Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DELAPAN BELAS
Keesokan harinya Hera menerima tamu, ternyata Aldo yang berkunjung pagi-pagi. Akhirnya mau tidak mau Aldo diajak sarapan bersama. Usai sarapan, Aldo mengajak Hera berbicara di taman supaya lebih aman.
"Boleh kita bicara di taman? Ini penting." ajak Aldo dengan suara lembut usai sarapan. Ibu dan ayah masih di dapur, Hera dan Aldo berada di teras rumah, sedang Udin sudah sibuk bersiap untuk bekerja.
"Kenapa gak bicara disini saja?" tanya Hera tidak mau menatap Aldo, dia memalingkan wajahnya. Mereka duduk bersisian di kursi teras.
"Kalau disini terlalu dekat dengan tetangga, nanti mereka mendengar obrolan kita dan akan menjadi bahan gosip." ujar Aldo mencari alasan. Memang sebaiknya menghindari gosip selagi itu demi kebaikan bersama.
"Baiklah, aku ambil ponsel sekalian pamit sama ibu." ucap Hera meninggalkan Aldo diteras sendiri. Hera masuk ke dalam kamarnya mencari ponselnya yang diletakkan di atas nakas. Kemudian mencari ibunya di dapur, ternyata ibu Ros berada di teras samping membersihkan rumput pada bunga yang mulai tumbuh.
Hobby ibu Ros adalah mengurus tanaman, dulu bercita-cita menjadi penjual bunga atau membuka toko bunga tapi tidak mendapatkan izin dari sang suami. Tapi siapa sangka jika dia mengurus tanaman di rumah, biasa teman, tetangga juga pada membeli bunganya.
"Bu, ibu dimana?" panggil Hera saat mencari ibunya di dapur. Dia sudah menelusuri setiap ruangan. "Ibu disini ternyata." ucap Hera cemberut setelah menemukan sang ibu.
"Kenapa?" tanyanya santai. "Ayahmu saja yang seharusnya ibu urusi tapi santai saja. Kenapa kamu panggil-panggil ibu begitu. Hm?" tanyanya seraya bangkit dari duduknya di depan tanaman.
"Aku mau ke taman dulu sama Aldo bu. Ayah mana?" tanya Hera. Ayah Rahim memang super sibuk dengan pekerjaan, dia orang yang totalitas. Tapi dia juga selalu meluangkan waktu buat keluarga.
"Iya hati-hati, nanti jadi ke acara wisuda?" tanya ibu mengingatkan. Hera menjawab dengan anggukan sambil mencium punggung tangan ibu Ros dengan sayang. "Ayah masih mandi, baru mau bersiap. Ibu juga akan masuk kamar ini." imbuhnya.
"Tumben ayah lambat bu, biasa ayah rajin bahkan sebelum subuh sudah mandi." ujar Hera penuh curiga. Ini bukan kebiasaan ayah Rahim yang mandi sudah hampir pukul 7.30.
"Ayah kurang sehat, tadi ibu rebuskan air supaya badan ayah segar." jawab ibu masuk ke dalam rumah untuk menemui sang suami.
"Semoga ayah cepat sembuh." gumam Hera pelan. Dia harus segera menyelesaikan urusannya dengan Aldo. Dia sudah mendapat keputusan yang menurutnya tepat.
Hera kembali ke teras menemui Aldo dan mengajaknya segera ke taman. "Ayo berangkat sekarang, karena aku harus segera ke gedung SR menghadiri acara wisuda." ucapnya ketus, seolah dirinya yang terpenting dalam acara wisuda tersebut sehingga sangat buru-buru.
Hera keluar pagar berjalan kaki menuju taman, Aldo mengekor dibelakangnya dengan menaiki motor andalannya - Jupiter MX.
"Dia jutek sekali." gerutu Aldo dalam hati. "Semua gara-gara aku, salah ambil keputusan. Tapi memang sih, semua sudah berjalan sebelum aku sama Hera." imbuhnya mengekor dengan menggunakan motornya.
"Sini aku bonceng." tawar Aldo saat berada disamping Hera yang berjalan kaki. Aldo mengendarai motornya pelan, bahkan sangat ~ pelan.
"Sudah sampai juga." jawab Hera ketus ketika sudah sampai di taman. Cukup sepi karena hari mulai siang, orang yang jalan-jalan pagi dan berlarian sudah kembali ke rumah masing-masing.
Hera mencari tempat yang menurutnya aman, dia duduk sendirian karena Aldo sedang mengurus motornya. Usai motor di parkir, Aldo segera menghampiri Hera untuk menjelaskan semuanya.
"Hera." ucap Aldo setelah mereka cukup tenang. Karena saat Aldo mendekat, jantungnya berdegub kencang seperti mau terbang.
"Bagaimana?" satu kata keluar dari mulut Hera sebagai pertanyaan yang harus siap Aldo jawab. Aldo menarik nafas panjang supaya stok oksigen dalam tubuhnya berlimpah. Begitu sulitnya hendak menjelaskan permasalahan awalnya.
"Jadi begini Hera. Awal mula aku bekerja sama dengannya adalah karena dia anak orang kaya. Dia mau membuka Klinik dan itu menjadi peluang besar untukku memiliki pekerjaan saat selesai kuliah. Awalnya semua berjalan normal, tapi lama kelamaan ternyata dia menyukaiku ~ gay."
"Aku juga tidak menyangka hal itu terjadi, semua terjadi begitu saja Hera. Bahkan Sandra dan kekasihnya sudah selalu mengingatkanku. Tapi bujuk rayunya terlalu tinggi." jawab Aldo yang kemudian menatap Hera sekilas. Aldo ingin melihat ekspresi Hera apakah marah atau tidak?
"Kami berjalan begitu saja, saat aku masuk kelas ternyata kamu adalah cewek yang ku kagumi saat di mobil. Aku tertarik denganmu saat pandangan pertama Hera. Aku berkata jujur."
"Saat kamu mengajaku berkenalan, aku mengabaikanmu karena aku tidak ingin kamu masuk ke dalam masalahku. Aku memang bukan anak orang miskin, bahkan orang tuaku kaya. Tapi mereka selalu mendidik kami supaya mandiri, jika menginginkan sesuatu harus dari hasil sendiri."
"Tapi kan masih banyak cara lain Aldo!?" geram Hera, sebegitu tertariknya Aldo dengan usaha Klinik temannya sehingga dia rela melakukan hal kotor tersebut.
"Ini jalan pintas yang cepat dan mudah Hera." jawabnya menunduk. Jika ingin mendapatkan yang instan bahkan Aldo rela melakukan apa pun itu. Meski itu dosa!
"Jadi sampai sejauh mana hubungan kalian?" Hera bertanya sambil bergidik ngeri, mereka jurusan kesehatan otomatis bersentuhan bahkan hubungan in-tim pun bukan hal yang lumrah. Semua itu mereka pelajari.
"Sudah jauh." jawab Aldo menunduk dalam, dia pun menjawab dengan lirih. Bahkan Hera pun hampir tidak mendengarnya.
"Astaghfirullah." gumam Hera pelan, dia tidak sanggup berkata lagi selain beristighfar. Mereka diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kamu tidak tahu bertapa kerasnya hidupku Hera, meski aku anak orang kaya tapi kami harus berjuang. Jadi bagiku, apapun akan aku lakukan agar aku terlihat berhasil oleh keluarga besarku."
"Tapi kan masih banyak cara lain Aldo, masih banyak pekerjaan lainnya. Itu jalan pintas sesat Aldo." ujar Hera menahan marah. Dia sudah sayang sama Aldo sehingga dia kecewa dan teramat kecewa.
"Maaf kan aku Hera. Tolong kita pertahankan hubungan kita ya! Aku akan segera menyelesaikan semuanya dengannya." ucap Aldo penuh permohonan. Dia mengatupkan kedua telapak tangannya di dada.
"Aku." Hera menarik nafas dalam lalu dia hembuskan perlahan. "Aku menyerah Aldo." jawaban Hera yang membuat Aldo syok. Dia sadar semua salahnya, panjang lebar Aldo menjelaskan tapi ternyata Hera tidak mampu menerimanya kembali.
"Maksud kamu?" Aldo bertanya, dia pura-pura tidak paham dengan maksud Hera. Dia menganggap dirinya salah dengar ucapan Hera. Butuh dijelaskan kembali.
"Aku sudah memaafkan mu Aldo, tapi aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Sebaiknya kita putus!" ujar Hera dengan terbata, dia menahan emosi, marah, dan juga tangis. Dia selalu mendongak supaya air matanya tidak tumpah.
"Maaf Aldo." ucapan terakhir Hera seperti hantaman batu besar yang menindis tubuh Aldo, berat! Hera berdiri dan meninggalkan Aldo sendirian dengan termenung.
"Maafkan aku Hera." gumam Aldo menatap punggung Hera yang menjauh darinya. "Semua salahku." imbuhnya penuh sesal. Aldo tutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang bertumpu pada kedua lututnya.
Aldo menahan tangis, dadanya sesak seperti susah bernafas. Semua sudah harus dia terima, semua memang salahnya menjalin hubungan dengan sesama je-nis dan menjadikan Hera selingkuhannya.
cocok