milchtee99_ dlbtstae99_
Chandra Maverley adalah CEO tampan dan kaya raya, banyak kaum hawa yang ingin bersanding dengan dengannya. suatu malam, Chandra dijebak oleh seseorang dan berakhir melakukan hubungan terlarang dengan Audrey gadis cantik yang bekerja part time ditempat Chandra bertemu kliennya.
Lima tahun kemudian, Chandra datang ke Desa Simphony. Kedatangannya hanya untuk melihat perkembangan pembangunan hotel yang baru mulai di bangun. Tanpa sengaja bertemu dengan dua anak kembar yang sedang berjualan es lilin tak jauh dari tempat lokasi pembangunan.
“Om mau beli es lilinnya Ana, nda ? Masih segel nih, nda meleleh kok es-nya cuma bisa cail ja ! “
“Dua lebu satu, beli lima gelatis mommy Lea ! " sambung Azalea penuh semangat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Tuan Maverley
Di tengah perdebatan ketiganya, ada seorang wanita yang mendengus kesal. Dia sudah menunggu selama ini tapi orang yang ditunggu tak kunjung datang.
Hari sudah mulai gelap, lampu sudah dinyalakan sejak tadi. Sesekali dia memperhatikan layar ponselnya, tak kunjung ada notif dari pria yang membawanya ke kota.
“Ada apa Tika, kenapa lo terlihat kesal ? Apa karena Asisten Rafael belum kunjung menjemput ? “ tanya Audrey membuat Mami Cellia dan Nyonya Dara menoleh.
“Hm. Dia berjanji akan mengantar gue balik ke desa, “ jawab Tika pelan.
Dia sedikit kesal dengan Asisten Rafael, jika tahu begini dia akan meminta asistennya untuk menjemput. Kalau tahu begini lebih baik mengendarai mobil sendiri.
“Biar mami hubungi papi dulu, sepertinya mereka masih mengurus masalah tadi siang”
“Ah iya mami, maaf merepotkan” kata Tika yang kini ikut memanggil Mami Cellia dengan panggilan mami sama seperti Audrey.
“Oma, nda cekalian calikan cuami untuk onti Tiktik ? Kasihan dali dulu masih cendili, nda ada yang menemani ! “ seru Azalea lucu.
“Heeee gembrottt ! Diemmmm! “ ujar Tika kesal.
“Nda mauuuu, onti nda beli cake kecukaanna Lea cama Ana ! “
Tika hanya bisa geleng-geleng kepala berusaha untuk menahan tawanya, meski masih terasa kesal dengan situasi yang membuatnya menunggu tanpa kejelasan.
“Tika, tunggu sebentar ya. Rafael baru berangkat ke sini, “ kata Mami Cellia yang baru saja menghubungi suaminya.
Tika mengangguk patuh. Dia menyandarkan punggungnya di sofa dan menatap keponakan kembarnya yang kembali berdebat dengan Tuan Maverley.
Selang beberapa menit kemudian, Rafael datang bersama supir kediaman Maverley tentunya menjemput Nyonya Dara dan Tuan Maverley sementara Mami Cellia memilih untuk menjaga Alana di rumah sakit bersama Audrey. Sedangkan Azalea merengek ingin bersama Audrey untuk menjaga kembarannya.
“Terus kalau kamu di sini, yang di rumah siapa ? “ kata Tuan Maverley yang tidak rela jika kedua cicitnya di rumah sakit semua.
“Biasa na bubu juga cendili tanpa kami ! “ seru Azalea yang menolak untuk pulang.
“Sudahlah, mas ! Cucu kita nggak mau pulang, tuh Rafael bawa paperbag yang isinya pakaian Audrey dan Lea, “ seru Nyonya Dara menunjuk Asisten Rafael yang tengah memberikan satu paperbag besar kepada Audrey.
Wajah Tuan Maverley tampak murung, dia ingin ikut menjaga cicitnya tapi apa daya tubuhnya sudah tua. Rumah sakit tidak cocok untuk kesehatannya. Meski begitu dia akan datang lagi besok untuk menjenguk cicitnya.
“Ya sudah. Cebol badak, bubu pulang. Cepat sembuh ya cebol badak bantat ! “ serunya kepada Alana yang cemberut karena nama panggilannya ditambah satu kata.
“Hiii cudahlah cebol ada badakna ditambah bantat lagi ! “ protes Alana kesal.
“Ya, memang kalian bantat. Liat, pergelangan tanganmu seperti roti gembong ! Ada garis-garisnya ! “ seru Tuan Maverley yang masih sempat berdebat dengan Alana.
“Cih, nda sadal dili citu juga bantat. Cudah bulat lebal nda ada loti-lotinya, “ sahut Alana kesal.
Bahkan matanya ikut melotot gemas. Tuan Maverley sedikit lucu melihat mata melotot Alana, ini baru satu kalau Azalea ikutan melotot sudah pasti dia akan tertawa keras. Untungnya Azalea langsung dibawa mandi oleh menantunya sehingga tidak terlibat perdebatan yang setiap hari di debat
Tak ingin berlama-lama, kelima orang tersebut pamit pulang. Asisten Rafael akan mengantar sahabat istri tuannya pulang ke Desa Symphony.
Selama di dalam mobil Tika dan Asisten Rafael saling diam, bahkan Tika kesal saat Asisten Rafael tidak meminta maaf kepadanya. Dia yang kesal menyandarkan punggungnya di penyangga kursi dan menoleh ke jendela mobil.
Kegiatan Tika, tak sedikitpun dilewati oleh Asisten Rafael. Dia juga tidak peduli yang terpenting mengantar Tika ke Desa symphony setelah itu pulang lagi ke kota.
Jalanan menuju Desa Symphony malam ini terlihat sepi hal itu membuat Asisten Rafael bingung.
“Ini jalannya bener kok, tapi kenapa sepi ? Dimana orang-orang yang biasa berkumpul di pos ronda, “ kata Asisten Rafael heran.
Sesekali dia melirik ke arah Tika yang ternyata ketiduran dengan mulut yang terbuka lebar.
“Astaga, jam segini udah molor aja cicak” katanya dan sedikit tersenyum.
“memang dari dulu nggak pernah berubah, masih saja sama” gumamnya lirih.
Kini mobil yang dikendarai Asisten Rafael sudah tiba di gapura Desa Symphony. Dari kejauhan terlihat sebuah panggung dan banyak orang-orang yang sedang duduk menatap ke arah panggung.
“Ada acara ? Nikahan siapa ? “ begitulah pikirnya. Tak lupa Asisten Rafael menekan bunyi klakson untuk menyapa beberapa orang yang mengatur jalan. Dia menurunkan sedikit kaca mobilnya. Namun, saat hendak melewati orang terakhir, Asisten Rafael menghentikan mobilnya sebentar.
“Nikahan siapa pak ? “ tanya Asisten Rafael ramah.
“Oh, ini pernikahan salah satu pekerja bangun hotel tuan Chandra dengan anak pak Suron, mas! “
“Ha, ohh iya pak. Kalau begitu saya lanjut lagi ya, pak! “
“Baik mas, “
Asisten Rafael melajukan mobilnya, dia bingung siapa pekerja tuannya yang menikah. Karena setahunya pekerja tuannya sudah menikah semua.
“Nanti saja, kutanyakan langsung”
*
*
*
*
Aurelly melangkah keluar dari pintu kedatangan bandara dengan perasaan campur aduk. Udara kota ini terasa asing baginya, meski sudah bertahun-tahun ia menyebut tempat ini rumah. Setelah berbulan-bulan menghabiskan waktu di luar negeri demi melupakan Chandra dan semua kenangan pahit yang tertinggal, kini Aurelly harus kembali menghadapi kenyataan yang sebenarnya ingin ia lupakan.
Begitu tiba di rumah, Aurelly disambut oleh tatapan penuh kecemasan dari Ayah Robert. Wajah ayahnya tampak lebih tua dan lelah dari terakhir kali ia lihat. “Kamu sudah pulang, Aurelly,” sambut Ayah Robert, mencoba tersenyum meski jelas terlihat ada beban yang berat di hatinya.
“Ayah, ada apa? Kenapa rumah terlihat sepi?” tanya Aurelly heran, merasa ada yang tidak beres. Ia belum mendengar kabar apapun sejak menginjakkan kaki di tanah air, namun atmosfer rumah yang muram membuatnya merasa ada yang disembunyikan.
Ayah Robert menghela napas panjang sebelum menjawab. “Adikmu, Aruna… dia kembali membuat ulah dan ayah langsung memasukkan kembali ke rumah sakit jiwa.” Mendengar itu, Aurelly tertegun. Ia tidak menyangka keadaan adiknya akan memburuk seperti ini. Padahal, ia pergi jauh-jauh dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa dirinya.
“Apa yang terjadi? Kenapa ayah memasukan Aruna ke sana lagi?” tanya Aurelly dengan nada cemas. Hatinya berkecamuk antara rasa khawatir dan perasaan bersalah yang selama ini ia coba lupakan.
“Aruna mencelakai salah satu anak kembar Audrey kemarin siang,” jawab Ayah Robert berat hati. “Bundamu sangat terpukul, dan ayah tidak tahu harus bagaimana. Dia belum bisa menerima apa yang Aruna lakukan.”
Aurelly terdiam. Ia tak tahu harus berkata apa. Sejenak, ia menatap wajah ayahnya yang penuh dengan kelelahan dan kesedihan. “Aurelly, tolong… Bunda, dia pasti sangat membutuhkanmu. Dia sangat sedih sejak kejadian itu. Tolong temani dan tenangkan bundamu,” pinta Ayah Robert dengan suara yang nyaris bergetar.
Aurelly mengangguk, meski hatinya masih diselimuti kebingungan. Ia tahu, kali ini ia harus menjadi kuat bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk keluarganya yang sedang hancur berantakan.
Tanpa disadari siapapun, dia tersenyum menyeringai merasa satu persatu orang telah disingkirkannya.
“Adik, walaupun kamu adik kandungku. Tapi aku tidak mau kebahagiaanku di bagi dua denganmu, “