Setelah patah hati, untuk pertama kalinya Rilly mendatangi sebuah club malam. Siapa sangka di sana adalah awal mula hidupnya jadi berubah total.
Rilly adalah seorang nona muda di keluarga Aditama, namun dia ditawan oleh seorang Mafia hanya karena salah paham, hanya karena Rilly menerima sebuah syal berwarna merah pemberian wanita asing di club malam tersebut.
"Ternyata kamu sudah sadar Cathlen," ucap seorang pria asing dengan bibir tersenyum miring.
"Siapa Cathlen? aku Rilly! Rilly Aditama!!" bantah gadis itu dengan suara yang tinggi, namun tubuhnya gemetar melihat semua tatto di tubuh pria tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TSM Bab 26 - Pelampiiasan Amarah
Ehem! Frans berdehem untuk memecah kecanggungan yang terjadi diantara mereka setelah Rilly mengetahui tentang rahasia ini.
Entah kenapa, Frans mendadak kikuk, mendadak hilang semua kekuatannya ketika berhadapan dengan Sang Nona muda. Tak bisa dipungkiri bahwa sekarang yang sedang dihadapi oleh Frans bukanlah Cathlen si wanita murahan, melainkan Rilly Aditama.
Apalagi perempuan itu begitu sombong, membuatnya tak bisa bersikap semuanya lagi.
"Apa? masih mau memanggil ku Cathlen lagi? boddoh!" geram Rilly, karena dia tidak bisa melampiaskan semua kekesalannya kepada Liam, maka Rilly luapkan saja semuanya pada Frans.
Tidak, bukan hanya pada Frans, tapi juga semua anggota Black Venom yang lain.
"Jaga bicara mu_"
"Apa? HAH! Jaga bicara Ku?!" bentak Rilly sampai memotong ucapan Frans.
"Jangan membuat ku marah lagi ya Frans, kalian semua itu pengecut! mengirim seorang wanita ke markas musuh! haha lucu sekali!"
"Rilly." Liam mulai bersuara, membuat tawa Rilly seketika mereda.
Liam juga bangkit dari duduknya dan menghampiri, dia duduk di samping Rilly.
"Sebelum memakai topeng ini, cuci dulu wajah mu hingga bersih. Topeng ini bisa bertahan 3 hari, hanya akan terasa seperti masker wajah. Tiap pergantian topeng, aku akan menemui kamu," ucap Liam. Bicaranya begitu lembut, seolah jadi penengah diantara perselisihan Rilly dan Frans.
Frans sendiri bahkan heran, sejak kapan boss nya itu bicara lembut seperti itu.
Sementara Rilly yang masih kesal tak peduli pada suara Liam, tetap saja di telinganya terasa menyebalkan.
"Sekarang saja aku pergi ke rumah kontrakan itu, aku malas tinggal disini," ucap Rilly, namanya wanita kalau marah ya seperti itu, tak peduli sekuat apa kekuatan hati dan fisiknya.
"Kalau begitu mulai bersiaplah, tidak usah bawa baju, di sana sudah siap semua perlengkapan mu," balas Liam pula. Sedikit pun tidak menolak keinginan Rilly.
"Frans akan mengantar mu," tambah Liam.
Mendengar itu Rilly pun langsung menatap Frans dengan tatapan tajam.
"Kenapa melihat ku seperti itu?!" kesal Frans.
"Kenapa? Tidak suka! HAH?" bentak Rilly.
"Frans ... jangan buat dia marah," titah Liam pula, dia sudah cukup pusing menghadapi ini semua. Liam butuh ketenangan, karena itu pula lah dia langsung setuju saat Rilly berniat pergi lebih cepat.
Itu justru lebih bagus.
"Astaga!" balas Frans, sumpah dia tidak menyangka akan mendapatkan perintah seperti itu dari sang Tuan.
Padahal selama ini dia adalah tangan kanan, tapi mendadak seolah statusnya sekarang berada di bawah Rilly.
"Bawa kotak itu! aku malas membawanya!!" kesal Rilly, bicara pada Frans. Dia bahkan bangkit lebih dulu dan segera keluar, bertindak layaknya Nona Muda dan Frans adalah bawahannya.
"Astaga Tuan, lihat lah wanita itu! dia kurang ajar," adu Frans.
"Pergi lah," balas Liam acuh, dia juga berdiri dan segera kembali ke meja kerjanya.
Frans menganga, tak menyangka, sungguh tidak menyangka. akhirnya dengan terpaksa dia membawa kotak itu untuk keluar. Mengikuti langkah Rilly menuju kamar wanita itu.
"DANSEL!!" pekik Rilly, dia tau pria itu telah kembali ke markas bersama Frans tadi.
Dansel yang merasa namanya dipanggil pun langsung mendatangi sumber suara. Dia tahu suara itu milik Rilly/Cathlen.
"Aku akan pergi ke rumah kontrakan sekarang juga tapi sebelum pergi Aku ingin makan, jadi buatkan makanan untuk ku!" titah Rilly semaunya.
"Hya! kenapa menyuruh ku!" kesal Dansel.
"Kenapa? tanyakan saja pada pria boddoh itu!" balas Rilly, menunjuk Frans dengan tatapan matanya yang tajam.
Frans tergugu, sementara Dansel jadi tercengang tak tau jika dia jadi pelampiiasan amarah.