Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.
Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.
"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.
Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"
"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.
Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
[Edah, Tuan sudah pulang atau belum?] Vivian menempelkan ponselnya ke telinga sambil berbicara kepada pembantunya di seberang sana.
[Belum Nya.] Si pembantu yang bernama Edah itu menjawab apa adanya.
[Hm, begitu ya?] Vivian tertegun sejenak. Dia menggigit bibir bawahnya karena rasa geli akibat pergerakan tangan seorang laki-laki yang tengah memainkan puncak gunungnya. [Ya sudah Ed-ahh ...] Satu desa han lolos karena gigitan kecil di puncak itu membuat Edah mengerutkan kening dan membatin.
"Nyonya Vivian teh ku naon?"
[Sudah dulu Edah! Saya juga tidak akan pulang malam ini. Besok pagi saya baru pulang.] Vivian mematikan panggilan tersebut.
"Raka! Kamu nakal banget sih! Untung saja Si Edah tidak curiga," gerutu Vivian seraya menangkup wajah lelaki yang sedang mengerjai puncaknya.
Yang diomeli malah terkekeh panjang. "Aku kangen banget sama kamu, Sayang. Udah lama kita nggak tidur bersama," kata Raka kembali melanjutkan aktivitasnya. Mencum bui da da Vivian yang mon tok.
"Lama apanya, hmm? Baru juga dua hari yang lalu kita melepas rindu, masa udah kangen lagi. Dasar raja gombal!" Vivian mengerucutkan bibir, manja.
"Bener Vi. Aku kangen banget sama kamu!" Kini, Raka berpindah mengerjai perut rata Vivian. Meninggalkan jejak basah di sana. Turun ke bawah dan membenamkan kepalanya di goa indah yang sudah merekah.
Napas panas berembus. Menciptakan desir darah yang menggelora.
"Mmm ... Ra-ka." Vivian mendongakkan kepalanya ke atas dengan tangan yang menjambak rambut hitam milik Raka. Menyalurkan sensasi geli dan nik mat.
Lenguhan itu semakin nyaring dan sering. Seirama dengan decap lidah Raka yang keluar masuk goa.
"La-ku-kan ss-seka-rang, Honey! Ak-aku ss-sudah ti-dak kuat." Vivian berkata dengan napas tersengal dan suara terbata-bata.
Raka tak menggubris, dia sibuk mengerjai pintu surgawi yang sudah basah itu. Lama kelamaan, jus putih pun keluar bersamaan dengan lolongan nyaring keluar dari bibir Vivian.
"You're doing great, Raka," desis Vivian seraya mengatur napasnya yang masih tersengal-sengal.
"Let's fly to heaven, Sweety!"
Pertempuran sengit pun dimulai.
Sama seperti sang istri, Anjelo juga sedang membara menggempur Zeona. Berbagai macam gaya sudah ia coba. Seluruh penjuru kamar sudah mereka berdua singgahi. Terhitung sudah tiga kali semburan.
Namun stamina tubuh sang CEO tampan itu benar-benar seperti kuda. Tak kenal lelah dan penuh tenaga.
"Hahh nghh ... T-Tu-an." Napas Zeona terpatah-patah. Tubuhnya terasa remuk seperti tertimpa batu raksasa. Terus dikerjai tanpa diberi waktu untuk merehatkan diri. Digempur habis-habisan oleh lelaki bertubuh tinggi besar macam atlet MMA.
Rintihan itu tidak digubris. Karena bagi Anjelo, suara protes Zeona seolah terdengar seperti desa han yang semakin memacu darah panasnya untuk melanjutkan aksi.
"Hmm ... Zeona! You're tight, Sweety. I can't stop! I'II f() ck you until sunrise." Di tengah rasa lelahnya, pupil mata Zeona melebar mendengar desisan yang diucapkan lelaki yang kini tengah menaunginya.
Ingin melayangkan protes, tapi tubuh Zeona sudah terlalu lelah. Suaranya pun sudah hampir menghilang. Zeona hanya bisa memejamkan mata. Ikut terhanyut dalam setiap hentakan yang dilakukan Anjelo pada tv bvhnya.
Dalam deru napas panasnya, setitik ingatan berkelebat. Seperti inilah pekerjaan yang dilakukan Kakaknya setiap hari dan malam. Mengang kang di depan pria hidung belang.
Seketika hati Zeona teriris. Demi keberlangsungan hidup dan membiayai semua kebutuhannya, sang Kakak rela melakukan dosa. "Ya Tuhan ... tolong ampunilah segala dosaku dan juga Kakakku." Bertepatan dengan berakhirnya rintihan hati tersebut, sepasang pengantin baru itu kembali mencapai puncaknya.
Era ngan mereka berdua mengudara. Menembus sunyinya malam gelap gulita.
*****
"Ya Tuhan, kenapa aku tiba-tiba merasa tidak enak hati? Kenapa aku jadi teringat Zeona?" Zalina menggigiti kuku jarinya sambil menunggu pelang gannya selesai membersihkam diri. Dia mondar-mandir di sisi ranjang. Mengambil ponsel, lalu mengetikan sebuah pesan pada adiknya.
Zalina: Zeo, apakah kamu sudah tidur? Kamu baik-baik saja 'kan?
Cukup lama Zalina memandangi layar ponselnya. Menunggu balasan pesan dari adiknya. Tapi sampai pelang gannya keluar dari kamar mandi, pesan itu tak kunjung dibalas. Dengan menekan rasa khawatirnya kepada sang adik, Zalina mulai meluruhkan bathrobe di tubuhnya. Bersiap menyambut batang yang sudah menegang.
"Zeo, semoga kamu baik-baik saja." Batin Zalina sesaat sebelum dia menyatukan tv bvhnya dengan si pelang gan.
________
Anjelo tak jemu memandangi wajah gadis yang terlelap di sampingnya. Gadis yang semalam tadi bergelung panas dengan dirinya hingga dia berhasil mencapai puncak sebanyak lima kali. Rasanya sungguh nikmat dan ingin mengulanginya lagi. Tapi sebentar lagi, dia harus pergi ke kantor. Hari ini, ada pertemuan penting dengan rekan bisnisnya dari Itali.
Anjelo mengulas senyum. Kemudian menggelengkan kepala dengan pelan. Tak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau dia akan melakukan poligami. "Dasar gadis nekat," desisnya seraya menyentuh dahi Zeona yang berkeringat. Seketika Anjelo tersentak, sebab merasakan suhu panas yang menyapa telapak tangannya yang berasal dari dahi Zeona. "Dia demam?" monolognya sedikit khawatir.
Beranjak dari posisinya. Anjelo menegakkan badan. Sekarang, punggung tangannya yang diletakkan di dahi Zeona. Dan suhu panas itu semakin terasa. "Huh! Dia benar-benar demam." Lelaki tanpa helai benang itu keluar dari balik selimut. Memungut boxer miliknya lalu memakainya. Kemudian dia mendial nomor seseorang.
[Meta ... kamu ada di rumah sakit atau di apart?] Tanpa basa-basi, Anjelo langsung bertanya pada seseorang di seberang sana.
[Di apart, Mas. Hari ini aku nggak ada jadwal di rumah sakit. Aku lagi libur. Ini mau bersiap nonton drakor.] Suara cempreng wanita menyahut di seberang sana.
[Ke apartemenku sekarang juga! Jangan banyak tanya. Ini urgent!] Anjelo bersiap mematikan teleponnya, namun lengkingan nyaring menghentikan niatnya.
[KE APARTEMEN YANG MANA MAS?!] Anjelo menjauhkan ponselnya dari telinga karena suara perempuan itu macam hiena yang sedang marah karena makanannya direbut oleh singa.
[Apartemen Paradise!] Usai mengatakan hal itu, Anjelo segera mematikan panggilan itu.
Di seberang sana, wanita bernama Meta itu misuh-misuh penuh kejengkelan. "Arrrgghh! Punya sepupu satu juga hobinya memerintah saja! Nggak tahu apa kalau gue mau me time. Kalau bukan karena dia yang biayain kuliah gue ... udah gue tendang dia ke planet Saturnus!" Meta menggerutu seraya menutup kembali laptop yang sudah siap menayangkan drakor yang ia tunggu-tinggu.
Gadis bercelana selutut itu berjalan ke arah lemari untuk mengganti baju santainya dengan pakaian yang lebih sopan.
"Mas, dia siapa?!" Meta membeliakan mata ketika pandangannya menangkap seorang perempuan tengah tertidur pulas di atas ranjang mewah milik Kakak sepupunya, Anjelo Raizel Holland.
"Don't ask too many questions!" Mata Anjelo melotot. "Lakukan saja tugasmu sebagai Dokter. Periksa keadaan dia!" sambungnya dengan nada bosy. "Sekalian temani dia sampai aku pulang kerja!" Anjelo tidak memberikan kesempatan kepada adik sepupunya untuk berbicara.
Namun bukan Meta namanya kalau dia tidak bisa mengorek informasi. Gadis dua puluh lima tahun itu selalu punya cara untuk membuat Anjelo buka mulut.
"Ok. Aku bakal memeriksa dia. Tapi jangan berangkat dulu lah. Tunggu sebentar!" Meta membuka tas kerjanya yang berisi peralatan untuk memeriksa pasien dan beberapa obat-obatan.
Dia menyingkap selimut yang menutupi leher gadis di hadapannya. "YA TUHAN!" Meta kembali membelalakan mata kemudian memalingkan wajah dan menatap horor pada Kakak sepupunya. "Kamu habis ngelakuin apa sama gadis ini Mas?!" Gurat syok kentara sekali di wajah Meta Arunika. "Itu cu pangnya banyak banget! Gila! Nggak waras kamu!" semburnya seraya menatap tajam pada Anjelo yang diam membisu bagai patung batu.
"Aku kira Mas Anjel nggak suka ngabur naf su. Ternyata sama aja kayak lelaki kaya raya pada umumnya. Tapi nggak salah juga sih, toh pernikahan dia dan Mbak Vivi 'kan tidak dilandasi dengan cinta. Apalagi Mbak Vivi sibuk banget sama urusannya sendiri. Mas Anjel butuh penyaluran. Wajar sih, dia nyari teman kencan." Meta membatin panjang lebar dalam hatinya. Dia memang merasa prihatin pada keadaan rumah tangga Anjelo yang terlihat mesra jika di depan publik, tapi sebenarnya sangat hambar jika sedang berada di dalam rumah.
Berulang kali Anjelo selalu bercerita kepadanya, bahwa dia sudah merasa jenuh dengan rumah tangganya, namun karena keterikatan bisnis antara dua keluarga, ia pun terpaksa bertahan.
Meta mengakhiri lamunannya. Dia lekas memeriksa teman kencan saudara sepupunya itu. "Badannya panas banget, Mas," beri tahunya pada Anjelo. "Lihat nih! Suhu tubuhnya sampe 39°. Kamu make dia sampai jam berapa sih?!" Meta kembali melirik Anjelo yang masih diam seperti tadi. "Keterlaluan banget. Udah mah nyari teman kencan yang masih ABG, eh ... dipakenya nggak kira-kira lagi. Rusak nih anak orang. Kasih--"
"Dia bukan teman kencanku!" Anjelo segera memotong omelan adik sepupunya.
"Bukan teman kencan?" Meta tertawa mengejek. "Aku bukan anak kecil, Mas. Nggak usah ditutup-tutupinlah. Kalau bukan teman kencan, lalu gadis ABG ini siapa nya, Mas? Istri muda?" todong Meta dengan tawa yang mengudara.
"Dia memang istriku!"
Makasih udah baca😊