Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adaptasi
Kedua preman saling pandang, tidak tahu dari mana asal keberanian Kevin sehingga berani berkata seperti itu.
"Wah, cari bobrok nih bocah. Ayo, habisi aja!", preman gondrong gimbal itu pun menyerang Kevin, disusul temannya yang gempal berambut cepak.
Tak ingin mati konyol, Kevin memilih menghindari serangan dan bergegas lari tunggang langgang. Kedua preman itu pun mengejar. Namun Kevin benar-benar paham medan tempuhnya, berlari lincah dan cepat, menghindari para pembeli dan kendaraan yang lalu lalang di area pasar.
"Wah, hebat juga aku", batin Kevin yang tidak menyangka kecepatan dan kelincahan larinya bisa sebaik ini. Kevin belum menyadari bahwa cincin yang melebur ke dalam tubuhnya telah mengubah serat otot, tendon, dan responnya selincah kucing.
"Brengsek! Cepat sekali larinya seperti kancil!", umpat di gondrong yang terengah-engah dan kehilangan jejak Kevin.
"Benar bang. Entah itu kancil atau kucing? Gesit sekali dia", sahut si gempal yang hampir menabrak gerobak yang secara reflek cepat mampu dilompati Kevin.
Mereka berdua pun mencoba menyisir jalan yang mungkin dilewati Kevin. Namun setelah setengah jam mencari, mereka pun menyerah karena tidak menemukan jejak Kevin.
Di tepi sungai, Kevin tengah istirahat dan merebahkan tubuhnya.
"Fiuh, lelah juga main kejar-kejaran sama preman", gumam Kevin. Ia pun duduk lantas mencoba peruntungan. Kali ini ia tidak berada di lokasi favoritnya untuk memancing. Tentu ia ingin menguji kebenaran atas kemampuan barunya yang begitu unik.
Setelah melempar umpan palsu, Kevin menunggu sejenak, lantas mencoba menggunakan kemampuan resonansi untuk memanggil ikan dan ia salurkan hingga ke ujung senar pancing.
"Strike!", pekik Kevin, seraya menarik tangkapannya. Benar saja, itu seekor ikan mujaer besar sekira 7 ons. Tiga kali percobaan, tiga kali ikan yang sama dengan berat berbeda.
"Woah! Keren sangat nih!", gumam Kevin, menyudahi uji cobanya.
"Ya sudah lah. Lebih baik aku jadi pengusaha", batin Kevin.
Ia kembali ke rumah pohonnya, membawa tiga ekor ikan untuk memuaskan rasa laparnya.
"Esok pagi buta aku akan mencoba peruntungannya. Toh di manapun sama saja bagi gembel sepertiku. Tidak mungkin aku lebih miskin daripada sekarang", gumam Kevin lantas terlelap di atas pohon setelah kenyang menyantap ikan bakar sederhana.
Keesokan paginya, Kevin sengaja pergi sekira pukul 7 setelah mandi di sungai. Namun ia merasa ada keanehan pada tubuhnya. Rasanya ia bisa beradaptasi di dalam air. Tepatnya, ia bisa berenang lebih lincah dan mengoptimalkan nafas seperti bebek ekor panjang.
"Ah mungkin perasaanku saja", batin Kevin yang mengingat keanehan itu saat berjalan menapaki jalan mengikuti lekuk tepi sungai. Entah kenapa, dorongan untuk berkelana tiba-tiba menguat setelah mimpi aneh malam itu.
Siang itu, Kevin menyempatkan ke pasar untuk membeli sebilah pisau militer yang lumayan bagus, seharga 700 ribu.
"Sepertinya aku akan butuh ini selama perjalanan", batin Kevin, lantas menyimpan bilah itu ke dalam tas punggungnya.
Baru saja keluar dari pasar, Kevin bertemu preman yang kemarin mengejarnya.
"Sial!", tanpa basa basi, Kevin langsung berlari. Karena ia berbalik ke area padat pengunjung, Kevin sedikit kesulitan menghindar hingga ia tertangkap dan diseret hingga menjauh dari area ramai. Nampak Kevin malah termenung merasakan tubuhnya beradaptasi lagi.
"Nah, ini yang kemarin lolos. Mujur juga nasibmu", ucap si gondrong seraya melayangkan pukulan keras menyasar pusar Kevin.
Anehnya, Kevin reflek memiringkan perutnya dan menyundul keras dagu si gondrong.
"Ugh!", dengus preman itu, merasakan kepalanya pening.
"Kurang ajar!", preman satunya mencoba memukul keras tengkuk Kevin. Namun insting Kevin menuntunnya untuk menghindar, beradaptasi dari kemampuan burung hantu.
Tangan Kevin bergerak cepat mencakar wajah dan leher kedua preman itu hingga robek layaknya diserang harimau. Kevin nampak tercengang sejenak lantas bergegas melarikan diri.
"Sial! Bagaimana bisa aku selalu bertemu kedua preman itu? Juga, bagaimana kukuku bisa setajam itu?", batin Kevin yang meninggalkan kedua preman di tepi parkiran yang untungnya memang lengang sembari sesekali memperhatikan kukunya yang masih sama saja, tidak ada perubahan bentuk. Hanya saja, rasanya memang terasa sedikit tajam.
Di tepi sungai, Kevin kembali memancing. Meski merasa sial, ia masih merasa untung karena semua miliknya masih ada. Baru setengah menit, ia sudah mendapat tiga ikan mujaer besar dan bergegas pergi.
"Hufh, semoga di sini aman", gumam Kevin seraya membuat pengapian untuk membakar ikan tangkapannya. Hanya berbekal sampah kertas dan kardus, Kevin memasak ikan lantas segera memuaskan rasa laparnya di tepi sungai.
"Favorit banget nih ikan memang", batin Kevin, melupakan apa yang baru saja ia alami.
Saat makan itu lah, ia mengingat samar-samar ingatan tentang bagaimana mengadaptasikan kemampuan beberapa hewan untuk membela diri dan menambah skil tertentu yang nampak begitu aneh dan asing.
"Apa ini?", gumam Kevin teringat bagaimana ia tadi dikeroyok dua preman.
Kevin sadar dan tetap memiliki jati dirinya sebagai manusia. Hanya saja tubuh dan mentalnya beradaptasi sesuai kondisinya.
"Wah keren juga. Tapi, apa yang bisa kulakukan dengan angin?", gumam Kevin sembari menikmati ikan mujaer bakarnya. Kevin bahkan menghayal bisa mengendalikan kentutnya untuk meracuni atau setidaknya mengganggu indera penciuman lawan.
"Apa aku bisa terbang seperti mengendarai karpet terbang atau sapu terbang?", batin Kevin.
"Halah, apaan lah. Yang penting sekarang aku kenyang dan secepatnya mencari tempat aman untuk bermalam", gumam Kevin, menepis khayalannya.
Saat ia baru saja menghabiskan satu ekor ikan, seorang gadis kecil dan perempuan paruh baya mendatangi Kevin.
"Apa?", tanya Kevin yang sudah menebak maksud kedatangan mereka. Namun keduanya hanya diam dan memandang dua tusuk ikan mujaer yang menggugah selera.
"Ck! Merepotkan. Ambil lah semua", ujar Kevin yang entah kenapa merasa kasihan seraya menyerahkan dua ikan bakarnya. Sigap, keduanya mengambil ikan itu dan segera menghabiskannya.
"Terima kasih", keduanya mengucap sembari mengunyah daging ikan.
"Ngga usah terburu-buru. Nih, aku cuma sediakan satu botol air mineral", ujar Kevin lantas bergegas pergi setelah menyerahkan sebotol air.
Kevin bergerak santai. Namun samar-samar ia bisa merasakan pergerakan udara di sekitar tubuhnya. Entah kenapa, Kevin merasakan pori-porinya bisa bernafas dan langkahnya terasa lebih ringan. Benar-benar ringan seakan ia bisa menapak udara yang bergerak itu layaknya sensasi mengayuh di dalam air.
"Apa aku halusinasi?", gumam Kevin, memperhatikan pergerakan tubuhnya, benar-benar mirip seperti di air. Jika ia diam, ia menapak tanah secara normal. Namun saat ia bergerak semakin cepat, seolah ia mengayuh udara dan kecepatannya sangat di pengaruhi arah pergerakan udara.
Mata Kevin melebar saat melihat tubuhnya bisa diombang ambing angin namun tidak kehilangan keseimbangan selayaknya di dalam air kolam. Namun jika ia berniat menjejak ke tanah, angin itu hanya meniup tubuhnya seperti sedia kala.
"Wah, keren sekali. Jadi, aku bisa ikut hembusan angin. Tapi, bagaimana caraku mengendalikan angin agar melaju sesuai arah yang kukehendaki?", gumam Kevin, tentu merasa aneh jika harus pakai gaya berenang di udara.