Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB TIGA LIMA
"Mas, Rayyan!" Tyas mengguncang tubuh menggigil suaminya. Dan jawabannya hanya bergumam sedari tadi.
"Kamu kenapa?" Tyas memeriksa suhu tubuh Rayyan yang semakin tinggi saja.
"Dingin," kata Rayyan, lalu memeluk Tyas yang justru merasakan panasnya tubuh Rayyan.
"Kamu demam, Yan!" Tyas panik, entahlah, setelah dua minggu tinggal bersama di rumah kecil ini, Tyas merasa sudah terikat dengan pemuda badung yang tadinya asing ini.
"Enggak." Rayyan menggeleng, malahan semakin mengeratkan pelukannya. "Besok juga sembuh," lirihnya.
"Panas banget, Mas!" Tyas melepas tangan Rayyan, mendorong paksa karena Tyas perlu meraih ponsel Rayyan.
Beruntung, Rayyan sempat memberi tahu pola ponselnya. Tyas mencari kontak Guntur dan langsung mengirim panggilan.
Tak lama, Guntur mengangkat dengan menyapa ala customer service. "Ada yang bisa saya bantu, Albi Rayyan?"
"Assalamualaikum Mas, Guntur. Ini saya Tyas, saya boleh minta tolong nggak?" Tyas segera menimpalinya karena panik. "Mas Rayyan lagi demam."
📞 "Gue ke sana, Mbak!" Tak butuh waktu lama Guntur mematikan sambungan telepon.
Tyas segera menyiapkan segala sesuatunya, termasuk jaket suaminya. Rayyan sempat menolak pergi karena pemuda badung ini takut pada jarum suntik.
Tak lama pula Guntur dan Aulkafa datang membawa mobilnya, dan mau tak mau Rayyan dibawa ke rumah sakit karena paksaan dari Tyas, Guntur dan Aulkafa.
Rayyan diberikan fasilitas cukup karena Guntur memesan kamar paling bagus untuk sahabat sekaligus saudara tersebut.
Setelah ditangani, Dokter pria itu langsung beri penjelasan keras untuk Tyas, jika Rayyan perlu mengatasi kegiatannya. Karena lelah yang Rayyan alami sudah cukup parah.
Akibatnya sistem pertahanan tubuh Rayyan menurun. Ini pula yang menyebabkan tubuh menjadi lebih rentan terkena berbagai infeksi virus, salah satunya demam tinggi ini.
Terlebih ketika Dokter juga menjelaskan jika ternyata kelelahan sangat berpengaruh terhadap psikis seseorang, bahkan dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah yang mengarah ke jantung.
Dokter itu memberikan informasi tersebut karena Tyas menuturkan banyaknya kegiatan Rayyan dari mulai bangun tidur sampai akan tidur lagi. Mengurus Empang, datang ke kantor, kuliah.
Tyas terus meremas tangannya sendiri, dia takut terjadi apa apa pada Rayyan karena dia sudah pernah kehilangan sang ayah. Yang mana, Tyas tahu kenapa Ridwan menjadi sakit- sakitan akhirnya, itu karena kelelahan.
Pagi harinya, keluarga Rayyan datang berbondong- bondong. Salah satunya keluarga dari pesantren yang tak sengaja mendengar berita sakitnya Rayyan saat Aisha menerima laporan dari Guntur.
Kebetulan Aisha sedang ada di pesantren untuk memberikan kabar. Karena hubungan Rayyan dan Tyas harus dipublikasikan.
Namun, belum sempat disampaikan, Aisha lalu menerima telepon dari Guntur. Dan mereka segera datang karena cemas.
"Rayyan!" Aisha mengusap kepala putranya, sungguh, dia selalu memikirkan anak ini di setiap malam- malamnya. "Ya Allah, bungsu!"
"Tyas mana?" Lihat, saat baru saja tiba, yang Rayyan tanyakan justru Tyas. Bukan kabar atau setidaknya memenangkan hati yang kacau sedari tadi masih di Semarang.
"Tyas mana, Mi?" tanya Rayyan lagi.
Semalam, ketika Rayyan tidur, ia mendengar samar- samar saat Tyas menangisi dirinya sambil tak henti- hentinya berzikir, tapi Rayyan yang masih dalam pengaruh obat, menuruti kantuknya yang memang tak bisa ditahan.
Pagi ini, sedari Rayyan terbangun, Rayyan belum secuil pun melihat istrinya. Makanya pertanyaan pertama yang Rayyan ucapkan pada Aisha hanya keberadaan Tyas.
Guntur datang lalu memberikan selembar kertas dari Tyas. Langkah dan gesture lemah Guntur membuat Rayyan merinding jujur saja.
..."Baru dua minggu, tapi aku menyerah hidup bersama mu, Albi." ...
Kalimat menyakitkan yang Rayyan baca dari secarik kertas putih itu. "Dia prank kan?"
Rayyan terkekeh- kekeh karena dia yakin Tyas takkan tega melakukan ini. Rayyan akui Tyas belum mencintainya, tapi Rayyan yakin Tyas ini wanita yang patuh pada suaminya.
Namun, gelengan kepala Guntur membuat Rayyan akhirnya sadar. Bahwa Tyas memang pergi darinya setelah menulis pesan itu.
Rayyan menghubungi nomor Tyas, dan tak ada satu pun nada sambung karena nomor tersebut sudah tidak aktif. "Tyas!"
Rayyan ingin cari Tyas, tapi Aisha dan King menghalanginya. "Kamu belum sembuh total, Rayyan!" pekik King.
"Rayyan mau cari Tyas!" Rayyan tak kalah memekiknya. Kalau saja ayahnya tahu, rasa yang dia rasakan sama seperti saat ayahnya panik karena ibunya tak pulang- pulang.
"Kamu yakin Tyas mau terima kamu apa adanya, Rayyan?!" Aisha menimpalinya ketus, sungguh, putranya ini semakin berani saja.
"Maksud Mimi?"
"Mimi yakin wanita yang baik tidak akan meninggalkan suaminya dalam keadaan sedang sakit, Rayyan!"
"Bukan berarti Tyas kejam, Mi!"
"Lalu apa?!"
Rayyan tak lagi menyahut karena percuma saja menjelaskan. Sejatinya sang ibunda hanya sedang mencari cela Tyas saja.
Sedari awal Aisha memang tak suka dengan keputusan menikah Rayyan. Salah satunya, karena Aisha belum mengenal baik Tyas, juga belum yakin putranya akan bahagia.
"Rayyan mau cari Tyas!"
Rayyan bangkit tapi saat melihat infus masih menempel di lengannya, segera dia menatap sang perawat yang kebetulan ada di sana.
"Buka, suster!" Teriakan itu membuat sang perawat segera membantunya melepaskan. Dan saat proses itu berjalan, Rayyan melirik ke arah perempuan seumurannya.
Ayra Marwa, wanita yang digadang gadang akan menjadi istrinya. "Ray..." Karena Rayyan melirik akhirnya Ayra berani menyapa.
Akan tetapi, Rayyan justru terkekeh dengan wajah sinis yang dia punya. "Kamu tahu aku sudah menikah?" tanyanya.
"Tahu." Ayra mengangguk.
"Terus ngapain masih nggak tahu malu datang ke tempat suami orang?" Rayyan kembali menyambar dengan kata pedas.
"Ray, yang sopan!" Aisha menegur.
Ayra datang ke sini hanya untuk membesuk Rayyan, tidak untuk macam- macam. Lagi pula, Ayra sudah bisa menerima kalau Rayyan sudah menikah.
Setelah selesai dicabut infus, Rayyan bangkit untuk keluar. "Cabut!" ajaknya pada Guntur dan Aulkafa yang keheranan.
"Ke mana?"
Aulkafa hanya ingin mengingatkan pada Rayyan, jika dia masih belum sembuh total, bahkan wajahnya masih merah karena demamnya masih cukup tinggi.
"Cari Tyas!"
"Lu yakin Tyas nggak ikut yoga?"
"Aul!" Guntur menegur, bisa bisanya bertanya yoga lagi dan lagi. Sedang Aulkafa hanya tertawa cekikikan.
"Bercanda Gun biar nggak tegang!"
Tak ada yang bisa menghentikan ketiga pemuda itu, karena King yakin putranya takkan bisa dicegah sebelum berhasil mendapatkan apa yang dia mau.
Kepada mobil sport hitam beratap itu, mereka masuk secara bersamaan. Dan seperti biasa, Guntur yang menyetir sedang Aulkafa duduk di jok penumpang depan.
"Kita cari ke Semarang, ke rumahnya!" Rayyan berikan usulnya.
"Ok!" Guntur setuju. Dan Aulkafa manggut- manggut kemudian. "Semoga nggak keduluan penghuni tong sampah."
"Siapa?" tanya Guntur.
"Ervan lah, saha deui?!"
"Ngebut!" titah Rayyan.
itu kata om opik
itu juga yg ak alami
skrg tertawa
bebrapayjam lagi cemberut
lalu g Lma pasti nangis