Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jam Makan Siang
Waktu sudah menunjukan pukul 12 siang. Di sebuah, lorong, nampak seorang pemuda duduk sendirian sembari menikmati bekal yang dia bawa. Pemuda itu nampak begitu lahap, menikmati hidangan yang dia bawa dari rumah.
Namun ketenangan pemuda itu terusik, kala dirinya menyadari ada orang lain yang berdiri tepat di hadapannya. Bahkan orang itu dengan sengaja menendang bekal si pemuda hingga tumpah.
Pemuda itu mendongak, tapi tidak melakukan apapun dan hanya bisa menahan amarah dalam benaknya.
"Apa! Mau melawan!" ujar pria bertubuh kekar sinis. Dia lalu menyeringai dan menekuk salah satu kakinya. "Sekarang, Erik sudah berhasil saya singkiran. Sebentar lagi, giliran kamu yang akan aku buat tidak betah bekerja di kantor ini. Kamu siap bukan?"
Pemuda itu tetal terdiam. Sama sekali tidak ingin menanggapi tiga orang rekan kerjanya, yang gemar mengganggu.
Setelah memberi ancaman, pria bertubuh kekar itu segera pergi bersama dua rekannya sambil terbahak bersama-sama.
Pemuda yang biasa dipanggil Jojo, hanya bisa mendengus kesal. Namun, saat itu juga, dia jadi teringat Erik karena anak itu tidak ada kabar sama sekali sampai siang ini.
"Apa mungkin, Erik beneran mencuri jam tangan itu?" Jojo bergumam, lalu dia menatap bekalnya yang berserakan di lantai. Jojo menghela nafas panjang kemudian dia segera membersihkan tempat itu.
"Kamu nggak apa-apa?"
Jojo yang sedang membersihkan makanan sontak mendongak, begitu mendengar ada yang bertanya kepadanya. Anak muda itu tersenyum.
"Sudah biasa diginiin, kan," ucap Jojo pada rekan satu profesinya. "Kamu kesini mencari Erik?"
Orang itu malah terperanjat dan nampak salah tingkah. Dia segera turun tangan membantu Jojo. "Tidak," bantahnya. "Aku tadi kebetulan lewat aja."
Jojo mencibir. "Kalau beneran mencari Erik juga nggak apa-apa. Kamu takut, aku cemburu?"
Orang itu malah tersenyum lebar. "Orang udah ngomong jujur. Lagian kan, tadi aku lihat, Erik pergi bersama Tuan besar dan Tuan Alex."
"Iya juga ya?" Jojo pun malah tertawa.
"Apa benar, Erik mencuri, Jo?" sosok itu bertanya sembari duduk di lantai dan bersandar pada dinding.
"Menurutmu?" bukannya menjawab, Jojo malah melempar pertanyaan sembari memunguti sisa makanan yang berserakan di lantai.
"Aku sih tidak percaya. Soalnya tadi pagi, aku perhatikan, Erik langsung ke ruangan Tuan besar, setelah sia ganti seragam."
"Cie.. yang diam-diam memperhatikan?" ledek Jojo sampai lawan bicaranya kembali salah tingkah. "Kalau suka tuh bilang, Naura. Tidak perlu dipendam gitu."
"Tahu ah, orang lagi bahas apa, kamu malah melenceng kemana-kama," sosok Naura merasa kesal. "Lagian aku juga tahu, Erik udah punya cewek."
"Ceilahh, udah kaya detektif aja nih," Jojo semakin semangat meledek wanita itu. "Berarti kamu tahu juga dong kalau semalam Erik udah putus?"
"Hah! Putus lagi?" Naura malah terkejut.
Kening Jojo malah berkerut. "Kamu tahu, Erik punya pacar lagi? Astaga!," Jojo sampai geleng-geleng kepala.
"Hanya kebetulan tahu, Jo. Jangan salah paham," kilah Naura.
"Hahaha... padahal kan, Erik termasuk baru kerja di sini, kok kamu bisa tahu ya, Nau?" ledek Jojo.
"Loh, tempatku kan dekat sama kampungnya. Terus sekolahku dulu berhadapan. Wajar kan kalau aku cukup mengenalnya," sungut Naura membela diri.
Jojo kembali senyum-senyum meledek. "Jadi kamu sudah lama memendam rasa sama Erik, astaga!"
"Apaan sih, Jo," Naura semakin salah tingkah dibuatnya.
"Pantes, sejak Erik kerja di sini, kamu kaya lebih sering pakai make up. Meskipun tipis tapi kelihatan beda dikit sih."
"Tahu, ah, Jo. Kamu itu malah ngeledekin mulu," Naura cemberut tapi Jojo malah terbahak cukup kencang. "Tapi kasihan Erik, Jo. Dia pasti difitnah."
Tawa Jojo berangsur reda. "Aku juga mikirnya gitu. Apa lagi sekarang, dia pergi sama Tuan besar. Apa mungkin, Erik langsung ditindak?"
Naura menggeleng. "Kurang tahu, Jo. Bogo dan gerombolannya pasti seneng banget kalau sampai Erik terbukti bersalah. Bikin geram aja, mereka semua."
Jojo tersenyum masam. "Mungkin, aku juga bakalan keluar kalau Erik nggak ada. Bukannya aku takut sama Bogo, tapi aku muak melihat tingkah mereka. Mentang-mentang saudaranya jadi Manager di sini, dia belagu banget kaya yang punya perusahaan."
"Ya begitulah," balas Naura. "Kata para senior, sebelum kamu kerja di sini, Bogo emang suka begitu. Membully karyawan pria yang baru."
"Benar-benar keterlaluan. Semoga aja, besok ada keajaiban. Aku ingin Bogo dan gerombolannya dapat hukuman yang pas."
"Hahaha ... doa kamu buruk banget, Jo."
"Biarin, abisnya mereka udah keterlaluan."
Naura mengangguk setuju.
Sedangkan anak muda yang sedang dibicarakan kedua orang itu, kini malah dilanda dilema. Begitu mendengar niat Ayahnya yang akan mengumumkan Erik sebagai anak Castilo, pemuda itu terdiam karena rasa terkejut yang menderanya.
"Apa ayah serius?" tanya Erik untuk memastikannya.
"Kalau tidak serius, buat apa Ayah bilang seperti itu?" jawab Castilo. "Setidaknya, ini untuk menutup mulut mereka yang suka menghina kamu dan Ibumu. Mereka harus tahu, siapa kalian yang sebenarnya."
Erik terdiam. Dia juga tadi sempat berpikir seperti ayahnya. Namun Erik tidak menyangka, ayahnya akan mengambil tindakan secepat itu.
"Jangan terlalu bimbang, Erik. Dari sekarang, kamu harus belajar tegas. Terutama, pada diri kamu sendiri," ucap Castilo yang seakan mengerti kegundahan anaknya.
"Erik kan memang memiliki hati yang lembut," celetuk Namira dari pintu masuk. "Jangan ajarin anakku untuk bersikap kejam," wanita itu melangkah masuk sembari memperhatikan kamar anaknya.
"Astaga! Tegas sama kejam itu beda, Sayang," lagi-lagi Castilo harus menahan sabar menghadapi sikap istrinya yang belum stabil.
"Emang kamu mau anak kita ditindas orang lain?"
"Ditindas? Apa maksud kamu?" tanya Namira menatap tajam suaminya.
Castilo sendiri malah melempar pandangan ke arah Erik. "Kamu tidak cerita, kalau kamu sering dibully di kantor?"
"Apa!" Namira memekik lalu, melangkah anaknya. "Beneran, Rik? Kamu sering dibully?"
Erik malah seperti orang bingung. "Ayah tahu dari mana?"
"Jadi beneran, kamu sering dibully? Astaga!" ucap Namira lagi, syok. "Kenapa kamu nggak lawan?"
"Dia adiknya manager pemasaran, Bu. Aku mana berani melawannya," terang Erik.
"Kan, kamu anak pemilik perusahaan. Kamu lebih berkuasa dari mereka dong," Namira tak mau kalah.
"Loh? Aku kan baru tadi pagi kalau aku ini anak Ayah. Itu aja, gara-gara aku dituduh mencuri," adu Erik. Seketika Namira langsung melayangkan tatapan tajam.
"Kamu menuduh anakku mencuri? Ayah kurang ajar kamu yah!. Sama anak sendiri main tuduh aja! Semiskin-semiskinnya kita, pantang untuk mencuri, tahu!" Namira bersiap menabok suaminya.
"Iya-iya, Ayah yang salah. Ayah minta maaf," Castilo benar-benar dibuat takut oleh istrinya. "Maka itu, besok, Ayah akan mengenalkan kalian pada dunia, biar mereka tahu, siapa kalian sebenarnya."
Namira langsung mencibir, lalu dia menarik tangan anaknya. "Ayo, Rik, kita makan. Gara-gara dia, tenaga ibu jadi terkuras habis karena marah- melulu."
"Loh, Sayang, aku yang beli makanan, kenapa nggak di ajak makan?" Castilo terlihat mengenaskan. "Astaga!"