Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Ia hidup menyedihkan dalam kemiskinan bersama sepasang anak kembarnya, padahal ayah dari anak-anaknya adalah orang terkaya di kotanya.
Semua bermula dari suatu malam yang nahas. Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16
"Baiklah, ayo kita ke sana, kau boleh memilih menu apapun yang kau suka."
Evan meraih tubuh kecil Sky dan membawa ke dalam gendongannya menuju sebuah etalase khusus. Sejenak Sky membeku, tangannya melingkar erat di bahu Evan. Sky merasakan kehangatan yang berbeda saat menyesap aroma tubuh paman yang baginya sangat ramah itu.
"Kau mau yang itu?" Evan menunjuk wadah berisi roti isi daging seperti yang dibawa pulang Star kemarin.
Sky menjawab dengan anggukan kepala dan Evan memberi kode kepada seorang karyawan untuk membungkusnya.
"Tolong bungkus yang itu, semuanya," perintahnya kepada seorang pelayan.
"Baik, Tuan."
Kelembutan Evan terhadap Sky membuat semua mata tertuju padanya. Apalagi beberapa orang karyawan kafe yang sempat menghina dan memarahi Sky tadi. Mereka tampak saling berbisik satu sama lain, sedangkan Eliya hanya menatap tanpa berani mengeluarkan suara.
"Kau mau yang mana lagi, Nak? Pilihlah apapun yang kau inginkan."
Sky menunjuk beberapa menu yang disukai adiknya, walaupun tampak masih sedikit malu-malu. Ia bahkan melirik beberapa orang yang tadi memarahinya dan menunduk setelahnya.
"Dengar semua, lain kali kalau anak ini kemari, berikan apapun yang dia inginkan. Kalau ada yang berani memarahinya, maka aku akan memecatnya. Kalian mengerti?" Evan menatap karyawan yang ada di sana satu-persatu.
"Baik, Tuan!" jawab mereka bersamaan.
_
_
_
Senyum cerah tak pernah memudar dari wajah Sky sejak beberapa menit lalu. Menyesap aroma roti yang menguar dari paper bag di pangkuannya sambil membayangkan seperti apa reaksi adiknya jika dibawakan makanan kesukaannya. Star pasti akan sangat senang. Ia jadi tidak sabar untuk segera tiba di rumah.
Sky melirik paman baik hati yang duduk di sebelahnya. Kini ia sedang dalam perjalanan pulang dengan diantar Evan. Setelah beberapa kali menolak dengan berbagai alasan, karena tahu mommy-nya tidak suka kedatangan orang asing ke rumah mereka. Tetapi Evan juga memiliki banyak alasan untuk mengantarnya pulang, salah satunya ingin menjenguk dan mengobati Star. Alasan itulah yang akhirnya meluluhkan Sky. Paman Evan adalah seorang dokter dan ia dapat menyembuhkan adiknya.
“Paman ...”
“Iya ...”
“Apa mobil ini milik Paman?” Perhatian Sky akhirnya teralihkan pada bagian dalam mobil, terutama tempat duduknya yang begitu nyaman. Pikiran polosnya mulai membandingkan dengan saat menumpang bus yang kursinya tidak nyaman dan harus berdesakan dengan penumpang lain.
“Iya, Nak. Kenapa?”
“Wow ... Mobilnya keren sekali, bersih dan wangi," ucap Sky penuh semangat. "Aku juga pernah naik bus bersama mommy, tapi bus-nya tidak sebagus ini.”
Evan tertawa kecil, tangannya mengulur mengusap kepala Sky. “Kau dan mommy-mu mau ke mana naik bus?”
“Ke tempat mommy bekerja. Mommy akan mengantarkan pakaian ke tempatnya bekerja setelah selesai dijahit. Tapi bos-nya mommy itu galak dan aku tidak suka. Aku pernah mendengarnya memarahi mommy saat melakukan kesalahan.”
“Kau sangat sayang mommy-mu?”
“Aku sayang mommy. Kalau besar nanti, aku akan bekerja. Jadi mommy tidak usah bekerja lagi. Aku akan mencari uang yang banyak untuk mommy dan Star.”
Lagi-lagi ucapan polos Sky membuat dadanya terasa teriris.
“Kau akan bekerja di mana?”
“Di pabrik roti.”
Evan terkekeh. “Kenapa di pabrik roti?”
“Supaya Star bisa makan roti setiap hari,” jawab Sky dengan polosnya. Sebuah alasan sederhana yang membuat Evan ingin menangis saat mendengarnya.
“Oh ya ... Tadi kau bilang Daddy-mu adalah orang yang sangat kaya. Jika suatu hari kau bertemu dengannya, apa kau akan senang?”
“Tentu saja, Paman. Aku juga mau punya Daddy seperti Murad dan Ozkan."
Sky teringat semua tetangga seusianya yang memiliki seorang ayah. Mereka sangat bahagia dan itu membuat Sky terkadang iri. Salah satu temannya, Ozkan, juga memiliki banyak mainan, sedangkan Sky tidak punya mainan satu pun. Suatu hari, ia pernah ingin meminjam dari Ozkan dan Murad, tetapi mereka sama sekali tidak mau meminjamkan. Sehingga Sky hanya dapat melihat mereka bermain dari jendela rumah.
Sky juga menceritakan segalanya kepada Evan. Tentang bagaimana para tetangga memperlakukan mereka dan mommy-nya diam-diam selalu menangis di malam hari.
"Aku sangat merindukan daddy, setiap hari aku berdoa pada Tuhan untuk membawa daddy pulang. Kalau bertemu dengan daddy nanti, aku akan minta dibelikan mainan tank perang seperti punya Ozkan."
"Daddymu pasti akan membelikan mainan yang banyak."
"Tapi ... mommy bilang pada Nenek Laura ...”
Ucapan Sky menggantung. Ia terdiam beberapa saat hingga kelopak matanya mengerjap bersamaan dengan air mata yang menetes.
“Mommy-mu bilang apa pada Nenek Laura?”
“Mommy bilang daddy tidak menginginkan kami. Daddy sangat membenci mommy dan selalu menghinanya. Mommy juga bilang ... kalau pun daddy tahu ada aku dan Star ... daddy tidak akan peduli. Daddy akan membuang kami.”
Bagai ditikam belati, rasanya Evan tak sanggup menanggung rasa sakit yang teramat. Teringat semua tuduhan kejam yang pernah ia ucapkan pada Hanna.
Tidak, Nak! Aku menginginkan kalian. Sangat! Maafkan aku!
_
_
_
_
Sejak siang tadi, Hanna merawat Star dengan mengompres menggunakan handuk kecil, guna menurunkan panasnya. Namun, hingga menjelang sore tubuh Star masih terasa hangat. Bahkan wajah gadis kecil itu semakin memucat dan bibirnya terlihat kering. Napasnya menjadi lebih pendek yang menandakan ia mulai sesak, dan inilah yang ditakutkan Hanna.
"Star ... Bangun, Sayang ... Buka matamu," lirih Hanna mengecup wajahnya.
Isak tangis mulai terdengar. Hanna tak tahu lagi harus berbuat apa. Sky juga menghilang sejak beberapa jam lalu tanpa sepengetahuannya.
Tak berselang lama, terdengarlah suara pintu diketuk.
Hanna mengusap air mata yang mengalir di wajahnya, lalu kemudian berjalan menuju pintu dan membukanya.
Cairan bening itu lolos lagi, ketika menatap seseorang yang berada di ambang pintu dengan menggendong putranya.
*****
kalo zian dah hbs tu ayael