"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolooooong!!!
Tidak. Tidak. Pria itu langsung menggeleng cepat. Itu pasti hanya efek bayangan saja. Sebab setelah dia perhatikan lagi tidak ada siapa-siapa di samping Nadia.
Pria itu pun berlari ke arah Nadia dan Pak Dayat.
"Mau aku gendong gak?" tanya Sean setelah dia berhasil menyamakan langkahnya dengan Nadia.
"Gak usah. Aku masih kuat kok," tolak Nadia dengan halus.
"Beneran? Aku gak keberatan kok kalo harus gendong kamu," kata Sean tidak mau kalah. Dan perdebatan itu terus berlanjut sampai mereka akhirnya berada tepat di depan air terjun yang sangat tinggi tersebut. Dan Sean tidak berhasil membujuk Nadia untuk digendong.
Keduanya dibuat melongo dengan pemandangan yang tersaji di depan mereka.
"Wah! Air terjunnya bagus banget," kagum Nadia tak mengalihkan pandangannya. Air terjun itu bagai sebuah lukisan yang sangat cantik namun bedanya dia bisa menyentuh dan merasakan gemercik air yang terbawa angin.
"Iya. Gila sih. Indah banget pemandangannya," timpal Sean tak kalah kagum.
Rasanya segala lelah dan capek yang mereka rasakan untuk mencapai tempat itu terbayar dengan pemandangan yang begitu indah.
Sean mengeluarkan kameranya untuk mengabadikan momen tersebut. Tak hanya dirinya, Dominic dan para sponsor film yang sedang dia kerjakan juga harus melihat tempat ini. Sean tidak mau tahu harus ada scene dalam filmnya di tempat itu. Harus.
"Sean, kita ke depan yuk!" ajak Nadia mengulurkan tangannya. Bukannya menggapai tangan sang istri, Sean malah iseng memotret membuat Nadia mengerucutkan bibir, hal yang membuat Sean tertawa puas. Setelahnya barulah di meraih tangan dan membawa Nadia maju kemudian naik ke sebuah batu yang cukup besar.
"Mas Sean dan Neng Nadia nikmatin aja dulu pemandangannya. Saya mau pamit cari kayu bakar dulu ya," kata Pak Dayat pada pasangan itu.
"Iya, Pak. Makasih ya udah anterin kita ke sini," kata Sean.
"Iya, sama-sama, Mas. Nanti kalo udah selesai panggil saya aja. Saya gak akan jauh-jauh kok cari kayu bakarnya," ujar Pak Dayat.
"Iya, Pak," kata Nadia dan Sean bersamaan.
Setelah Pak Dayat berlalu, Sean begitu sibuk mengambil gambar dengan kamera ponselnya. Tak hanya gambar pemandangan namun juga gambar Nadia yang terlihat begitu menikmati suasana.
Wanita itu tampak begitu cantik dalam gambar yang Sean ambil sampai membuat sang empu senyum-senyum sendiri. Sepuluh menit berlalu, Sean pun ikut bergabung bersama Nadia. Duduk di atas batu besar sembari menikmati percikan air terjun yang terbawa oleh angin mengenai wajah mereka.
Tak hanya ikut duduk sih, Sean juga memeluk wanita itu dari belakang lalu menaruh dagunya di bahu Nadia.
"Kamu suka?" tanya Sean. Meski suaranya kecil Nadia bisa mendengarnya dengan baik.
Wanita itu mengangguk pelan. "Suka banget," jawabnya tak bisa berbohong.
"Syukurlah kalo kamu suka," kata Sean mengeratkan pelukannya sebelum mereka saling bergeming kemudian menutup mata. Membiarkan suara alam mendominasi. Begitu menenangkan.
"Tolonggggg!"
Hingga samar suara pria meminta tolong tiba-tiba terdengar di rungu Nadia. Wanita itu sontak membuka matanya.
"Sean, kamu denger gak?" tanya Nadia membuat Sean ikut membuka matanya.
"Dengar apa?" tanya Sean.
"Tadi aku denger ada orang minta tolong. Kayaknya itu suara Pak Dayat deh," kata Nadia seketika dilanda perasaan panik.
Sean terdiam seperti sedang mencoba mendengar apa benar ada orang yang minta tolong.
"Tapi aku gak denger apa-apa, Nad." Masih sama seperti tadi. Sean tidak mendengar apa-apa. Hanya terdengar suara air dan serangga hutan.
"Tolongggg!"
"Nah! Itu dia minta tolong lagi!" kata Nadia. Dengan cepat dia turun dari batu tersebut. "Kayaknya beneran Pak Dayat. Jangan-jangan dia kenapa-napa lagi. Ayo kita cari, Sean!" ujar Nadia buru-buru berlari masuk ke dalam hutan sembari memanggil nama Pak Dayat.
"Tapi, kok aku gak denger apa-apa sih?" gumam Sean merasa aneh. Dia sama sekali tidak mendengar suara orang minta tolong sejak tadi seperti yang istrinya katakan.
"Nadia, tunggu!" Namun dia tetap menyusul langkah Nadia masuk ke dalam hutan.
"Pak Dayat! Bapak di mana, Pak?" teriak Nadia sambil melihat ke sana kemari. Sean yang berada di belakang juga ikut memanggil pria paruh baya itu meski dirinya tidak mendengar apa-apa.
"Tolonggggg! Saya di siniii!"
"Suaranya dari depan sana! Ayo cepat, Sean!" kata Nadia berlari meninggalkan Sean yang hanya bisa melongo.
"Suara apa sih?" tanya Sean mulai frustasi. Dia sampai berpikir jika Nadia sedang ingin mengerjainya. Karena sungguh dia tidak mendengar apapun.
Nadia semakin jauh masuk ke dalam hutan hingga dia melihat sosok Pak Dayat yang sedang terduduk dengan sebuah batang pohon besar menimpa kakinya.
"Astaga! Pak Dayat!" Nadia melihat kaki Pak Dayat yang mengeluarkan banyak sekali darah. Wanita itu mencoba menggeser batang pohon tersebut namun tak bisa.
"Sean! Sean! Pak Dayat di sini!" teriak Nadia memanggil Sean.
"Aduhhh! Kaki saya, Neng! Sakit sekalii!" kata Pak Dayat seperti sudah akan pingsan di sana.
"Sabar sebentar ya, Pak," kata Nadia mencoba menenangkan pria itu. "Aduh! Sean kemana sih? Kok belum sampai juga. Perasaan tadi dia ada di belakang ku deh," gumam Nadia mulai gelisah.
Tidak. Dia tidak bisa menunggu terus seperti ini. Pak Dayat bisa kehabisan darah jika terlambat ditangani.
"Bapak tunggu sebentar di sini ya. Saya akan cari bantuan," kata Nadia menepuk pundak Pak Dayat yang hanya bisa mengangguk lemah.
Nadia pun bergegas pergi dari sana untuk mencari Sean.
"Sean! Sean!" panggil Nadia sembari terus berlari menyusuri jalan yang dia lewati tadi. Butuh waktu hampir sepuluh menit sampai Nadia bisa menemukan Sean yang juga tengah mencarinya.
"Astaga! Nadia kamu dari mana aja sih? Bikin aku khawatir aja tau gak," kata Sean memegang tangan Nadia yang terasa dingin. Napas wanita itu juga tersengal-sengal membuatnya sulit bicara.
"Ki--kita harus cepat, Sean. Di sana Pak Dayat kakinya tertimpa pohon. Kalo gak segera ditolong, nyawanya bisa terancam," kata Nadia menarik tangan Sean untuk ikut dengannya.
Namun bukannya bergegas, Sean malah menarik balik tangan Nadia. Hal yang membuat Nadia kesal bukan main.
"Sean, kok kamu malah diam aja sih? Ayo kita harus cepet tolongin Pak Dayat!" kata Nadia kekeh bahkan sedikit memberontak karena Sean memegang erat tangannya.
"Kamu itu ngomong apa sih, Nadia?" Baru kali ini Sean sedikit meninggikan suaranya. Jujur dia mulai muak dengan tingkah wanita itu. "Siapa yang tertimpa pohon?" tanyanya.
"Pak Dayat, Sean! Kamu pikir aku bohong!" Nadia ikut meninggikan suaranya di sana. Masalahnya ini menyangkut nyawa seseorang. Jiwa seorang dokter Nadia meronta-ronta di sana.
"Tapi, saya baik-baik aja kok, Neng." Suara seseorang di belakang Sean membuat Nadia seketika bungkam.
"Pa-pak Dayat!" ujar Nadia terbata. Ya. Sosok itu memang Pak Dayat yang tengah menatapnya bingung.
Lalu pria yang tertimpa pohon tadi siapa?
Pikiran Nadia terasa begitu penuh hingga akhirnya dia jatuh pingsan.
***