Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
"Kenapa natap aku kayak gitu hm?"
Suara rendah Decklan yang terkesan dingin membuat Chaby cepat-cepat membuang mukanya ke arah lain. Decklan menatapnya dalam. Ia baru sadar gaya bahasa yang dipakainya tidak seperti biasanya dan nada bicaranya pun lembut. Tanpa sadar kedua tangannya terangkat menangkup pipi gadis itu menghadapnya hingga membuat sih gadis berwajah manis itu mau tak mau membalas tatapannya. Decklan tersenyum tipis melihat wajah polos itu. Baru saja ia akan mengatakan sesuatu tapi tidak jadi karena seseorang tiba-tiba mengetuk-ngetuk kuat pintu toilet yang tadi dikunci olehnya.
"Kak, bukain pintunya!" terdengar seseorang memanggil dari luar sambil terus menggedor-gedor pintu toilet itu.
Decklan mengerang kesal, ia tahu siapa itu. Memangnya tidak bisa apa dia mengetuk pelan-pelan. Kedua orang yang berada didalam itu sama-sama mengenal suara cempreng Pika. Tak butuh waktu lama bagi Decklan untuk berjalan mundur ke arah pintu dan membukanya, membiarkan adiknya yang selalu heboh kemana-mana itu masuk.
"Urusan lo sekarang." katanya pendek menatap Pika. Ia sekali lagi melirik Chaby singkat sebelum keluar dari situ.
Pika menatap kepergian kakaknya dengan wajah cengo beberapa saat, setelah itu ia cepat-cepat berjalan mendekati Chaby.
"Sorry-sorry By, gue lupa. Abisnya kakak gue aneh banget." seru Pika ke Chaby yang sekarang balik menatapnya dengan wajah bingung.
"Gimana mata lo, masih perih? tanyanya.
Chaby menggeleng.
"Ya udah kalo gitu, sekarang ganti baju lo sama ini."
Pika menyodorkan sepasang pakaian olahraga kedepan Chaby.
Chaby melihat pakaian itu dan berpikir, pakaian itu terlihat sangat besar jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang mungil. Ia ingin bertanya itu baju punya siapa tapi Pika cepat-cepat mendorongnya kedalam bilik, mau tak mau gadis itu hanya mengikuti kata temannya itu. Seragamnya sudah basah dan bau jadi lebih baik ia ganti saja, daripada seluruh tubuhnya lengket.
***
Ditempat lain, dahi Decklan berkerut samar. Kemana pakaian olahraganya? Ia ingat sekali sudah menaruhnya di lokernya tadi pagi. Siapa yang ambil, apalagi ini jam pelajaran olahraga mereka, batinnya geram.
"Lo nggak ganti baju?" tanya Andra menatap Decklan. Ia bingung melihat pria itu yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya.
"Baju gue hilang." balasnya langsung. Saat ini hanya ada mereka berdua diruang ganti. Bara ijin pulang karena harus menemani mamanya periksa kesehatan. Teman-teman sekelas yang lain sudah ke lapangan.
"Kok bisa hilang?" tanya Andra ikutan heran. Decklan mengangkat bahunya acuh tak acuh, ia juga tidak tahu. Mereka berdua sama-sama berpikir, tiba-tiba pikiran mereka teralihkan dengan dua gadis yang mereka kenal yang baru saja berjalan melewati ruangan itu. Pintu ruangan itu terbuka lebar jadi mereka bisa melihat jelas siapa saja yang lewat situ.
Alis Decklan terangkat. Pandangannya berhenti ke Chaby dan fokus pada pakaian olahraga yang dipakai gadis itu. Pakaian itu terlihat kebesaran ditubuh mungilnya, gadis itu juga menggulung bagian ujung lengan baju dan celana yang dipakainya karena kepanjangan dibadannya.
Decklan bisa mendengar suara gelak tawa Andra yang berdiri disebelahnya karena merasa lucu. Pandangannya berpindah ke Pika. Pasti gadis itu, siapa lagi coba. Mereka menghampiri dua gadis itu dengan Decklan yang terus menatap Pika tajam.
"Lo ambil baju gue buat dia pake?" tanyanya dengan dagu menunjuk ke Chaby.
Pika mengangguk mengiyakan dengan wajah polosnya.
"Kan tadi kakak sendiri yang kasih perintah ambilin baju ganti, ya aku ambil." ucapnya polos.
Decklan menutup matanya menahan kesal. Ia ingin sekali membentak adiknya itu tapi ditahannya.
"Jadi ini bajunya kak Decklan?" giliran Chaby yang bertanya ke Pika setengah berbisik. Pika menjawab pertanyaan itu dengan cengengesan. Chaby mendesah pelan, pantes gede banget ucapnya dalam hati.
"Jadi gimana lo masuk kelasnya? Baju lo udah di badannya dia." mereka mendengar Andra bertanya dengan pandangan melirik Decklan.
Decklan tidak menjawab, ia malah melirik Chaby yang balas menatapnya dengan ekspresi tidak enak karena sudah memakai seragamnya.
"Ya udah bolos aja, kakak kan emang sering nggak masuk kelas." kata Pika memberi pendapat. Membuat Decklan lagi-lagi menatapnya tajam. Sesaat kemudian ia berjalan keluar dari bilik itu tanpa sepatah katapun. Pika mencebik melihat kepergian pria itu.
"Dasar aneh." umpatnya terus menatap Decklan yang hampir menghilang dari pandangan mereka. Andra yang masih berada disitu mau tak mau harus masuk kelas sendirian. Ia pamit pada Chaby dan Pika lalu berbalik pergi.
***
"Gimana kalo kak Decklan marah sama aku?"
"Aku ganti baju aja deh ya? Aku takut ngadepin kak Decklan. Pik...Pikaa..."
Rengek Chaby menggoyang-goyang badan Pika.
Pika tidak merespon sedikitpun perkataan gadis itu dan pura-pura fokus menulis. Ia merasa Chaby terlalu penakut, malah sekarang pas pelajarannya pak Yuda lagi, guru paling killer berkepala botak itu. Jadi biar aman, ia lebih baik tidak merespon apapun semua perkataan Chaby.
"Pika... gi..gimana dong?"
Chaby masih terus merengek.
"CHABY!"
Gadis cepat-cepat menunduk saat mendengar namanya dipanggil. Ia baru sadar ternyata yang ngajar hari ini adalah pak Yuda sih guru killer. Pantas saja Pika tidak merespon daritadi. Gadis itu merutuki kebodohannya sendiri.
"Kamu tuh dari tadi saya lihat tidak pernah fokus sama pelajaran saya, sekarang kamu keluar, tidak usah ikut pelajaran saya hari ini." tukas pak Yuda tegas.
Mata Chaby membulat besar, perasaan kesalahannya tidak fatal sampai harus dikeluarkan dari kelas.
"T..tapi pak," ia menatap pak Yuda berharap guru itu membatalkan perkataannya tadi.
"Tidak ada tapi-tapi, mau saya tambah hukumannya?" seru pak Yuda lagi sarkas, mau tak mau Chaby menurut. Ia melirik Pika sesaat, gadis itu malah menyengir menatapnya. Dasar tidak setia kawan.
Chaby memperlihatkan wajah cemberutnya ke gadis itu lalu berdiri keluar dari kelas, beberapa teman sekelasnya khususnya para siswi malah tampak senang melihatnya dikeluarkan.
😭😭😭😭😭😭