Novan dan Diana menjalin hubungan sekitar empat tahun lama nya sejak mereka sekolah SMA, sudah banyak yang Novan berikan pada gadis cantik berdarah minang itu.
namun suatu hari Novan melihat Diana malah bersama pria lain yang menggunakan mobil mewah, sejak saat itu juga hubungan mereka renggang, tak lama Diana sakit dan selalu menjerit jerit karena gigi yah semula bagus itu mengeluarkan banyak nanah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novita jungkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Di tengah rawa
Angin kencang kian membuat yang mencari semakin ketakutan karena hari juga kian malam, hujan mulai turun bersama petir yang menyambar nyambar seolah ingin menjilat tubuh manusia yang ada di bumi ini. semua nya ketakutan dan keluarga Diana cemas sebab anak nya hilang, sampai saat ini belum bisa di temukan keberadaan nya.
Pak Bujang mulai resah karena dia merasa penyakit anak nya memang mulai aneh, tidak wajar sebagai mana orang yang sedang sakit gigi. Bu Hasnah jangan di tanya lagi karena dia memang menangis sejak tadi, entah apa yang sebenar nya sudah terjadi pada Diana hingga dia menggila dengan sakit nya.
Semua orang desa turun tangan mencari Diana yang saat ini entah ada di mana, mereka semua penasaran atas apa yang sudah terjadi pada anak Pak Bujang yang mendadak saja hilang tak tentu arah, Deni juga sibuk mencari adik nya karena biar bagai mana pun dia tetap lah sayang pada Diana.
Kelihatan galak di luar namun nyata nya dia sangat baik pada Diana, kadang Diana nya saja yang sangat tidak tau diri kepada Deni. sering di nasehati agar di jalan yang benar, namun malah melawan sehingga muncul lah perdebatan yang sangat panas sekali di antara Kakak beradik anak nya Pak Bujang.
"Tadi ku dengar Diana berteriak sakit sambil berlari, dia membuka baju nya juga." Yoto berlari kencang.
"Kearah mana Diana nya, To?" Pak Bujang cepat menjawab.
"Arah ujung rawa sana, Pak! mau ku panggil tapi tidak enak karena dia telanjang." jelas Yoto.
"Ya allah, kenapa dia sampai begitu?!" cemas Deni cepat menuju arah sana.
Rombongan besar segera menuju rawa rawa yang Yoto tunjuk karena di sana agak bahaya juga tempat nya, banyak buaya yang bersatang di rawa itu, bila Diana sampai masuk maka akan celaka. mana ini hari sudah malam, hujan juga turun membasahi bumi dengan sangat deras nya sehingga membuat mereka agak terganggu.
"Bagai mana ini, aku tidak kuat kalau kehujanan." ujar salah satu warga.
"Ya sudah berhenti saja di pos sana, kami saja yang mencari rombongan anak muda." saran Yoto.
"Benar! biar lah kami yang akan mendatangi rawa itu, para Bapak Bapak tunggu saja di sini atau bisa pulang kerumah." ujar Pak RT Joni.
"Maaf ya, Pak Bujang! bukan kami tidak mau membantu, tapi kami tidak kuat kena hujan." warga tadi merasa tidak enak.
"Tidak apa apa, saya juga sudah terima kasih karena kalian membantu di sini." Pak Bujang tidak masalah, lagi pula dia tidak bisa memaksa orang untuk membantu.
Para anak muda dan yang tua hanya Pak Bujang dan Pak Hasan saja, mereka mendatangi rawa yang Yoto tunjuk tadi, sosok Diana belum juga kelihatan batang hidung nya. malah suara berteriak pun sama sekali tidak ada, membuat mereka heran karena biasa nya Diana berteriak karena kesakitan pada gigi nya.
"Kok tidak ada, To?" Deni bertanya pada Yoto sebagai saksi tadi.
Hening, tidak ada jawaban dari Yoto yang berjalan paling belakang. Pak Hasan menoleh karena dia berada di depan Yoto tadi, namun dia langsung loncat ketakutan karena Yoto yang di belakang nya sudah berubah menjadi pocong dengan kepala di kobari api.
"Bapak kenapa?" Deni kaget karena Pak Hasan loncat.
"Yo-Yoto berubah jadi pocong!" seru Pak Hasan menunjuk Yoto.
"Apa sih, Pak?!" Yoto yang di tunjuk ketakutan jadi nya.
"Itu Yoto, Pak! mana ada pocong." Deni heran dengan Pak Hasan.
"Ayo jangan lama lama di sini, sebaik nya cepat cati karena kita tidak tau apa yang ada di dalam air!" ajak Pak Bujang.
Sebab kaki mereka memang sudah terendam dalam air sedengkul, bila ada buaya maka akan langsung caplok saja tentu nya. mereka mana bisa melihat buaya yang yang sedang berenang dalam air hitam ini, apa lagi ini hari juga sedang hujan sehingga susah sekali mau melihat.
Petir hanya membuat semakin seram saja, pohon bercabang itu lah yang bisa membuat mereka selamat bila di kejar oleh para buaya itu. rasa nya mereka berjalan sudah semakin jauh, namun sama sekali tidak ada sosok Diana di rawa ini sehingga hati kian cemas saja.
"Tadi aku lihat kok kalau dia lari kearah sini, tapi ku rasa sekarang malah tidak ada." Yoto juga heran.
"Serius dikit lah, To! ini kita sudah masuk rawa dan malah kau bilang begitu!" kesal Joni.
"Awal nya aku memang lihat kearah sini, demi allah aku tidak bohong." seru Yoto.
"Lah ini gimana kalau sampai tidak ada, kita sudah masuk rawa." kesal Joni lagi karena mereka sudah cukup dalam masuk sini.
Bluuupp, bluuuup.
"Cari pohon yang bisa di panjat!" teriak Yoto karena dia tau itu buaya.
"Astaga itu buaya!" pekik Joni juga karena ketakutan.
Mereka mencari pohon yang bisa di panjat agar tidak di mangsa oleh buaya ganas, di sini banyak yang mati di makan para buaya jahat karena memang sudah di jadikan sarang oleh mereka. apa lagi banyak daun pandan, Pak Bujang kian cemas karena takut bila anak nya di mangsa pula oleh para buaya di sini dan pasti nya Diana tidak bisa melawan.
"Bagai mana ini, Den? Adik mu belum bisa di temukan!" Pak Bujang cemas sekali.
"Astaga, malah sekarang kita terjebak di sini." keluh Yoto.
Jdegeeeer.
"Ya allah, petir nya malah semakin kencang saja." Pak Hasan panik juga.
"Bagai mana ini, itu memang buaya!" Joni menyorot kearah rawa.
Lemas lunglai tubuh mereka semua karena buaya nya berukuran besar, terutama Pak Bujang dan juga Deni, selain takut akan buaya yang akan memakan mereka, tapi mereka juga takut bila Diana sampai di makan oleh para buaya ini karena pasti Diana tidak akan bisa melawan nya akibat tubuh yang sudah lemas.
"Paaaak, itu Diana!" Yoto menyorot di tengah air sana.
"Astaga, bagai mana ini?!" Pak Bujang kalang kabut karena mau turun tapi di hadang oleh buaya besar.
"Alihkan buaya yang ada di bawah ini, bahaya bila Diana di sana." Deni juga ketakutan bila adik nua celaka.
Namun baru saja dia berucap demikian, tubuh polos Diana yang tengah berdiri di rawa dengan air hujan menggugur nya, mendadak saja ada akar atau lebih tepat nya seperti tangan gurita membelit tubuh nya hingga dia tidak bisa bergerak, Deni dan Pak Bujang menjerit keras karena ketakutan melihat yang Diana alami sekarang ini.