Di balik wanita yang selalu di bully dan di hina culun ini ternyata mempunyai kehidupan yang begitu misterius dan tidak ada yang mengetahui siapa dia yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xialin12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
Beberapa hari telah berlalu, kaki Xixi sudah mulai bisa berjalan dengan baik. Dan hari ini dia berencana untuk kembali ke kampus, karena acara camping pun sudah selesai kemarin.
Xixi, untuk pertama kalinya berangkat ke kampus dari rumah keluarga William. Dia di antar oleh supir pribadinya, karena daerah rumah dia tidak ada bus atau taxi yang berlalu lalang.
Nyonya William sebenarnya melarang Xixi untuk berangkat, karena dia takut Xixi kenapa-kenapa lagi. Terlebih, dia masih memakai identitas wanita culunnya itu. Tapi Xixi bersikeras untuk berangkat dan ingin memancing ikn besar itu.
"Turunkan aku di depan, aku akan naik bus dari halte itu ke kampus." Ucap Xixi pada supirnya.
"Tapi nona.."
"Tidak apa-apa, paman pulang saja setelah ini. Aku akan baik-baik saja."
Sampai di samping halte bis, mobil yang Xixi naiki berhenti sesuai dengan perintah Xixi tadi.
Setelah itu, Xixi turun dari mobil dan berjalan ke arah halte bis itu untuk menunggu bis yang akan melewati kampusnya.
Sang supir yang masih belum beranjak mengamati nona mudanya, hingga akhirnya dia masuk kedalam bis dan membawanya menuju kampus.
Di dalam bis, Xixi duduk di kursi belakang. Karena seperti biasa dia tidak suka menjadi pusat perhatian orang-orang yang baru saja naik kedalam bis itu.
Xixi sudah menyiapkan dirinya saat bertemu dengan Lulu nanti, karena sejak hari itu Xixi belum menerima satu pesan pun dari Lulu, bahkan kabar dari Leon tentang dia juga tidak dia dapatkan. Jadi Xixi yakin, jika Lulu sangat marah dan kecewa padanya.
Bis berhenti di halte tepat di depan kampus Xixi, dan Xixi pun turun dari bis itu.
"Baiklah, aku sudah kembali dan aku siap menghadapi semuanya." Gumam Xixi sambil menatap bangunan kampusnya.
Greb
Bahu Xixi di rangkul oleh seseorang saat dia baru melangkahkan kakinya beberapa langkah. Xixi lalu menoleh dan melihat siapa yang sudah berani merangkulnya di depan kampus.
"Leon." Ucap Xixi.
"Akhirnya wanita culunku berangkat ke kampus juga." Ucap Leon sambil tersenyum senang.
Xixi menghempaskan tangan Leon dari bahunya "Siapa wanita culun mu, jangan berulah."
Leon tahu jika di kampus Xixi tidak akan bisa bertindak padanya dengan sembarangan, jadi dia akan memanfaatkannya untuk bisa lebih dekat dengan Xixi.
"Jangan seperti itu, kau terkenal dengan wanita yang pendiam dan penurut. Jadi kau harus bersikap seperti biasanya." Leon kembali merangkul bahu Xixi.
"Aku tidak..."
"Leon! Singkirkan tangan mu dari bahu Xixi!" Suara yang cukup keras dan nyaring itu terdengar seperti toak yang menggema di telinga Leon.
Leon dan Xixi menoleh dan melihat Lulu tengah menatap Leon dengan tajam sambil berkacak pinggang.
Lulu lalu berjalan dengan cepat ke arah Leon dan Xixi, dan mendorong tubuh Leon agar menjauh dari Xixi.
"Awas kalau kau berani melakukannya lagi pada Xixi! Aku akan memotong tanganmu itu." Ancam Lulu pada Leon.
Leon menelan ludahnya mendengar ancaman dari Lulu.
Xixi yang melihat itu pun juga terkejut, dia tidak tahu harus bagaimana dengan Lulu yang tiba-tiba berbuat seperti itu pada Leon.
"Ayo kita ke kelas, jangan hiraukan playbos cap kolang-kaling itu." Ajak Lulu sambil menggandeng tangan Xixi.
Merek berdua pergi meninggalkan Leon yang menatap tingkah Lulu dengan heran, dia lalu menoleh dan menatap Joseph yang masih di dalam mobil, seolah sedang bertanya pada kakak dari wanita yang mengancamnya tadi.
Joseph hanya menggelengkan kepalanya, dia lalu melajukan mobilnya pergi dari depan kampus mereka.
Sementara itu di pintu masuk kampus, Xixi dengan ragu melihat ke arah Lulu.
"Em... Lulu, aku.."
"Diam, aku tidak mau mendengar penjelasan lagi. Kepalaku sudah pusing memikirkan alasan kenapa kamu tidak memberitahu ku. Bahkan kak Joseph sudah berulang kali menjelaskan pun, aku tidak mengerti. Jadi biarkan saja, anggap aku sudah tahu sejak awal siapa kamu yang sebenarnya." Ucap Lulu.
"Tapi...."
"Bukankah kita adalah teman? Kau menyembunyikan identitasmu karena sebuah lasan dan juga kamu ingin mempunyai teman yang memperlakukanmu dengan tulus, begitu juga denganku yang ingin punya teman tulus padaku tanpa memandang keluarga ku. Jadi...aku tidak akan mempermasalahkan itu lagi." Ucap Lulu sambil menatap Xixi.
Xixi tersenyum dan terharu dengan perkataan yang Lulu katakan.
"Terima kasih, kau memang teman yang sangat baik."
"Karena itu, jangan sembunyikan apapun lagi dariku."
"Baik."
"Oh iya, kemarin aku datang ke apartemen mu, tapi ketika aku kesana lampu apartemenmu mati."
"Aku sudah tidak tinggal disana lagi. "
"Lalu, kau tinggal dimana?"
"Aku tinggal di rumah."
"Jadi, tadi kamu berangkat di antar oleh supirmu?"
Xixi mengangguk "Tapi hanya sampai halte sebelum kampus saja. Aku tidak mau menjadi bahan gosip lagi di kampus."
Lulu mengangguk "Oke, aku mengerti. Jadi, apa aku boleh ke rumahmu nanti?"
"Tentu saja boleh."
"Oke, aku akan kesana." Ucap Lulu dengam semangat.
Xixi sangat bersyukur mempunyai teman yang begitu baik dan pengertian seperti Lulu.
Mereka terus berjalan melewati koridor kelas, dan naik ke lantai dua. Di sepanjang jalan, Xixi merasa ada seseorang yang tengah mengamatinya. Dan dia yakin itu adalah orang yang telah melukainya saat acara camping kemarin.
"Lulu ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu nanti." Ucap Xixi.
"Apa itu?"
"Kau akan tahu nanti, sekarang kita ke kelas lebih dulu."
"Iya."
Mereka lalu berjalan sampai mereka tiba dikelas. Di dalam kelas sudah cukup ramai oleh para mahasiswa.
"Kau Xixi. Kakimu sudah sembuh?" Tanya salah seorang mahasiswa pada Xixi.
Xixi mengangguk "Iya, sudah lebih baik."
"Oh, baguslah."
"Iya, terima kasih."
Mahasiswa itu hanya mengangguk. Xixi dan Lulu berjalan ke kursi yang ada di deratan paling belakang seperti biasanya, lalu duduk disana.
"Kau tadi bilang mau bicara sesuatu, apa itu Xixi?" Tanya Lulu penasaran.
Xixi menatap Lulu, lalu melihat sekeliling kelas.
"Seseorang sedang mengawasi gerak gerik ku sekarang." Ucap Xixi dengan nada pelan.
"Apa, siapa orang itu?"
"Aku belum tahu, tapi sudah di pastikan jika dia yang sengaja membuang pecahan kaca dan membuat kaki ku terluka di area camping kemarin."
Lulu menatap Xixi dengan seksama, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana.
Xixi melihat ke arah pintu, di sana Leon baru saja sampai dan masuk ke dalam kelas dengan menenteng tasnya.
"Apa yang kalian bicarakan, serius sekali aku lihat." Ucap Leon pada Xixi dan Lulu.
"Apa Leon juga tahu?" Tanya Lulu.
"Tahu apa?" Tanya Leon dengan wajah polosnya.
"Dia tahu." Ucap Xixi.
"Bagus kalau tahu, kita bisa melemparkan Leon pada orang-orang itu dan kita bisa kabur dari mereka."
"Kenapa aku? Kau sangat kejam sekali padaku." Ucap Leon dengan keras sampai beberapa mahasiswa mendengar itu.
Xixi menatap Leon agar dia tidak ribut, karena itu bisa mengundang kecurigaan mereka. Melihat itu Leon pun diam, dan duduk di kursi yang ada di depan Xixi.
"Aku sudah mempunyai rencana untuk mereka. Aku ingin membuat orang yang ada di belakang mereka geram, sehingga dia akan menyerangku secara terbuka."
"Xixi, apa dia sangat menyeramkan? Kenapa terdengar seperti di film mafia saja?" Ucap Lulu yang mengkhawatirkan Xixi.
"Bukankah kau sudah tahu alasanku berpura-pura menjadi seperti ini? Aku benar-benar sudah malas berurusan dengan mereka."
"Jadi, kau mau melakukan apa?" Tanya Leon.
Xixi menatap Leon, dia tahu Leon mempunyai anak buah yang hebat di rumahnya.
"Kau, aku pinjam beberapa anak buahmu sore nanti."
"Kenapa anak buahku?"
"Karena... Aku lebih mempercayai kekuatan mereka dari pada kekuatanmu."
"Cicili..."
Leon tidak melanjutkan memanggil nama Xixi yang asli setelah melihat tatapan Xixi yang tajam.
"S*al, bahkan aku yang biasa menekan orang lain, bisa merasa tertekan oleh tatapan wanita ini."
Saat ini Xixi masih menyamar sebagai wanita culun, jadi dia ingin menangkap para tikus yang bersembunyi itu dengan dirinya yang berpura-pura bodoh.
Dia akan membawa mereka untuk melakukan kejahatan padanya di tempat yang sepi.
Dengan begitu, Xixi bisa menunjukan siapa dirinya yang sebenarnya kepada mereka tanpa harus takut di ketahui oleh orang lain.