Novel ini lanjutan dari Antara Takdir dan Harga Diri. Bagi pembaca baru, silahkan mulai dari judul diatas agar tau runtun cerita nya.
kehilangan orang yang paling berharga di dalam hidup nya, membuat Dunia Ridho seakan runtuh seketika. Kesedihan yang mendalam, membuat nya nyaris depresi berat hingga memporak porandakan semua nya.
Dalam kesedihan nya, keluarga besar Nur Alam sedang bertikai memperebutkan harta warisan, sepeninggal Atu Nur Alam wafat.
Mampu kah Ridho bangkit dari keterpurukan nya?.
silahkan simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menggapai Hidayah.
Neng neng umi Habibah menatap kearah Yuanchi Juan cukup lama, lalu menarik nafas dalam dalam, "benarkah niat nona itu sudah nona pikirkan masak masak?" tanya nya.
Yuanchi Juan menganggukkan kepala nya, "iya ustadzah!, saya sudah berpikir masak masak, seperti nya ini panggilan hati nurani saya yang tidak bisa saya tahan tahan lagi, semakin lama saya tahan, hati saya semakin resah ustadzah, rasa takut menghantui saya, saya takut besok atau lusa ajal saya sampai, dan saya akan mati dalam kekafiran, tolonglah saya ustadzah, saya sudah sangat yakin dengan panggilan hati nurani saya ini!" ucap Yuanchi Juan meyakinkan ustadzah neng umi Habibah.
"Nona!, bukan ustadzah berniat merongrong niat nona, atau menghalangi nya, sejati nya ustadzah sangat bahagia mendengar niat baik nona, tetapi perlu neng sampaikan pada nona, jika kebiasaan diawal awal masuk Islam, nona akan menerima berbagai macam badai ujian dan coba an, sebagai penguji kekuatan iman nona, bersediakah nona menerima seluruh konsekuensi nya?" tanya neng umi Habibah lagi.
"Ustadzah!, saya sudah sangat yakin sekali ustadzah, usia saya sudah dua puluh delapan tahun, satu usia yang tidak muda lagi, mungkin saya tidak akan pernah berumah tangga, makanya saya mengangkat tiga orang anak yatim sebagai anak angkat saya ustadzah, kekecewaan masa lalu terlalu membuat saya trauma berumah tangga, tetapi akhir akhir ini, saya berjumpa dengan seorang duda beranak tiga yang ditinggal mati istri nya, kesetiaan dan cinta kasih pemuda itu pada almarhumah istri nya, mampu merubah pandangan saya, jika di Dunia ini masih banyak cinta sejati, hanya saja saya belum beruntung menemukan nya, saya ingin cepat cepat masuk Islam, siapa tahu saya mendapat keberuntungan seperti almarhum istri nya itu" ujar Yuanchi Juan lagi.
Sebagai seorang wanita dewasa, tentu saja neng umi Habibah mengerti, kemana arah pembicaraan murid sekaligus sahabat baru nya itu.
"Kalau itu niatan mu, aku tidak bisa membantu banyak, hanya berdoa, semoga Allah membuka kan jalan bagi kalian berdua!" sahut neng umi Habibah.
"Aamiin!" sahut Yuanchi Juan.
"Assalamualaikum!" terdengar salam dari luar rumah.
Serentak neng umi Habibah dan Yuanchi Juan menyahut secara berbarengan.
Kiai Rahmat muncul dari balik pintu, seperti nya baru tiba dari Mesjid.
"Abi!, nah pas Abi datang nih!" ucap neng umi Habibah memanggil Abi nya.
"Ya!, ada apa neng?" tanya Kiai Rahmat berjalan menghampiri kedua wanita cantik itu.
"Ini Bi!, teman eneng Yuanchi ini ingin masuk Islam, bersediakah Abi membimbing nya?" tanya neng umi Habibah.
"Haah?, ingin jadi mualaf, yang benar nona?" tanya Kiai Rahmat seperti kurang yakin.
Yuanchi Juan menganggukkan kepala nya, "benar Kiai, Anchi sudah memikirkan nya masak masak, biarlah segala apapun resiko nya, akan Anchi hadapi, meskipun Anchi akan kehilangan Dunia ini, Anchi ikhlas Kiai" ucap Yuanchi Juan dengan keyakinan hati yang mantap.
"Alhamdulillah, neng!, panggilkan mang Ucup sama wa Nasir sekarang juga, biar mereka menyaksikan agar tidak terjadi fitnah" ujar Kiai Rahmat.
Neng umi Habibah segera memanggil tetangga kiri dan kanan mereka.
Kini mereka semua berkumpul diruang tengah, termasuk Ummi Aisyah istri Kiai Rahmat.
Kiai Rahmat segera membaiat Yuanchi Juan dengan membimbing nya bersyahadat.
Tidaklah susah membimbing Yuanchi Juan bersyahadat, karena sejati nya, wanita cantik itu sudah hafal dan bisa baca tulis Al-Qur'an, meskipun belum terlalu lancar.
Selesai membaiat Yuanchi Juan, Kiai Rahmat membaca kan doa doa, dan Ummi Aisyah beserta neng umi Habibah mengeluarkan makanan seadanya nya, sebagai rasa syukur atas karunia Allah.
Tidak lupa, Kiai Rahmat memberikan wejangan kepada Yuanchi Juan, apa saja kewajiban seorang muslimah itu.
"Nak!, kini kau sudah Syah menjadi wanita muslimah, jadilah wanita muslimah yang baik, yang bisa menjadi tonggak yang kuat bagi Islam, sebisa nya, kerjakan semua kewajiban, terutama sholat lima waktu, menutupi aurat, berpuasa pada bulan ramadhan, bila ada kelebihan rejeki, keluarkan zakatnya nya, yang paling penting, Istiqomah lah dijalan Allah ini, pegang akidah Islam sekuat kuat nya, tubuh boleh binasa, namun iman jangan sampai rusak!" nasehat Kiai Rahmat.
Neng umi Habibah mendekati Yuanchi Juan, memasang kan jilbab putih di kepala wanita cantik jelita itu.
"Masya Allah cantik nya!, kau mengingatkan aku pada adikku yang sudah pergi mendahului kita, insya Allah Husnul khatimah, dia secantik diri mu" ucap neng umi Habibah dengan mata berkaca kaca.
"Terimakasih ustadzah, bolehkah saya panggil kakak saja?" tanya Yuanchi Juan terharu hingga air mata nya pun mengalir tak terbendung lagi.
Neng umi Habibah memeluk wanita cantik jelita itu, "tentu saja adikku, tentu saja kau boleh memanggilku kakak, sekarang kita sudah resmi menjadi saudara seiman kan?" ucap neng umi Habibah sambil memeluk tubuh Yuanchi Juan.
"Bagai mana dengan nama kiai, harus kah saya ganti nama juga?" tanya Yuanchi Juan masih tidak mengerti.
"Tidak harus nak, kecuali nama mu yang sekarang mengandung kemungkaran, barulah harus diganti, kalau tidak ada unsur kemungkaran nya, maka tidak diganti pun tak mengapa!" jawab Kiai Rahmat.
"Terimakasih Kiai, saya memang sangat membutuhkan bimbingan dari Kiai dan juga kak ustadzah" ujar Yuanchi Juan.
Beberapa bulan sudah berjalan, secara diam diam Yuanchi Juan sudah menjadi seorang muslimah yang berusaha taat dengan segala ketentuan syariat Islam.
Hingga pada suatu ketika, secara tidak sengaja, Daniar memergoki Yuanchi Juan sedang sholat Duha di ruangan nya.
Awal nya wanita cantik yang menjadi Aspri (asisten pribadi) nya itu mengetuk pintu ruangan beberapa kali, tetapi tidak juga ada sahutan, hingga wanita itu nekat masuk ruangan tanpa izin karena rasa khawatir nya pada Yuanchi Juan.
Daniar terpaku menatap kearah sahabat nya itu dengan tatapan mata yang sulit diartikan.
"Kau!, kau!, kau sudah jadi seorang muslimah kah Chi?" tanya Daniar heran.
"Ya Niar, sudah beberapa bulan yang lalu aku bersyahadat, aku tidak lagi bisa membendung keinginan hati ku ini Niar, sekarang pikiran ku menjadi sangat tenang, tidak ada rasa resah dan gelisah menghadapi kehidupan ini lagi, aku sedang menari di panggung sandiwara sang maha kuasa dengan peran ku sendiri, semoga nilai baik yang kudapat nanti nya dengan peran ku ini" ujar Yuanchi Juan melipat sajadah dan mukena nya, meletakan nya didalam lemari.
"Apakah keluarga besar mu sudah mengetahui semua keputusan yang kau buat ini Chi?" tanya Daniar.
"Belum Niar, aku masih belum punya keberanian untuk mengatakannya secara terus terang, biarkan waktu yang menentukan semua nya" jawab Yuanchi Juan.
"Kira kira apa tanggapan keluarga mu, terutama mamah dan papah mu mengetahui kau sudah pindah keyakinan?" tanya Daniar.
Yuanchi Juan tidak menyahut, hanya menarik nafas dalam-dalam seraya menatap kearah jendela luar dari tingkat lima gedung perkantoran Juan group.
"Mereka penganut agama terdahulu yang sangat fanatik sekali, mungkin akan menjadi marah besar bila mengetahui hal itu, kan selama ini, yang mereka dengar dari Islam ini hanyalah berita negatif nya saja yang sengaja dihembuskan oleh agama tertentu yang memang tidak menyukai Islam sedari awal, karena konsep ketuhanan di Islam ini sangat bertentangan dengan keyakinan mereka, dan dalam beberapa debat terbuka, mereka tidak bisa menyangkal kebenaran ajaran Islam ini, makanya timbul ajaran membenci Islam dan seluruh ajaran nya, karena berpotensi meruntuhkan ajaran mereka, aku tidak ingin membayangkan sangsi apa yang nanti akan ku terima dari mereka, kau tahu jika aku sudah lama tidak lagi berhubungan baik dengan keluarga ku!" ujar Yuanchi Juan.
"Kau terlalu terburu buru nuna!" ucap Daniar.
Yuanchi Juan menatap kearah Daniar dengan tatapan heran sekali.
"Kau tidak suka aku jadi seorang muslimah Niar?" tanya Yuanchi Juan heran.
Daniar buru buru membuang pandangan nya kearah lain, menutupi kegugupan nya.
"Ti… tidak be… begitu Chi, kau terlalu cepat bertindak, ini membuat aku sangat kaget sekali, kau tidak pernah menceritakan niat mu ini sebelum nya" ujar Daniar berkilah.
Yuanchi Juan menatap heran pada sikap sahabat nya ini.
"Tidak pernah?, ku kira sudah lama aku bilang mau jadi seorang muslimah, meskipun tidak secara terang terangan, aku mengira tanggapan mu saat itu mendukung ku, kenapa sekarang berubah drastis?" ....
"Ah ti… tidak!, tidak seperti itu Anchi, kau salah sangka Nuna, aku senang dan bahagia kau sekarang seorang muslimah, oh iya, nanti siang, mister Jung dari Seol mengajak kita bertemu membicarakan hal kerja sama yang dulu kau tawar kan itu, nampak nya mister Jung sangat antusias sekali Chi" ujar Daniar mengalihkan pembicaraan mereka.
Sekali lagi Yuanchi Juan menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghempaskan nya keluar, "bilang sama Gracie, dia atur saja waktu pertemuan nya kapan dan dimana!" ....
"Sudah Chi!, justru ini jadwal dari Gracie, nanti siang pukul sebelas di rumah makan Korea!" jawab Daniar.
"Hmm!, iya deh, bagus lah kalau begitu, suruh Gracie mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan" ujar Yuanchi Juan.
"Baiklah!" sahut Daniar keluar dari ruangan CEO itu.
Sepeninggal Daniar, Yuanchi Juan menatap datar kearah pintu tempat menghilang nya tubuh sahabat nya itu di balik nya.
"Ada apa dengan mu Daniar?, bukan kah kau seorang muslimah juga, sudah seharus nya kau senang mendengar aku kini seiman dengan mu, dan kini menjadi saudara mu, tetapi mengapa justru berbalik, seolah olah kau tidak suka dengan semua tindakan ku ini, aneh sekali" gumam Yuanchi Juan sendirian yang sangat heran melihat tindakan sahabat nya itu.
Tiba tiba rasa rindu dengan ketiga anak angkat nya itu muncul begitu saja.
Ditatap nya photo tiga orang anak remaja yang berada di atas meja kerja nya, senyum nya mengambang, "mamah menyayangi kalian bertiga sayang, entah bagai mana, rasa ini bisa tumbuh begitu saja, meskipun mamah tidak bersuami selama nya, toh mamah sudah punya kalian, putra putri mamah yang tampan tampan dan cantik" gumam nya tersenyum. Ada rasa bahagia di dalam hati nya.
Disamping photo tiga anak remaja itu, ada pula photo seorang pemuda tampan di samping nya.
"Huh! Pangeran kutub Utara itu sudah bisa bicara cukup panjang pada ku, mungkinkah kebekuan nya sudah sedikit mencair, ah tapi apa perduli ku?, masabodoh dengan nya, mau mencair atau membeku selama nya, terserah, aku hanya perduli kepada ketiga anak angkat ku itu saja" gumam nya.
...****************...