Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Nadia kembali ke kamarnya dengan wajah merah merona. Dia senang akhirnya bisa memiliki tempat istimewa di hati Bintang sekaligus menjawab pertanyaannya tentang bagaimana Bintang melihatnya. Dia sudah tidak sabar menceritakan apa yang terjadi malam ini pada Vanesa dan Angel.
“Astagaaaa...” teriak Nadia saat melihat pantulan dirinya di cermin. Wajahnya lusuh dan rambutnya terlepas berantakan dari ikatannya.
“Tuan Bintang melihat wajahku seperti ini?” katanya memegangi wajahnya. “Apa benar dia suka sama aku dengan wajah meyeramkan seperti ini” katanya sekali lagi dengan suara yang pelan
“Kamu dari mana, Nad?” Nadia mengalihkan pandangannya dari cermin. Dia lupa kalau ada Nenek Mina di kamar itu.
“Apa nenek dengar yah apa yang aku bilang”, bisiknya dalam hati.
“Nenek, kenapa bangun? Mana yang sakit?” tanya Nadia menghampiri tempat tidur dan duduk di samping tempat tidur sambil memijat tangan Nenek Mina.
“Nenek mau minum, dari tadi haus” kata Nenek Mina. Nadia segera berdiri dan menuangkan air dalam gelas lalu membantu Nenek Mina untuk Minum.
“Nek...”
“Ada apa, Nad” Nadia membantu Nenek Mina untuk baring kembali.
“Besok sekertaris Tuan Bintang datang jemput Nenek, yah”, kata Nadia sambil melanjutkan memijat lengan Neneknya.
Nenek Mina mengkerutkan alisnya, “Untuk apa?” tanyanya bingung.
“Tuan Bintang mau Nenek di rawat di rumah sakit” kata Nadia.
“Tidak perlu, Nad. Besok juga Nenek sudah sembuh”, tolak Nenek Ida. Dia sebenarnya sangat ingin berobat agar sakitnya bisa di obati, agar dia bisa hidup lebih lama untuk merawat dan menjaga cucunya itu. Tapi Nenek Mina tidak mau menganggu uang yang dia kumpulkan untuk biaya kuliah dan biaya hidup gadis itu setelah dia keluar dari rumah ini.
Bi Mina sadar, cepat atau lambat mereka berdua akan keluar dari rumah itu. Dengan kondisinya yang selalu sakit-sakitan dan Nadia yang harus fokus pada sekolah mungkin akan membuat Sarah mengusir mereka dan Bintang tidak akan bisa mencegah Sarah melakukannya.
Itu sebabnya Bi Mina tidak mau menganggu tabungannya sedikitpun.
“Nenek tidak perlu khawatir soal biayanya, Tuan Bintang bilang kalau dia yang akan tanggung semuanya”, jelas Nadia lagi. Hal itu justru membuat Nenek Mina semakin terbebani. Nenek yang semakin renta itu menghela nafas berat.
“Kita sudah berhutang sangat banyak terhadap Tuan, Nenek tidak mau lagi semakin merepotkan Tuan. Apalagi kalau biaya rumah sakit Nenek di tanggung Tuan Bintang, bagaimana kita akan membayar semua kebaikannya, Nad”.
“Tapi, Nek...”
“Sudah larut malam, ayo tidur. Besok kamu harus bangun pagi” kata Bi Mina yang membuat Nadia tidak lagi melanjutkan kata-katanya.
Karena kelelahan dan tidur agak malam membuat Nadia bangun kesiangan. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat saat Nenek Mina membangunkannya.
“Aduh, Nek. Bagaimana ini” katanya panik. “Aku tidak sempat membersihkan lantai dua dan bantu Mbak Tuti di dapur” sambungnya. Nadia bangun dengan tergesa-gesa dan keluar kamar untuk mandi karena dia harus ke sekolah. Dia akan minta tolong Tuti untuk membersihkan pagi ini, dan dia yang membersihkan malam harinya karena Bi Mina belum bisa bergerak terlalu banyak.
Setelah rapi dengan seragam sekolahnya, Nadia buru-buru ke dapur mencari Tuti, gadis itu ternyata sedang menyiapkan makanan di atas meja. Bintang juga sudah duduk di sana untuk sarapan.
“Mbak Tuti, aku kesiangan. Maaf yah, aku nggak bisa bantu Mba Tuti pagi ini.” Kata Nadia yang belum menyadari ada Bintang di sana. Lalu Nadia terkejut melihat ada orang lain yang sedang membantu Tuti di dapur.
“Mbak, mereka siapa?” tanya Nadia dengan suara pelan.
“Mulai hari in kamu nggak usah ikut membantu pekerjaan rumah, Nad. Kamu fokus saja sama sekolah kamu” suara Bintang terdengar tajam seperti itu adalah sebuah perintah mutlak yang tidak bisa di tawar. Nadia berbalik dan menemukan Bintang sedang menikmati sarapannya seorang diri.
“Sejak kapan Tuan Bintang duduk di situ?” tanya Nadia dengan suara pelan.
“Sudah sejak tadi” jawab Tuti juga dengan berbisik.
“Pagi Tuan” sapa Nadia sambil menunduk.
“Kalau begitu saya, pamit sekolah dulu” katanya berpamitan pada Bintang lalu pamit pada Tuti dan dua orang pelayan baru.
“Tunggu, Nad. Aku antar kamu sekalian” mata Nadia membulat. Bisa-bisanya Bintang mengatakan akan mengantarnya di depan orang-orang ini. Apa yang akan mereka pikirkan, cucu seorang pembantu di antar sekolah oleh majikannya.
“Nggak usah, Tuan. Saya naik ojek langganan saya” seperti biasa, Bintang tidak terima penolakan. Dia menghabiskan tetes terkahir kopinya lalu berdiiri dan memerintahkan Nadia untuk mengikutinya.
“Udah, Nad. Ikut aja” kata Tuti dengan polosnya takut Nadia akan di omeli Bintang kalau tidak mengikuti perintahnya.
“Aku pergi ya, Mbak” pamit Nadia sekali lagi pada Tuti.
Nadia membuka pintu depan mobil, di dalam sudah ada Bintang yang menunggunya. Bintang tersenyum hangat padanya lalu memberinya kecupan di pipi dan di kening.
“Pagi, Nad” Nadia tersipu malu. Pipinya sudah semerah tomat membuat Bintang tersenyum melihatnya.
“Pagi, Tuan” balas Nadia yang di hadiahi pelototan tajam dari Bintang.
“Tuan...?” kata Bintang menaikkan sebelah alisnya.
“Eh, Abang. Pagi, Bang”, seperti ada bungan-bunga yang sedang bermekaran di hatinya. Nadia merasa senang.
“Gitu dong” kata Bintang tak kalah bahagianya.
“Kamu sudah sarapan?” tanya Bintang sambil fokus pada jalanan yang cukup padat di depannya.
“Belum, Tuan. Eh, Abang. Tadi saya telat bangun jadi nggak sempat sarapan” kata Nadia.
“Nad, nggak usah formal ke aku, mulai sekarang kamu bisa ngomong santai sama aku”, Nadia mengangguk mengerti.
Bintang meminggirkan mobilnya tepat di depan toko kue, “Tunggu sebentar di sini”, katanya. Bintang turun dari mobil dengan memakai kaca mata hitamnya. Nadia menghela nafas melihat ketampanan Bintang.
Tidak berapa lama Bintang kembali dan memberikan paper bag pada Nadia.
“Apa ini?” tanyanya sambil membuka isi paper bag itu dan melihat beberapa jenis kue yang terlihat enak di dalamnya beserta susu kotak.
“Kenapa cuma di liatin, kamu nggak suka?” tanya Bintang.
“Suka, suka banget. Saya cuma terharu aja bisa makan kue ini lagi”
“Jangan formal, Nad. Santai aja. Kenapa kamu nggak beli?”
“Sayang uangnya” Nadia lalu memakan kue itu dengan haru. Rasanya masih sama seperti yang pernah dia makan. Waktu itu dia makan bersama Vanesa dan Angel dan rasanya ingin memakan kue itu lagi tapi dia malu bilang pada teman-temannya. Padahal, Vanesa dan Angel selalu membelikan makanan yang enak untuk Nadia kalau mereka jalan bersama.
Bintang menghentikan mobilnya tidak jauh dari gerbang utama sekolah Nadia, bukan tidak ingin terlihat siapa-siapa tapi karena sedang banyak kendaraan di depan gerbang yang mengantar anak sekolah.
“Terimakasih, Emm, Bang” Nadia yang hendak membuka pintu mobil di tahan oleh Bintang. Nadia mengkerutkan keningnya ketika melihat Bintang mengambil dompet dari saku jasnya. Pikirnya dia akan di beri uang jajan lagi oleh Bintang.
“Kamu simpan ini, Nad. Pakai aja kalau kamu butuh. Saya justru akan marah kalau kamu menolaknya” Nadia yang akan menolak malah takut duluan.
“Iya, aku akan pakai buat beli kue yang enak” katanya.
“Bukan hanya kue, kamu juga bisa beli apapun yang kamu mau” Nadia menelan ludahnya lalu mengangguk dan secepat kilat keluar dari mobil.