniat menarik selimut untuk menutupi tubuh Elara. Namun, tatapannya jatuh pada baju Elara yang tersingkap hingga menampilkan perutnya. Kening Arion mengerut dalam saat melihat bekas luka jahitan di perut wanita itu. Perlahan, tangannya bergerak berniat menyentuhnya. Namun, Arion keburu tersadar. Ia segera merapihkan baju Elara sebelum menyelimutinya.
"Pastikan, dia dapat hukuman yang berat." Ujar Arion dengan tatapan dinginnya.
Asistennya terlihat bingung, ia tentu tahu siapa Elara. Karena ia bekerja dengan Arion sebelum bosnya itu berpisah. Pasti nya, ia pernah melihat Elara. "Bukankah ini urusan Nona Elara? Kenapa anda jadi ...,"
"Kenapa belakangan ini kamu sering sekali protes Henri?" Tegur Arion pada asistennya.
Henri mengatupkan kembali bibirnya, ia melirik ke arah Elara yang masih belum sadarkan diri. Memang, dia akui jika istri bosnya itu sangatlah cantik. Namun, ia bisa tahu seberapa kecewanya sang bos saat wanita itu memilih pergi meninggalkan putra mereka.
"Hubungi dokter." Titah Arion.
"Baik." Henri mengeluarkan ponselnya, ia beranjak keluar kamar hotel dan menghubungi dokter yang akan menangani keadaan Elara.
Tatapan Arion kembali beralih menatap Elara yang masih tertidur lelap. Tak di ragukan lagi, Tuan Edwin menaruh obat di dalam minuman wanita itu. Bertujuan untuk memindahkannya dan menculiknya. Lalu, melakukan hal yang tidak pantas padanya.
"Apa dia benar-benar bodoh? Kenapa dia meminumnya padahal tahu jika ada yang tidak beres dari pria itu." Batin Arion dengan keningnya yang mengerut dalam.
Tak lama, Henri datang dengan seorang dokter wanita. Arion menjauh dan meminta dokter itu untuk memeriksa keadaan Elara. Henri menatap bosnya dengan tatapan lekat. Ia melihat raut wajah kekhawatiran dari wajah pria di sebelahnya itu.
"Ada seseorang yang memberi nya obat dalam minumannya, sehingga ia langsung tidak sadarkan diri." Arion menjelaskan tentang kondisi Elara.
"Baik, akan saya periksa terlebih dahulu." Dokter pun melakukan pemeriksaan pada Elara, raut wajahnya pun terlihat sangat serius.
"Sepertinya pasien di berikan obat bius melalui minumannya. Setelah efek biusnya hilang, ia akan kembali sadar. Mungkin saja, saat bangun nanti pasien akan mengalami pusing dan mual karena efek sampingnya. Tapi tenang, itu bukanlah hal yang berbahaya. Namun, seseorang yang memberikannya obat bius seperti ini adalah tindak kejahatan." Terang dokter itu dengan tatapan serius.
Arion mengangguk, "Pelaku sudah di tangkap Dok," ujar Arion.
"Anda harus menjaga istri anda dengan baik, jangan sampai terjadi hal yang tidak di inginkan." Arion menganggukkan kepalanya, walau dalam hatinya ia tertawa miris. Istri? Istri yang meninggalkannya selama bertahun-tahun lamanya. Mengapa Arion masih menolong wanita yang telah menyakitinya itu?
"Kalau begitu, saya ...,"
"Tunggu sebentar Dok, bisakah anda melihat bekas luka yang ada di perutnya? Maksud saya, saya hanya ingin tahu bekas luka apa itu." Pinta Arion saat dokter akan berpamitan pergi.
Arion melirik ke arah Henri, ia memberi isyarat agar Henri berbalik. Untungnya, Henri mengerti dan segera berbalik memunggungi mereka. Setelah itu, Arion menurunkan selimut yang menutupi tubuh Elara dan menaikkan sedikit bajunya hingga menampilkan sebuah bekas jahitan yang ada di perut wanita itu.
Melihat itu, dokter pun tersenyum. "Tuan, mengapa anda mempertanyakan hal seperti ini? Tentu saja, ini luka operasi caesar dengan say4tan vertikal. Biasanya say4tan ini di pilih karena posisi bayi yang sung'sang. Apa anda baru melihatnya?" Ujar dokter itu yang mana membuat raut wajah Arion berubah pias.
"Elara melahirkan Ervan secara normal, bukan caesar." Batin Arion dengan perasaannya yang kacau.
"Apa ada yang perlu di tanya lagi?" Tanya Dokter itu yang membuyarkan lamunan Arion.
"Enggak Dok, kalau begitu terima kasih banyak." Sambung Arion.
Dokter mengangguk, Henri lantas mengantarnya dan meninggalkan Arion berdua di dalam kamar hotel ini dengan Elara. Pria itu menunduk dalam, ia masih memandang ke arah perut Elara yang menunjukkan luka itu. Luka yang membuat Arion berpikir keras saat ini. Khawatir asistennya datang, Arion kembali membenahi baju Elara dan menyelimutinya kembali.
Henri kembali setelah mengantar dokter tadi, ia mendekat pada bosnya yang tengah diam seraya memandang lurus ke depan. "Tuan," ujar Henri memanggil Arion.
"Tuan, mungkin nona sudah menikah kembali dan telah memiliki anak dengan suami barunya " Ujar Henri yang tadi sempat mencuri pembicaraan Arion dengan dokter itu.
"Itu tidak mungkin, sebab aku belum menceraikannya." Ujar Arion dengan kedua tangannya yang terkepal kuat. Mendengar jawaban Arion, membuat Henri membulatkan matanya.
"Nona kan tahunya kalian bercerai, mungkin dia menikah lagi dan ...,"
"TIDAK MUNGKIN! Bagaimana dia bisa menikah tanpa akta cerai?! Kecuali ... jika dia memang berselingkuh dariku." Ujar Arion dengan tatapan yang menyorot kemarahan. Urat-urat di lehernya bahkan terlihat men0nj0l. Menandakan, jika saat ini pria itu sedang emosi.
Dertt!!
Dertt!!
Arion mendengar nada dering sebuah ponsel yang asing baginya, ia beralih menatap tas Elara yang ada di atas nakas. Bergegas, pria itu meraih tas tersebut dan mengambil ponsel Elara dari dalam sana. Ia menatap dingin nama kontak yang menghubungi wanita itu.
"Agam?" Gumam Arion. Tanpa ragu, Arion mengangkat panggilan tersebut. Lalu, mendekatkan benda pipih itu ke samping telinga nya.
"Halo? El, kamu dimana?! Apa kamu baik-baik saja? Sudah jam segini kenapa belum pulang? El, kamu dengar aku?!" Arion diam, d4d4nya terasa bergemuruh hebat. Jantungnya berdegup sangat kencang di sertai dengan wajahnya yang memerah menahan amarah. Tak hanya suara seorang pria yang Arion dengar, tangisan seorang anak membuat hati Arion tercubit sakit.
"Mama hiks ... mama huaa!!"
"El, kamu dengar? Putri ...,"
Tuuut!!
Arion mematikan sambungan itu secara sepihak, matanya terlihat merah dan berkaca-kaca. Air matanya menggenang di pelupuk matanya. Melihat raut wajah Arion, Henri terlihat panik. Ia tak pernah melihat bos nya semarah ini. Tapi malam ini, Arion terlihat sangat marah.
PRANG!!
Arion membanting ponsel itu ke lantai, membuat Henri memejamkan matanya dengan tubuhnya yang tersentak kaget. Perlahan, Arion menoleh pada Elara dan menatapnya dengan tajam.
"Apa ini alasan kamu pergi dariku Elara?menjemput kebahagiaanmu, maksudmu ... bersama selingkuhanmu yah? Kamu pikir, aku akan melepasmu begitu saja bahagia dengannya? Tidak akan! Ku pastikan, kamu mendapatkan balasan apa yang kamu lakukan padaku!" Geram Arion dengan sorot matanya yang tajam.
Sementara itu, Dokter Agam masih berusaha menghubungi Elara. Ia datang ke rumah Elara karena khawatir pada wanita itu saat Keiko menghubunginya dan mengatakan tentang Elara yang tak kunjung kembali. Sayangnya, ponsel wanita itu sudah tidak aktif lagi. Tangisan Dara menambah kekhawatirannya. Apalagi, sekarang sudah tengah malam dan ia tidak tahu dimana keberadaan Elara sekarang.
"Bagaimana? Sudah bisa di hubungi?" Tanga Keiko dengan khawatir.
"Belum, tolong tenang kan Dara dulu. Jangan sampai sesaknya kambuh, aku akan keluar mencari Elara." Pamit Dokter Agam dan bergegas pergi mencari keberadaan Elara.
____
Triple yah kawan, maaf kemalaman😅