Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Antara Keraguan dan Kejujuran
Antony tahu jika ia tidak bertindak hati-hati, masalah ini bisa semakin rumit. Ia menarik Dara ke dalam pelukannya dengan lembut, mendekapnya erat.
“Aku minta maaf, Ra. Aku tahu aku salah,” bisiknya. “Aku nggak pernah bermaksud bikin kamu ngerasa diabaikan. Aku janji, habis semua ini selesai, aku bakal lebih banyak waktu buat kamu dan Alea.”
Dara mendesah panjang. "Kamu selalu bilang begitu, Sayang." Namun kali ini suaranya tidak lagi sekeras tadi. Ia menenggelamkan wajahnya di dada Antony, merasakan hangat tubuh suaminya yang selalu membuatnya merasa aman—meski hatinya masih sedikit ragu.
"Aku cuma pengen kita kayak dulu lagi," bisik Dara lirih. Antony mengecup lembut keningnya. “Aku juga, Sayang. Aku bakal perbaiki semuanya, oke?”
Dara akhirnya mengangguk kecil. “Besok kamu temenin Alea, ya? Aku nggak mau dia kecewa lagi.”
"Pasti, Ra. Aku janji," jawab Antony tulus. Untuk kali ini, ia memang berniat menepati janjinya—walau di balik itu ada rasa bersalah yang mulai menghantui.
***
Di sisi lain kota, Mika duduk di depan cermin besar di ruang makannya, sambil memegang segelas anggur merah. Lampu-lampu temaram memperkuat nuansa tenang di rumah barunya, tapi pikirannya jauh dari kata tenang.
Ponselnya bergetar di atas meja. Sebuah pesan masuk dari Antony:
"Maaf hari ini nggak sempat kabarin kamu. Besok aku pasti hubungi lagi."
Mika tersenyum sinis sambil menyesap anggurnya. "Lagi-lagi alasan, Antony," gumamnya pelan. Meski ia tahu Antony tertarik padanya, jelas pria itu masih mencoba menjaga kedok di depan istrinya.
"Pelan-pelan aja, Mika," batinnya. "Nggak perlu buru-buru. Semakin dia goyah, semakin mudah dia lepas dari genggaman Dara."
Mika tahu permainan ini membutuhkan kesabaran. Ia tidak hanya ingin merebut Antony—ia ingin membuat Dara merasakan sakit yang selama ini ia simpan.
***
Sementara di kamar tidur mereka, Antony memeluk Dara erat saat istrinya akhirnya tertidur. Namun matanya tetap terbuka, menatap langit-langit kamar dengan pikiran bercabang.
Ia mencintai Dara, atau setidaknya ia selalu berpikir begitu. Tapi perasaan yang timbul saat bertemu Mika membuat segalanya jadi lebih rumit. Kenangan masa sekolah, keinginan yang pernah terabaikan, dan ambisi Mika sekarang semuanya membentuk kekacauan dalam pikirannya.
"Apa yang aku lakukan?" batinnya. Di satu sisi, ia ingin menjaga keluarganya. Di sisi lain, pertemuan dengan Mika membawa sesuatu yang tidak bisa ia tolak gairah dan petualangan yang seakan ia rindukan.
Antony memejamkan mata, berharap pagi segera datang dan pikirannya bisa lebih jernih. Tapi ia tahu, permainan ini baru saja dimulai.
***
Hari itu, Antony memutuskan untuk menepati janjinya—menghabiskan waktu dengan keluarganya. Mereka pergi ke sebuah mall besar di pusat kota. Antony tahu, setelah beberapa kali mengecewakan Dara dan Alea, hari ini adalah kesempatan untuk menebusnya.
Di salah satu toko perhiasan mewah, Dara berdiri di depan etalase yang memamerkan kalung emas putih dengan berlian kecil berkilauan. Antony melihat ekspresi berbinar di wajah istrinya dan langsung tahu apa yang harus dilakukan.
"Mau yang ini?" tanya Antony sambil menyentuh kalung itu dengan senyum hangat.
Dara tersenyum malu-malu, "Enggak perlu, kok, Sayang... mahal banget ini."
Antony memegang tangan Dara dengan lembut, "Kamu pantas dapetin yang terbaik. Lagipula, ini bukan cuma hadiah. Ini tanda terima kasih karena kamu udah selalu sabar sama aku."
Dara terharu, pipinya memerah mendengar kata-kata suaminya. Antony meminta pelayan toko mengambilkan kalung itu, lalu dengan penuh perhatian ia sendiri memakaikannya ke leher Dara.
"Cantik banget," puji Antony, menatap istrinya penuh kasih. Dara merasakan getaran hangat di dadanya—seolah untuk sesaat, semua kekhawatiran dan kecurigaannya lenyap begitu saja.
"Kamu memang paling bisa bikin aku luluh," bisik Dara sambil menatap suaminya dengan mata berbinar. Antony tersenyum, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Alea, yang menggenggam tangan mereka, tertawa kecil melihat orang tuanya begitu romantis
***
Setelah selesai berbelanja perhiasan dan mainan untuk Alea, mereka melanjutkan ke supermarket untuk membeli kebutuhan rumah tangga.
Saat Antony mendorong troli dan Dara sibuk memilih sayuran, mata Antony tertumbuk pada sosok yang tak asing di area daging-dagingan. Mika.
Mika mengenakan pakaian santai namun tetap stylish—kaos crop top dengan jeans high-waist dan jaket ringan. Wajahnya tampak serius saat memilih daging, tapi begitu ia menoleh dan matanya bertemu dengan Antony, raut terkejut melintas di wajahnya, meskipun ia segera berusaha terlihat tenang.
Antony merasa jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. "Apa yang dia lakukan di sini?" pikirnya.
Dara, yang menyadari perubahan sikap Antony, mengikuti arah tatapannya. Begitu ia melihat Mika, ekspresi wajahnya berubah. Dengan langkah anggun tapi penuh maksud, Dara langsung menghampiri Mika.
"Mika? Kamu lagi di sini?" Dara menyapa dengan senyum palsu yang tajam, penuh sindiran. "Udah lama nggak ketemu, ya. Aku kira kamu nggak bakal berani balik ke kota ini."
Mika menatap Dara dengan tatapan tenang, meski di dalam hatinya ia menyiapkan diri untuk menghadapi provokasi itu. "Aku cuma belanja. Nggak nyangka kita bakal ketemu di sini."
Dara menyilangkan tangan di dadanya, senyum sinis tak hilang dari wajahnya. "Belanja di sini? Wah, kamu naik kelas juga, ya. Toko mewah, supermarket premium... Baguslah, nggak kasihan banget liat kamu gitu."
Mika tidak segera membalas. Ia tahu sindiran itu hanyalah permulaan. Dengan mata dingin tapi tenang, ia mencuri pandang ke arah Antony, yang berdiri tak jauh di belakang Dara, mencoba bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Antony menangkap pandangan itu, dan seketika ia merasakan debaran di dadanya. Ia tahu ia seharusnya berpaling, tapi ada sesuatu di tatapan Mika yang membuatnya terperangkap.
Saat itu, Alea tiba-tiba berlari menghampiri Dara, memeluk pinggang ibunya. "Mama, ayo pulang. Aku lapar."
Dara tersenyum kecil, lalu berjongkok dan mengecup kening putrinya. "Iya, Sayang. Kita pulang sekarang." Ia kemudian melirik Mika untuk terakhir kali, tatapan penuh peringatan.
"Senang ketemu kamu lagi, Mika. Hati-hati, ya." Ucapannya terdengar seperti salam, tapi sarat dengan ancaman tersembunyi.
Mika hanya mengangguk, senyum tipisnya masih menghiasi wajahnya. "Kamu juga, Dara."
Saat mereka berjalan menjauh, Antony menoleh sekali lagi ke arah Mika. Mika menangkap tatapan itu dan hanya membalas dengan kedipan mata—singkat, tapi penuh arti. Antony tahu ia sedang bermain api.
Di dalam kepalanya, suara alarm sudah berbunyi kencang, tapi ada sesuatu tentang Mika yang terus menariknya—sebuah godaan yang sulit ia tolak.
Sementara Dara menggenggam tangan Alea dan melangkah ke kasir, Antony tahu hari-hari ke depan akan semakin rumit.