Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makasih Mas
Grep...
Naya terperanjat karena Hesa tiba-tiba saja menggenggam pergelangan tangannya. Dia takut jika Hesa bangun dan melihatnya dalam jarak sedekat ini. Naya merasa bersalah karena niat baiknya justru mengusik tidur lelap Hesa.
Deg.. Deg...
Jantung Naya semakin berdetak tak karuan kala mata Hesa mulai terbuka matanya dan menatap Naya dengan begitu tajam.
"M-maaf Mas" Naya ketakutan melihat raut wajah Hesa yang tampak marah. Dia benar-benar salah karena mengusik macan yang sedang tidur. Dari tatapan mata itu, sepertinya Hesa tak suka Naya mengusik tidurnya.
"Naya, Mas minta maaf. Mas minta maaf Naya. Mas sudah menghancurkan kamu"
Deg...
Naya justru membeku mendengar ucapan Hesa itu. Tapi detik berikutnya Hesa kembali memejamkan matanya seraya genggaman tangannya pada Naya yang terlepas.
"Mas Hesa mengigau?"
"Mas Hesa sepertinya masih merasa bersalah sama aku"
Naya merapikan selimut Hesa kemudian kembali lagi ke ranjangnya. Dia harus segera tidur karena besok dia harus kembali bekerja mengingat dia sudah tiga hari tidak masuk kerja. Dia juga masih karyawan baru tentunya dia belum mendapatkan hak cutinya.
Karena malam yang semakin larut dan mata Naya semakin berat, akhirnya dia terlelap dengan sendirinya.
Naya sama sekali tak terbangun sampai akhirnya pagi menyapanya. Dia menggeliat di ranjang empuk itu namun enggan membuka matanya sama sekali. Rasanya masih begitu nyaman berbaring di ranjang yang empuk milik Hesa itu.
"Mas Hesa?" Naya langsung teringat akan sosok itu.
Dia pun langsung menyibak selimutnya, terbangun dan menatap sofa yang menjadi tempat Hesa berbaring tadi malam. Namun tempat itu kini sudah kosong. Hanya tinggal selimut yang telah di lipat rapi di ujung sofa.
Naya juga melihat jam di ponselnya. Masih begitu pagi saat ini, namin Hesa sudah tidak ada di kamarnya.
"Hmmbbtt" Naya membekap mulutnya. Dia pun berlari ke kamar mandi karena tiba-tiba merasa mual.
"Hoek..hoek.." Naya berjongkok di depan kloset. Mengeluarkan semua yang ada di dalam perutnya meski hanya cairan berwarna kuning yang keluar dari mulutnya.
Saat ini tubuhnya menjadi lemas seketika, kepalanya teras pusing dan pandangannya berputar-putar. Tapi perutnya masih bergejolak seperti ingin menumpahkan isinya.
"Hoek..hoek.."
Tiba-tiba saja Naya merasa ada yang menyentuh rambutnya. Menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajahnya ke belalang. Usapan lembut juga ia rasakan di punggung dan tengkuknya.
"Apa mualnya parah?" Tanya Hesa yang mengusap punggungnya.
Naya hanya mengangguk dengan matanya yang memerah yang basah. Dia tidak menangis, namun karena rasa mualnya itu membuat air matanya keluar dengan sendirinya.
"Nanti Mas mintakan obat sama dokter Monic. Sekarang ke kamar dulu ya, biar Mas buatkan teh hangat buat kamu"
Lagi-lagi Naya hanya bisa mengangguk. Badannya benar-benar sudah lemas saat ini. Dia membiarkan Hesa memapahnya menuju ke rajang.
Hesa pun segera keluar membuat teh hangat untuk Naya.
"Buat siapa Kak?" Mama Ina tiba-tiba muncul di dapur saat Hesa sedang mengaduk teh hangatnya.
"Buat Maya Ma. Dia mual parah sampai lemas dan wajahnya pucat"
"Kasihan sekali menantu Mama. Ya sudah sana lekas berikan dia teh hangat. Kalau memang keadaannya tidak memungkinkan, jangan biarkan dia masuk kerja dulu Kak"
"Iya Ma. Ya udah Kakak ke kamar dulu ya Ma"
"Iya"
Hesa kembali ke kamar untuk menghampiri istrinya.
"Naya?" Hesa tak menemukan Naya di kamarnya.
Tapi Hesa mendengar suara gemericik air di kamar mandi.
"Dia mandi?" Gumam Hesa.
Pria itu memilih mengganggu istrinya di sofa sambil memeriksa pesan dari staf rumah sakit. Tapi cukup lama menunggu, Hesa tak juga melihat Naya keluar dari kamar mandi. Suara air juga sudah tak terdengar lagi hingga muncul rasa khawatir di dalam dirinya.
"Naya!! Kamu nggak papa kan??!!" Panggil Hesa dari depan pintu kamar mandi.
"Nay, kok lama?!! Kamu mual lagi?" Ingin rasanya Hesa mendorong pintu itu tapi dia takut jika Naya belum mengenakan apapun di dalam sana.
"Nay, Mas bu..."
Cklek...
Hesa membuang nafasnya dengan lega ketika melihat Naya membuka pintu kamar mandi dengan rambut basahnya.
"Kamu lama sekali di dalam. Mas kira kamu kenapa-napa!"
Naya melihat wajah Hesa yang menyiratkan kekhawatiran yang begitu dalam.
"Maaf Mas, Naya pakai skincare sekalian makanya lama"
Hesa menatap wajah Naya yang terlihat lebih segar tak sweet tadi yang pucat dan lemas. Rambut basahnya itu juga begitu harum di hidung Hesa.
"Kanapa kamu langsung mandi, kamu tadi lemas banget Nay, wajahmu juga pucat"
"Naya sudah empat hari mengalami hal yang sama Mas. Setiap pagi mual sampai lemas tapi akan sedikit membaik kalau di buat mandi"
"Ya sudah ayo minum tehnya dulu, mungkin sudah agak dingin karena sudah dari tadi. Apa mau Mas buatin yang baru?"
"Nggak usah Mas, ini aja nggak papa"
Naya duduk di tepi ranjang sambil meminum tehnya sedikit demi sedikit. Sementara Hesa masih berdiri di samping Naya dengan menatap Naya begitu lekat.
"Nay?"
"Iya Mas?" Naya mendongak menatap pria bertubuh tinggi itu.
"Sebaiknya kamu nggak usah ke rumah sakit dulu ya? Kamu nggak usah khawatir tentang ijinnya gimana, itu urusan Mas. Mama juga bilang kalau kamu lebih baik di rumah dulu karena keadaan kamu yang sedang hamil muda. Ya?" Pinta Hesa dengan lembut karena dia tak mau di membuat Naya berpikiran jika dia terlalu mengatur Naya.
"Maaf Mas, bukannya Naya membangkang. Tapi bolehkan Naya tetap kerja? Naya udah nggak papa kok Mas sekarang. Kalau nanti di rumah sakit Naya mual lagi, Naya pasti langsung istirahat. Soalnya kalau di rumah terus, nanti Naya bosan"
"Tapi kamu sampai pucat kaya gitu Naya. Nanti kalau kamu kaya gitu lagi waktu Mas nggak ada sama kamu gimana? Kalau di rumah kan ada Papa dan Mama yang jagain kamu"
"Mas, Naya tau kalau Mas khawatir sama Naya. Tapi Naya nggak akan kenapa-napa kok. Percaya sama Naya Mas" Naya menatap Hesa dengan lembut. Senyum di bibirnya menggambarkan kalau dia sedang menunjukkan pada Hesa jika dia baik-baik saja.
"Tapi kamu harus janji, kalau ada apa-apa atau kamu merasakan apapun kamu harus langsung bilang sama Mas ya?"
"Jadi boleh kan kalau Naya tetap kerja Mas?" Naya menatap Hesa penuh harap.
"Iya boleh" Hesa juga mengulas senyumnya untuk Naya.
"Makasih Mas" Naya menunjukkan senyumnya yang cantik.
"Makasih juga selimutnya tadi malam. Ternyata di selimuti istri bikin tidur lebih nyenyak ya?"
Naya sampai gelagapan karena merasa udara di sekitarnya lenyap begitu saja ketika mendengar kata manis dari Hesa.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Tapi itulaa n̈amanya pengikat kasih sayang ♥️♥️♥️♥️♥️