Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yuniar Berulah
'Zanaya sialan,' amuk Fani dalam hati, saat dia di tinggalkan begitu saja oleh Zanaya. Tadinya dia masih ingin membicarakan tentang mobil, dia masih belum menyerah meminta Zanaya untuk memberikan mobil sport baru.
Di sisi lain, Zanaya dan Zanders setelah beberapa menit berkendara mereka berdua singgah, di sebuah restoran yang sangat terkenal, di kalangan pengusaha atas.
Gadis cantik itu mengerutkan keningnya, "Kita mau ngapain disini kak?" tanya gadis itu, ikut memarkir motor sportnya, disebelah motor sang kakak.
Pemuda tampan itu menatap sang adik, "Kita makan siang dulu, setelahnya kita baru ke perusahaan papa," kata Zanders.
Akhirnya mereka berdua masuk ke restoran, karena ruangan untuk VIP penuh, dua bersaudara itu memesan di meja yang berada di restoran itu, kebetulan yang berada di tengah-tengah.
"Zay, mau pesan apa?" tanya Zanders, perhatian. Jika dilihat, orang-orang tidak akan tahu jika mereka bersaudara, jika tidak diperhatikan lebih seksama. Ada hanya sedikit fitur kesamaan di wajah mereka berdua.
"Samakan saja dengan punya kakak," jawab Zanaya, membuat Zanders mengangguk lalu memanggil pelayan.
"Jadi, kamu benar-benar siap untuk dipublikasikan sama papa nanti?" tanya Zanders setelah pelayan itu pergi.
"Sekarang atau nanti, itu tidak ada bedanya kak. Kakek dan papa akan tetap mengumumkan kita, suatu hari nanti. Jadi lebih baik umumkan sekarang," ujar Zanaya santai.
Dulu di kehidupan pertamanya, sang kakek ingin sekali mengumumkan dirinya pada publik, sebab dari keturunan sang kakek, mendapatkan anak perempuan sangatlah sulit. Bahkan beberapa leluhur sang kakek, hanya melahirkan anak laki-laki.
Untuk itulah, sang papa dan kakeknya, sangat ingin mengenalkan Zanaya pada masyarakat, tapi belum juga harapan itu terjadi, mereka pergi satu persatu, meninggalkan Zanaya dalam kubang penyesalan. Jika dulu Zanaya terus menolak karena Fani, kini dia membiarkan apa yang dilakukan sang kakek dan papanya.
"Bagus, kakak tidak suka Fani semakin menyombongkan dirinya jika dia anak keturunan Dixon. Selama ini kakak diam, karena kamu. Tapi untuk saat ini tidak lagi! Kakak juga akan mengumpulkan bukti, beberapa guru berbuat curang hasil nilai Fani, tentu ini akan membuat reputasi sekolah kita jelek di mata masyarakat," ungkap Zanders geram.
"Kakak tenang saja, kali ini. Zay akan membiarkan kakek mengenalkan Zay, didepan umum. Dan Zay juga akan membantu kakak beberapa bukti dari kecurangan beberapa guru," kata Zanaya, tersenyum menenangkan sang kakak.
Tak lama pesanan mereka, di antar oleh pelayan. "Selamat menikmati," kata pelayan ramah.
"Terimakasih," sahut keduanya kompak, meski mereka anak orang terkaya, tapi mereka tidak sungkan mengucapkan kata terimakasih ataupun kata maaf. Seperti kebanyakan anak orang kaya, yang terlihat rendah jika mengatakan hal itu.
Kedua saudara itu makan dalam diam, menikmati makanan yang tersaji, setelah beberapa menit, mereka selesai makan siangnya.
"Aduh, kakak mau ke toilet dulu. Sudah tidak tahan," ujar Zanders, wajahnya seperti menahan sesuatu.
"Baiklah Zay, akan tunggu kakak!" Zanders segera pergi dari sana, menuju ke toilet.
Di sisi lain, seorang wanita glamor bersama teman sosialitanya baru saja keluar dari sebuah mall terbesar di kota itu, mereka berjalan keluar dari pintu masuk mall.
Tak lama, mata wanita glamor itu memicing. Saat seseorang dikenalinya terlihat dari kaca transparan, makan disebuah restoran mewah tepat di depan mall, tempatnya berbelanja tadi.
Seketika ide, muncul di kepala wanita glamor itu setelah memastikan orang itu, terlihat dari seragam sekolahnya yang sama dengan sang putri.
"Jeng, bagaimana jika kita makan restoran mewah itu? Tenang saja, biar aku yang membayarnya," ujar wanita glamor itu dengan jumawa.
"Wah, aku setuju kalau begitu jeng. Kebetulan kita semua belum makan siang," sahut wanita yang satunya, berbaju hijau army.
"Iya, tapi jeng Yuniar janji, kan? Kalau jeng yang akan membayarnya?" tanya yang lain menimpali.
"Kalian tenang saja, aku janji!" ucapnya tersenyum yakin, kemudian ke tujuh wanita berpakaian glamor itu, menyebrang menuju restoran tersebut.
Saat pertama kali masuk, suara mereka sudah mengalihkan atensi pelanggan bahkan Zanaya pun mengerutkan keningnya tapi dia berpura-pura tidak kenal.
Setelah mendapat tempat yang kosong, kebetulan mejanya cukup untuk mereka bertujuh. Segera, mereka memesan makanan.
"Aduh jeng ..., makanan disini mahal-mahal," keluh salah satu wanita itu, yang berbaju maroon.
"Tenang saja, pilih semau kalian, jangan lihat harganya. Aku yang akan tanggung kok! Kalau perlu, kalian bungkus juga untuk dibawa pulang!" ucap Yuniar dengan jumawa.
"Benarkah, jeng Yuniar?" tanya wanita berbaju hijau army memastikan.
"Iya, kapan sih aku berbohong?" jawabnya cepat.
"Kalau begitu, kita tidak perlu sungkan-sungkan lagi. Lumayan juga untuk makan siang anak dirumah, kan?" imbuh yang lain.
Mereka segera memesan makanan, tak tanggung-tanggung harganya fantastis setiap menu. Dari jauh, Zanaya bisa mendengar mereka. Bahkan para pelanggan lain pun dapat mendengar percakapan mereka.
Zanaya masih setia menunggu sang kakak, sambil memakan hidangan penutup yang dia pesan berupa brownies coklat. Tak lupa, dia juga mengirimkan pesan pada sang kakak.
Para wanita glamor itu makan dengan lahapnya, ada juga yang memesan untuk dibawa pulang, mumpung gratis kenapa harus di sia-siakan, pikir mereka.
Yuniar memanggil salah satu pelayan dan membisikkan sesuatu, terlihat pelayan itu menganggukkan kepalanya.
Beberapa menit berlalu, Zanaya memanggil salah satu pelayan, "Kak! Bill nya mana?" tanya Zanaya, segera salah satu pelayan memberikan bill pada gadis cantik itu.
Gadis cantik itu mengerutkan keningnya bingung, "Kak, ini kenapa mahal sekali? Padahal kami cuman pesan dua steak daging, dua jus, dan brownies ini. Ini kenapa harganya sampai puluhan juta?" tanya Zanaya, bukan dia tak mampu bayar, tapi ini namanya penipuan.
"Sebentar yah nona!" Kemudian pelayan itu pergi dari meja Zanaya, kemudian menanyakan sesuatu pada salah satu kasir. Kasir dan pelayan itu kembali ke meja Zanaya.
"Ini ada apa nona?" tanya kasir wanita itu ramah.
"Begini Kak, aku dan Kakakku cuman pesan dua steak daging, dua jus, serta brownies coklat ini, kenapa harganya sampai puluhan juta," ujar Zanaya mengulang pertanyaannya pada kasir itu.
"Oh, yang itu. Begini nona, kata nyonya di meja 11 yang berbaju merah itu, dia berkata kalau semua makanan yang mereka pesan, nona yang membayarnya sebab nona adalah keluarganya," jelas kasir itu dengan nada ramah.
Zanaya mengerutkan keningnya, "Sepertinya ada kesalahpahaman disini Kak. Saya tidak mengenal mereka Kak, terutama nyonya berbaju merah itu," kata Zanaya dengan wajah serius. "Kakak sepertinya harus hati-hati! Sudah banyak penipuan seperti ini, mengatasnamakan keluarga padahal mereka tidak mau bayar," ujar Zanaya, memperingatkan kedua pekerja didepannya ini.
Zanaya, sudah menebak dari awal. Ada sesuatu yang direncanakan oleh Yuniar, ibu dari Fani itu.
Kedua wanita didepannya ini saling pandang kemudian mengangguk.