Seorang pria muda bernama Adin Ahmad, ia lahir ditengah-tengah keluarga yang memprioritaskan dirinya menekuni ilmu agama, setelah ia menamatkan pendidikan s1 nya di bidang ilmu agama islam, kini ia berusaha menggapai s2 nya, jurusan ilmu sejarah islam, dan lika liku perjalanannya dimulai ketika ia hijrah dari Kota Serang ke Kota Tangerang. Awalnya ia ingin mengembangkan bisnis lalu melanjutkan pendidikan s2 nya dengan tenang.
Banyak wanita-wanita cantik di sekelilingnya yang tertarik padanya, baik dari ketampanannya maupun dari kejeniusannya. Salah satunya Syifa Fauziyah.
"Benarkah Ustadz Muda ini yang telah mencuri hatinya Syifa?"
"Terus kapan waktu terjadi pencuriannya itu?"
"Lantas kenapa Syifa tidak berteriak ketika hatinya di curi?"
"Apakah dia sengaja mebiarkan agar hatinya di curi dan diambil oleh Ustadz Muda ini?"
" Ayo mari kita simak kisahnya, semoga para sahabat terhibur !!"
"Tolong jangan sampai lupa!"
"Like, komen, share, dan subscribe"
"Kami nantikan dari anda!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aby Arsyil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Curahan Hati Syifa
Setelah dokter Sadia Putri memberikan suntikan dan vitamin pada Syifa yang sedang terbujur lemah, dia memberikan beberapa butir pil penambah darah, antibiotik, vitamin dan lainnya untuk diminumkan kepada pasiennya agar kondisinya cepat lekas pulih kembali. Sementara kini Syifa tertidur dengan pulasnya, wajahnya sudah tidak terlihat pucat lagi seperti tadi dan nafasnya pun sudah teratur kembali. Tapi tubuhnya masih terlihat lemah. Sang dokter menyarankan kepada mereka berdua. "Biarkan saja dulu dia beristirahat dengan tenang dan jangan sampai terganggu! Setelah dia bangun nanti berikanlah obat ini sesuai dosis anjuran. Soal penyakitnya Kalian jangan panik lagi dan harus tetap tenang!" Ujar dokter Sadia Putri kalem.
"Tetap saja kami belum bisa merasa tenang dok? Ini masalah yang serius, kami sebagai orang tua mana bisa tenang, sementara putri kami masih terbaring lemah dan kata dokter tadi putri kami telah terserang penyakit TBC! Apakah masih bisa disembuhkan dok?" Ibunya Syifa sangat panik sekali karena dia hanya punya satu-satunya anak dan sekarang anaknya itu sedang menderita sakit begini. Ibu mana yang akan tega melihat anaknya jatuh sakit, apalagi kondisinya sangat mengkhawatirkan.
"Tolong lah dok, berapapun biayanya akan kami keluarkan demi kesembuhan dan kesehatan putri kami dok?" Pinta suami-istri itu memohon sama dokter Sadia Putri. Namun sang dokter hanya bisa geleng-gelengkan kepalannya saja sambil tersenyum kecut karena dia memang merasa bersalah tidak menjelaskan bahwa penyakit TBC disini yang dialami oleh Syifa Fauzyiah bukanlah TBC yang dimaksud dengan Tuberculosis.
"Mari kita keluar dulu dari ruangan ini, kita tidak boleh mengganggunya dengan suara-suara berisik kita dan biarkan dia istirahat dulu dengan tenang!" Sambil melangkahkan kakinya dokter Sadia putri mengajak kedua suami istri itu untuk keluar dari kamarnya Syifa lalu ia menyambungkan lagi katanya. "Bapak Haji dan IBu Hajah saya harap kalian berdua bisa tenang dan dengarkanlah penjelasan dari saya dan tolong jangan dipotong dulu apa yang saya ucapan! Sebenarnya penyakit yang diderita putri kalian bukanlah TBC yang dimaksud dengan Tuberculosis yang menyerang paru-paru dan organ dalam lainnya. TBC yang diderita anak kalian adalah Tekanan Batin Cinta. "Haaaaaaah!" Seru keduanya kaget dan seolah tidak percaya dengan ucapan dokter Sadia putri. Mereka ingin mengajukan pertanyaan lagi tapi dokter Sadia mengangkat tangannya meminta mereka supaya diam dan dokter Sadia Putri pun melanjutkan kata-katanya lagi. "Putri kalian mencintai seseorang dan entah siapa orang yang dicintainya itu yang pastinya orang itu telah dianggap sangat penting dalam hidupnya namun ia tidak berani untuk mengungkapkannya, dia menyimpan perasaan cintanya begitu sangat dalam sampai-sampai ia kurang memperhatikan kesehatannya sendiri sehingga terjadi lah seperti ini. Jadi sekarang kusarankan kepada kalian agar kalian tetap tenang dan jangan panik lagi juga biarkanlah dia istirahat dulu sendirian jangan diganggu agar kondisinya cepat membaik. Cukup kalian pantau saja dan setelah ia bangun nanti jangan lupa suruh minumlah obat yang kuberikan tadi tapi sebelumnya suruh ia makan nasi dulu sebagai pengganjal perutnya agar jangan sampai kosong. Baiklah sekarang waktunya saya pamit dulu karena masih banyak kerjaan yang harus dilakukan! Kalau kondisinya sudah cukup baik dan memungkinkan ajaklah dia bicara cobalah cari tahu siapa orang yang sangat dicintainya itu tapi jangan sampai anda menekannya, karena sebenarnya yang dia dibutuhkan saat ini adalah teman yang bisa di ajak berbagi. Baiklah saya mohon diri." Dokter Sadia Putri pamit kepada mereka karena masih banyak pasien yang menantinya untuk segera diperiksa. "Terima kasih banyak dokter! Mari silahkan kami antar sampai didepan!" Ajak orang tua Syifa. "Terima kasih, Mari!" Sambut sang dokter.
* * * * * * * * * * * * * * * *
Tiga hari berlalu tanpa terasa namun kejadian malam itu masih tetap dirasa dan bagai membekas dihati para jama'ah yang mendengarkan tausiyahnya Sang Ustadz. Banyak ilmu yang didapat, banyak juga kata-kata yang bermanfaat. Tanpa sadar mereka terus memuji-muji kecakapan dan kelihaian Sang Ustadz dan diam-diam mereka mengidolakan Ustadz Muda itu didalam hatinya. Bukan satu atau dua tapi sebagian besar para wanita muda pun mengidam-idamkan serta menginginkan Sang Ustadz untuk dirinya.
*Di Kediaman Syifa Fauziyah.
Di malam itu sinar sang bulan begitu terangnya seakan-akan mampu menerangi seluruh alam. Syifa Fauziyah sedang duduk sendirian didalam kamarnya di dekat jendela yang masih terbuka lebar sambil menikmati indahnya pancaran cahaya sang rembulan yang jauh disana. Dia berkata pada dirinya sendiri dihadapan indahnya sang rembulan yang ditaburi oleh berjuta-juta bintang dilangit malam yang hitam kelam.
"Sang bulan apakah kau tahu tentang perasaanku? Perasaan yang tiba-tiba hadir dan mengisi di relung-relung jiwaku. Kini perasaan itu kian tumbuh seiring dengan berlalunya waktu. Ku pupuk dan ku siram rasa itu disetiap hari dengan air cintaku yang suci lagi murni dan kini rasa itu semakin tumbuh dan tumbuh kian subur dan bertambah besar, bahkan sudah berbunga dan merekah dengan indahnya,
berwarna warni menyinari sudut-sudut terdalam dihati, membawa hembusan angin semerbak bak aroma surgawi yang menyejukkan hati. Aku tidak takut bunga itu dipetik olehnya namun yang paling ku takutkan adalah bunga itu akan layu dan terjatuh dengan sendirinya hingga diapun tak Sudi lagi memandang apalagi menyentuh bunga yang telah layu itu.
Sang bulan bisakah kau mengirimkan pesanku padanya? Pesan rindu dan sayang yang ku khususkan untuknya juga ada pesan cinta yang amat menggelora dari dalam dada, seperti geloranya badai ombak yang berhambur ditengah-tengahnya samudra.
Sang bulan tahu kah engkau saat ini aku bagai tersulut oleh api asmara? Api yang amat ganas yang bisa meleburkan seluruh jiwa raga dan betapa naifnya aku meski tahu terbakar tapi aku tetap rela bahkan terlena untuk menikmati panasnya itu."
Tiba-tiba ada tangan halus yang menyentuh pundaknya disertai dengan teguran halus penuh kasih dari sosok wanita paruh baya yang bernam Maysaroh Amalia yang terdengar di telinga Syifa Fauziyah dan berhasil membuyarkan lamunannya. Ya dialah ibunya Syifa yang selalu memperhatikan kelakuan putrinya yang akhir-akhir suka menyendiri.
"Nak, sudah larut malam kenapa belum tidur? Tutup jendela juga masih terbuka, tidak baik loh seorang wanita melamun sendirian di tengah malam! Coba kasih tau ibu siapa orang yang membuatmu begini?"
"Ah, ibu Syifa cuma lagi pengen liat bulan doang kok, Nggak lagi ngelamun! Liat wajah Syifa nggak terlihat seperti melamun kan, kan?" Kata Syifa dengan menunjukkan senyum manisnya mencoba mengelak dari tuduhan itu dan berusaha menghindari pertanyaan dari ibunya. Sedangkan ibunya hanya bisa gelengkan kepalanya sambil berucap.
"Ibu tahu kamu fah! Ibu juga pernah muda sepertimu dan ibu juga pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta itu. Kamu tidak bisa membohongi ibu fah! Bolehkah ibu tahu siapa orang yang berani mencuri hati anak gadisnya H. Syukri Mashuri biar ku nikahkan saja sekalian?" Goda ibunya sambil memeluk anak gadisnya.
"Ah ibu...!" Jawab Syifa malu-malu hingga mukanya merah merona.
Percakapan antara anak dan ibu itu berlanjut hingga larut malam. Mau tak mau Syifa mencurahkan semua isi hatinya pada sang ibu setelah mendengarkan nasihat-nasihat penuh makna dari ibunya. Syifa juga menyebutkan satu nama yang selama ini tersimpan dan terbingkai rapih didalam ruang jiwanya. Setelah menceritakan semua unek-unek yang ada di hatinya pada sang ibu yang menjadi teman curhatnya kini akhirnya Syifa Fauziyah tertidur dengan pulasnya di pangkuan sang ibu dengan tenang dan merasa aman, bahkan terlihat seulas senyuman yang menghiasi diwajah cantiknya.