Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 05
" Tapi kamu nggak nginep kan Gis?"
" Nggak kok Buk, aku udah bilang sama Bu Hyejin kalau aku harus pulang karena ada Ibu."
Danti mengangguk mengerti, saat ini mereka tengah sarapan bersama. Sudah sejak subuh tadi Danti menyiapkan makanan. Ia tidak ingin Gista pergi bekerja tanpa mengisi perutnya.
Sebenarnya Danti sudah dilarang Gista untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat. Tapi Danti berkata kalau hanya sekedar memasak dia masih bisa. Lagi pula dalam keadaan tubuhnya yang sehat, Danti merasa bosan jika tidak melakukan apapun.
Sebenarnya Danti memiliki ketrampilan menjahit. Namun ketika dia mengalami sakit yang parah beberapa waktu lalu, semua kegiatan menjahitnya pun dihentikan oleh Gista. Gadis itu hanya ingin sang ibu bisa sehat dan tidak perlu memikirkan tentang kebutuhan.
" Terus udah bilang ke Victor dan Ci Friska?"
" Udah Bu, Mami Frisca bilang nggak masalah dan malah seneng karena aku bisa kerja sesuai dengan apa yang aku mau. Lagian Buk, kita nggak bisa ngrepotin Victor dan keluarganya terus. Aku juga berencana buat ngembaliin biaya sekolah di AKPER kemarin ke Mami."
Danti menganggukkan kepalanya cepat, dia tentu sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh putri satu-satunya itu. Meskipun Victor dan keluarganya tulus dalam membantu mereka, namun mereka tidak boleh bergantung. Dan kalau bisa berusaha untuk membalas kebaikan mereka meski harus secara perlahan.
" Ya udah Buk, aku berangkat dulu ya. Ibu inget lho ya, jangan ngerjain hal-hal yang bikin Ibu capek."
Danti tersenyum melihat bagaimana Gista sangat memedulikannya. Terkadang ia merasa sangat bersalah karena saat ini anak gadisnya menjadi tulang punggung dari keluarga ini. Rasa haru bercampur bahagia dirasakan oleh Danti setiap melihat Gista.
" Ibu harap dan Ibu selalu berdoa semoga kamu bisa bertemu dengan pria yang keluarganya baik sayang. Ibu nggak tahu gimana jika nanti Ibu pergi dan kamu masih belum menikah. Semoga kebahagiaan akan menghampiri kamu di masa yang akan datang."
Tes
Air mata Danti luruh melepas Gista yang berangkat kerja. Dia sungguh sangat mencintai sang putri, sampai-sampai dia menyembunyikan rasa sakitnya. Ya, kondisi Danti sebenarnya setiap hari semakin menurun. Tapi dia tidak menceritakan kepada Gista. Dia tidak ingin membuat anaknya itu semakin khawatir.
" Semoga aku masih punya cukup waktu buat lihat Gista nikah nanti. Aaah ya, aku punya ide."
Danti melirik mesin jahitnya. Sesuatu terlintas di pikirannya saat ini dan membuat dirinya bersemangat.
" Mumpung Gista sibuk, aku bisa menyiapkan sesuatu buatnya."
Danti akhirnya tidak mengindahkan peringatan Gista. Bukannya acuh, tapi dia juga butuh bergerak agar tubuhnya tidak terasa lemas. Itu juga bertujuan agar dirinya tidak bosan di rumah.
Di satu sisi Gista yang tengah dalam perjalanan menuju ke kediaman Daneswara, mulutnya tidak henti berdoa. Bohong kalau dia berkata tidak khawatir tentang semua cerita dari Victor tentang tuan muda Daneswara yang merupakan seorang dokter itu. Terlebih tadi sebelum pergi, Gista mampir terlebih dulu ke rumah Victor. Dan lagi-lagi Victor berkata tentang rumor yang beredar.
" Gis, dia tuh kehilangan penglihatan. Temperamennya asli buruk banget. Lo beneran harus hati-hati Gis. Kudu kuat ati and mental."
Seperti itulah pesan dari Victor untuk Gista. Melihat Victor yang begitu khawatir, maka Gista merasa bahwa menghadapi pasien pertamanya ini pasti tidak akan mudah.
" Bismillah, lo harus bisa Gista. Demi Ibu."
Gista mencengkeram erat motornya, ia bertekad kuat akan pekerjaan barunya ini. Dia juga sudah meyakinkan dirinya dan bersumpah tidak akan menyerah.
Gista tidak tahu saja bagaimana perangai sang dokter. Dia mungkin nanti akan menyesali sumpahnya itu.
Tok! Tok! Tok!
" Assalamualaikum."
Tap tap tap
Suara langkah kaki terdengar dati depan pintu. Gista berusaha membenahi pakaiannya. Ia juga memastikan bahwa dirinya sudah mengenakan pakaian yang pantas dan sopan untuk bekerja. Semua itu karena Hyejin berkata padanya untuk menggunakan pakaian santai saja ketika bekerja. Gista tidak perlu mengenakan pakaian layaknya seorang perawat.
Cekleek
" Waalaikumsalam, aah Mbak ini Mbak Gista ya, yang mau jadi perawat Abang Han. Kenalin Mbak, aku Yoona adik Bang Han."
" Oh halo Non Yoona."
" Jangan panggil Non, panggil Yoona aja. Aku lihat dari data pribadi Mbak Gista, aku lebih muda dari Mbak. Aah iya maaf, ayo masuk Mbak. Lalu silakan duduk. Tunggu bentar ya, Eomma lagi ke kamar Abang."
Gista menganggukkan kepalanya. Ia sedikit terkejut tadi, pasalnya Yoona tampak begitu ceria dan mania. Ia juga tidak menyangka sambutan dari keluarga yang sangat jelas terlihat kaya itu begitu hangat.
Tapi meskipun begitu Gista tetap merasa gugup. Terlebih saat ini di depannya ada Hyejin dan seorang pria paruh baya. Dari gesture bisa ia lihat itu pasti suami dari nyonya rumah yang berarti dia adalah tuan ruman di sini.
" Jangan gugup Nak, kami hanya sedikit mau menjelaskan apa yang perlu kamu lakuin. Kata istriku ini adalah pertama kalinya kamu menjadi perawat, tapi kamu selama ini merawat ibumu yang sakit. Apa bener gitu?"
" Iya Pak, betul. Selepas lulus dari AKPER saya belum diberi kesempatan untuk menjadi perawat yang sebenarnya. Saya hanya bekerja di apotek milik keluarga teman saya dan juga merawat ibu. Kebetulan ibu ada sakit bronkitis dan sempat parah."
Sailendra, ayah dari Haneul dan Yoona itu langsung mengerti. Dia sama dengan Hyejin yakni tidak mempermasalahkan pengalaman Gista. Yang terpenting saat ini adalah Haneul bisa memiliki seseorang yang ada di dekatnya.
" Baiklah kalau gitu, kamu bisa langsung bekerja. Tapi aku harap kamu jangan terkejut dengan perangai Haneul."
" Nah Gista, sekarang giliran aku yang akan jelasin semuanya."
Hyejin dan Sai menjelaskan semua tentang Haneul. Mulai dari kondisi Haneul saat ini baik fisik maupun psikis, hingga penyebab tidak betahnya perawat yang selama ini bekerja dengan mereka.
Gista mendengarkan secara seksama, dia tidak ingin melewatkan sekecil apapun informasi tentang pasien yang dia akan rawat.
" Meskipun Han adalah dokter tapi saat ini dia pasien. Jadi Gista, perlakukan dia layaknya seorang pasien."
" Baik Dokter Sailendra, saya akan bekerja dengan sangat baik."
Hyejin dan Sai saling pandang. Mereka memiliki sebuah keyakinan bahwa kali ini perawat yang akan menangani Haneul akan berbeda.
Sikap semangat dan optimis dari Gista membuat energi positif yang beberapa waktu hilang dari rumah itu kini menjadi ada. Hyejin dan Sai tersenyum, mereka berdua sungguh merasa senang dengan sikap Gista itu.
" Selamat bekerja Gista. Kami sungguh senang bekerja sama dengan Anda."
" Terimakasih Pak Dokter dan Bu Hyejin. Saya juga sangat senang bisa bekerja di sini. Mohon bantuannya untuk kedepannya."
TBC
Lanjuut