800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Api yang Tidak Pernah Padam
Keheningan malam menyelimuti markas revolusi Athena, sebuah tempat yang kini menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan Atlantis yang menindas. Para pejuang berkumpul dalam kegelapan, bersiap-siap untuk malam yang penuh ketegangan. Di luar, angin berbisik dengan membawa aroma tanah basah, tetapi di dalam, di antara dinding yang sudah lusuh dan penuh sejarah, ada satu suara yang mendominasi—suara Athena.
Dia berdiri di depan papan strategi, wajahnya tertutup oleh bayangan, tetapi kilatan tekad di matanya tidak bisa disembunyikan. Sekitar meja bundar itu, para pemimpin pasukan revolusi mengamati dengan seksama, menyadari bahwa malam ini adalah malam yang menentukan. Athena tahu, pertempuran ini akan menjadi salah satu yang paling berat, dan mungkin, pertempuran terakhir untuk banyak dari mereka.
"Kita tahu bahwa pasukan Atlantis sedang mempersiapkan serangan besar," kata Athena dengan suara yang tenang, namun dalam, mengingatkan semua orang bahwa risiko yang mereka hadapi lebih besar dari sebelumnya. "Mereka telah mengerahkan pasukan terbaik mereka di bawah pimpinan Jenderal Tertinggi Caldus. Jika kita tidak bergerak cepat, kita akan menjadi sasaran utama mereka."
Kael, yang berdiri di samping Athena, menggenggam pedangnya dengan erat, matanya tajam menatap peta yang terhampar. "Tapi kita tidak bisa hanya bersembunyi. Kita harus menyerang duluan. Kita harus memukul jantung Atlantis sendiri."
Athena menatap Kael dengan pandangan penuh makna. "Aku tahu kau ingin bertarung, Kael. Tapi kita harus lebih cerdas daripada itu. Kita tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik. Kita harus menghancurkan mereka dari dalam—menggunakan informasi yang kita dapatkan dari para ilmuwan yang selamat."
"Dan itu berarti kita harus bergerak cepat," Elora menyela, suaranya penuh semangat. Meskipun baru beberapa bulan bersama Athena, Elora sudah membuktikan dirinya sebagai salah satu pejuang yang paling berani dan cerdas. "Jika kita dapat mengekspos kebohongan mereka tentang genosida ilmuwan di Pulau Mistik, kita dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap Atlantis."
Athena mengangguk. "Kebenaran adalah senjata kita yang paling kuat. Jika kita bisa menunjukkan bahwa Atlantis tidak hanya menghancurkan ilmuwan, tetapi juga rakyat mereka sendiri dengan alasan palsu, kita dapat meruntuhkan kekaisaran mereka. Tetapi itu membutuhkan lebih dari sekedar kata-kata. Kita butuh bukti. Dan kita akan mendapatkannya."
Rencana itu sudah terbentuk, dan meskipun setiap orang yang ada di sana tahu betul bahwa ini adalah permainan yang sangat berbahaya, ada satu hal yang tak bisa disangkal—mereka percaya pada Athena. Mereka percaya pada visi yang dia bawa. Dalam setiap langkah yang Athena ambil, mereka melihat harapan yang lebih besar, jauh lebih besar dari sekadar pertarungan untuk bertahan hidup.
Di luar, matahari mulai terbit, tetapi perasaan di dalam markas revolusi terasa jauh lebih berat daripada biasanya. Di setiap sudut markas, para pejuang bersiap-siap, mengumpulkan persediaan mereka, mengasah senjata, dan mempersiapkan mental untuk menghadapi serangan yang akan datang. Setiap orang tahu bahwa dalam dunia yang hancur ini, tidak ada jaminan siapa yang akan keluar hidup-hidup.
Athena memimpin pasukannya menuju titik pertemuan yang telah ditentukan. Mereka berjalan di antara reruntuhan kota, yang dulunya penuh dengan kehidupan, tetapi kini hanya menjadi sisa-sisa dari dunia yang telah musnah. Para pejuang revolusi berjalan dengan hati-hati, menyadari bahwa meskipun mereka kini bergerak dalam bayang-bayang, mereka juga bergerak menuju masa depan yang penuh ketidakpastian.
Beberapa jam kemudian, mereka tiba di tempat yang dijanjikan—sebuah kompleks bawah tanah yang terkubur jauh di dalam perut bumi. Di sana, mereka bertemu dengan para ilmuwan yang selamat, yang telah mengumpulkan segala informasi tentang Atlantis dan sejarah kelam kekaisaran itu.
Di dalam ruangan yang terletak jauh di bawah tanah, Athena melihat wajah-wajah yang letih dan penuh kecemasan. Para ilmuwan ini telah bersembunyi selama bertahun-tahun, melawan perburuan brutal yang dilakukan oleh pasukan Atlantis. Tetapi meskipun mereka telah menghindari kematian, mereka tidak pernah bisa melupakan kenyataan pahit yang mereka hadapi—bahwa mereka telah dihancurkan oleh mereka yang seharusnya mereka layani.
"Athena," salah seorang ilmuwan yang lebih tua mendekat. Wajahnya kurus, dan tubuhnya tampak rapuh, namun mata tuanya penuh kebijaksanaan. "Kalian datang tepat waktu. Kami telah menemukan sesuatu yang penting. Sesuatu yang bisa mengguncang fondasi Atlantis."
Athena menatap ilmuwan tersebut dengan serius. "Apa itu? Apa yang kalian temukan?"
Ilmuwan itu menarik sebuah peta kuno dari dalam tasnya dan membukanya di atas meja. "Ini adalah lokasi dari sebuah kota tersembunyi, yang dulunya adalah pusat penelitian dari para ilmuwan terbaik Atlantis. Kota ini, yang dikenal sebagai Eldoria, memiliki arsip yang mengungkapkan sejarah sejati Atlantis—termasuk alasan mereka melakukan genosida terhadap kami, serta proyek-proyek rahasia yang mereka lakukan di Pulau Mistik."
Athena merasakan ketegangan yang mendalam. Ini adalah kunci untuk membuka kebenaran yang telah lama disembunyikan. "Jika kita bisa membawa ini ke dunia, maka Atlantis akan hancur," katanya dengan suara yang tegas. "Tapi kita harus bergerak cepat. Kita tidak tahu berapa lama mereka akan memburu kita."
Dengan peta di tangan, Athena dan pasukannya kembali ke markas, mengumpulkan semua informasi yang mereka butuhkan. Ketika malam datang, rencana mereka mulai terbentuk dengan lebih jelas. Mereka akan menyerang pusat kendali Atlantis dengan informasi ini. Mereka akan membawa kebenaran ke dunia luar, dan mereka tidak akan berhenti sampai kekaisaran Atlantis runtuh.
Namun, saat mereka bersiap untuk melaksanakan rencana mereka, kabar buruk datang. Pasukan Atlantis yang dipimpin oleh Jenderal Tertinggi Caldus sudah berada di luar markas revolusi. Ini bukan lagi waktu untuk merencanakan—ini adalah waktu untuk bertempur.
Perang yang Tidak Terhindarkan
Athena berdiri di depan pasukannya, memandang wajah-wajah yang penuh harapan dan ketakutan. "Ingat," katanya dengan suara penuh keyakinan, "apa yang kita perjuangkan lebih besar dari kita semua. Kita bukan hanya berjuang untuk bertahan hidup, kita berjuang untuk masa depan dunia. Kita berjuang untuk kebebasan, untuk kebenaran, dan untuk mereka yang telah mati tanpa suara."
Kael berdiri di sampingnya, mengangguk setuju. "Kita tidak akan mundur, tidak peduli seberapa besar ancaman yang kita hadapi."
Dengan itu, Athena memimpin pasukannya keluar dari markas, siap untuk menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib mereka dan dunia. Pasukan Atlantis telah datang, dan dunia mereka kini akan diuji dalam api pertempuran yang tak terhindarkan.
Malam itu, medan perang akan menjadi saksi dari kebangkitan yang tak terduga dan kekuatan yang tidak akan pernah padam.