"Bila aku diberi kesempatan kehidupan kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan menyakitkan ini. "
Pernikahannya sudah menginjak usia tiga tahun. Namun, cinta Damian tak bisa Helena dapatkan, tatapan dingin dan ucapan kasar selalu di dapatkannya. Helena berharap kehidupan pernikahannya akan terjalin dengan baik dengan adanya anak yang tengah di kandunginya.
Namun nasib buruk kembali menimpanya, saat tengah dalam perjalanan menuju kantor Damian untuk mengatakan kabar baik atas kehamilannya, kecelakaan masal tak terduga tiba-tiba menimpanya.
Mobil dikendarainya terpental jauh, darah berjejeran memenuhi tubuhnya. Badannya sakit remuk redam tak main, lebih lagi perutnya yang sakit tak tertolong.
Lebih dari itu, rasa sakit dihatinya lebih mendalam mendengar ucapan dan umpatan kasar Damian padanya saat Helena menelpon untuk meminta pertolongan pada Damian-suaminya.
"Mati saja kau, sialan! Dengan begitu hidupku akan terbebas dari benalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga belas
Seminggu berlalu saat kedatangan Trissa ke rumah, selama seminggu ini juga tidak ada tanda-tanda kemunculan Trissa di rumahnya, tidak seperti biasanya. Wanita itu biasanya suka berkeliaran di rumah ini dengan suka hatinya setiap hari.
Jam tujuh malam, Damian belum juga pulang dari kantor. Mungkin ada urusan kantor yang mengharuskan laki-laki itu, tidak pulang seperti jam biasanya, Helena tidak peduli. Wanita itu sibuk menatap tampilannya di depan cermin full body, malam ini dia ada janjian temu reunian angkatannya di sebuah restoran yang sudah ditentukan.
"Sempurna." pujinya, menatap tampilannya di depan cermin. Helena menggunakan dress panjang semata kaki, warna grey polos dengan belahan panjang hingga menampilkan kaki kiri jenjangnya sampai paha. Tubuhnya terbentuk menyesuaikan baju, dengan bagian dada rendah.
Setelah merasa cukup akan penampilannya. Helena mengambil tas berwarna senada yang tergeletak diatas kasur, kakinya dengan pelan melangkah keluar kamar menuruni tangga, sendal heels dengan tumit tinggi berukuran lima centimeter.
"Wahh, bu Helena. Terlihat cantik sekali malam ini, ibu mau kemana? " puji Bi Ayu, melihat Helena tampak begitu cantik dan memukau Helena malam ini. Wanita baya itu belum pulang kerumah, katanya masih ingin menginap di sini karena anaknya masih berada di rumah pamannya.
"Hahaha, Bi Ayu. Bisa aja pujinya, saya malam ini mau keluar bentar, ada reunian angkatan kuliah saya dulu. " jawab Helena, menutup wajahnya malu karena pujian Bi Ayu.
"Ibu sudah izin sama, mas Damian? Takutnya, mas Damian pulang, nyari-nyari ibu nanti. "
Helena terdiam sejenak, dia belum mengabari apapun pada Damian tentang kepergiannya di reunian angkatannya. Tapi, emangnya laki-laki itu peduli? Mau kemanapun Helena pergi, Damian tidak akan peduli.
"Udah, Bi. " Helena akhirnya berbohong, Bi Ayu ini agak rewel kalau dia bilang dengan jujur kalau belum memberitahukan Damian tentang kepergiannya. "Pak Tarno, ada di depan, Bi? "
"Ada bu, pak Tarno hari ini gak jemput mas Damian pulang. Katanya masih ada banyak kerjaan di kantor jadi pulangnya agak malaman, nanti mas Damian pulangnya di antar, Mas Niko. " jelas Bi Ayu panjang lebar, Helena cuman angguk- angguk kepala aja, aslinya dia gak begitu peduli. Mau Damian pulang terlambat atau gak pulang sekalian, bukan urusan dia.
"Kalau gitu, saya pergi dulu ya, Bi. "
"Ibu nanti pulangnya jam berapa? Gak kemalaman, kan? " tanya Bi Ayu, dia mengkhawatirkan Helena. Majikannya itu baru pertama kali ini keluar malam, karena biasanya Helena selalu berada di rumah.
"Bibi tenang aja, saya pulangnya jam sembilan nanti, paling lambat jam sepuluh. Udah ya, saya pamit pergi dulu, Bi. " Helena melambaikan tangannya, kakinya melangkah keluar rumah.
"Bu Helena, beneran udah izin belum ya sama, mas Damian? " wanita baya itu terlihat gusar, agak tidak percaya dengan ucapan Helena yang katanya sudah memberitahukan pada Damian. Bukan Bi Ayu tidak percaya pada Helena, hanya merasa ada kejanggalan saja.
"Udahlah, mungkin itu cuman perasaan bibi saja. Mana mungkin bu Helena gak ngabarin mas Damian. " ujar Bi Ayu sambil menggeleng kepalanya, membuang semua pikirannya. Helena tampak begitu mencintai Damian, mana mungkin wanita itu tidak mengabari Damian. Ya, walaupun Bi Ayu tau kalau Helena akhir-akhir terlihat bersikap acuh dengan Damian.
•••••••••
Mobil yang di kendarai pak Tarno berhenti di parkiran restoran yang menjadi tempat reunian angkatan mereka. Tempatnya bagus dan mewah, walau tidak semewah restoran yang pernah di datanginya bersama Damian.
"Pak Tarno, pulang aja dulu. Nanti kalau saya mau pulang, saya telepon bapak nanti. " ujar Helena sambil membuka pintu penumpang mobil.
"Gapapa, bu? Saya tunggu di sini aja, sampai bu Helena pulang. "
"Jangan, pak. Saya lama di sini, kasian pak Tarno nya kalau nungguin saya, bapak pulang aja dulu, pak Tarno juga belum makan malam, kan? Bi Ayu tadi udah siapin makan malam, nunggu pak Tarno pulang untuk makan bersama. "
"Yasudah, kalau begitu. Saya pamit pulang dulu, bu. Nanti telepon atau kirim pesan ke saya kalau ibu sudah mau pulang. "
Helena mengangguk cepat, dia berdiri menunggu mobil yang yang dikendarai pak Tarno melaju meninggalkan area sekitar restoran. Setelah mobil dikendarai pak Tarno sudah pergi jauh, Helena membalikkan badannya untuk masuk ke dalam restoran.
Restoran di tempati untuk reunian ini sudah di booking, hingga isinya adalah teman angkatan kampus mereka saja.
Helena membuka ponselnya, membaca pesan Tari, tadi dia menanyakan posisi dimana temannya itu. Helena sudah lama tidak bertemu kabar dengan teman-temannya yang lain, jadi dia kurang kenal dengan yang lainnya.
"Helena, sini. " itu suara Tari yang memanggilnya, Helena tadi tampak celingak-celinguk. Mencari posisi yang Tari beritahukan di pesan tadi.
Kepala Helena tertoleh pada asal suaranya, senyumnya merekah saat mendapati Tari disalah satu meja sambil melambaikan tangan ke atas. Helena dengan mempertahankan senyumnya, melangkah menyusul pada Tari bersama teman-teman wanita yang lain. Helena lupa siapa mereka, tapi wajahnya tampak familiar dilihatnya.
"Hai, Helena. Sudah lama kita tidak bertemu. " salah satu wanita yang duduk melingkar di meja itu bersuara, saat Helena sudah ikut duduk bergabung bersama mereka.
"Kamu menghilang selama bertahun-tahun setelah wisuda, kami kira kamu pergi jauh keluar negeri sampai tidak ada jejak sedikitpun. " kembali yang lain bersuara.
"Aku tidak pergi jauh sampai keluar negeri, hanya balik kampung halaman ku. Aku kerja disana jadi tidak ada waktu untuk datang bermain-main di sini. " ujar Helena kikuk, tidak enak hati. Dia menggaruk leher belakangnya.
"Yasudah, tidak apa-apa. Yang penting kan kita sudah bertemu lagi. " wanita itu- Lucia namanya, kembali bersuara. Yang tadi menyapa Helena duluan saat namanya Tari panggil. "Dengar-dengar dari grup, kamu katanya sudah menikah, ya? "
"Ah, iya. Itu rame sekali diperbincangkan di grup. Banyak yang kaget, kamu lama menghilang, tiba-tiba datang membawa kabar yang begitu mengejutkan. " satunya ini namanya, Sera. Wanita ini terlihat energetic, bersemangat sekali.
"Ya, begitu lah. " jawab Helena, pendek. Bingung ingin merespon bagaimana.
"Selamat ya atas pernikahan kamu, walau ucapan selamat ku terlambat. "
"Aku juga ucapkan selamat untuk pernikahan kamu. Aku terkejut sekali mendengar kamu sudah menikah, tapi yasudah, semoga kamu selalu bahagia dengan kehidupan pernikahan kamu bersama suami. " ujar Lucia, dia memanggil seorang pelayan, meminta minuman jus jeruk dan di berikannya pada Helena. "Suami kamu siapa, kalau boleh tau? Apa dia teman satu tempat kamu bekerja dulu? Atau salah satu orang di kampus kita? "
"Dulu aku pikir, Helena akan menikah dengan Bagas. Ternyata bukan berjodoh. " Sera menyeletuk, membuat suasana menjadi canggung seketika.
Lucia yang posisi duduknya di sebelah, Sera. Mencubit lengan tangan Sera, membuat wanita itu memekik kesakitan.
"Hahaha, kalian ada-ada saja. Helena dan Bagas, kan hanya sebatas teman, Kamu aneh-aneh saja Sera kalau bicaranya. " celetuk Tari memecah kecanggungan, dia tertawa paksa membuat Lucia dan Sera ikut tertawa juga.
"Maaf, ya. Aku cuman becanda aja tadi. Maaf, Helena. " sesal Sera, meminta maaf.
"Sera emang gitu orangnya, Helena. Suka becanda, dia dari jaman kuliah kan suka ngelucu begini. Kamu mungkin lupa," ujar Lucia, agar Helena tidak tersinggung.
"Hahaha, gapapa kok. Gak perlu minta maaf begitu, mungkin orang-orang berpikir begitu, karena aku dekat sekali dengan Bagas. " Helena melambaikan tangan kanannya, bertanda tidak apa-apa, walau rasa canggung menderanya.
"Terus suami kamu, siapa? Dia gak kamu ajak ke sini juga? Biar kita bisa saling kenalan. " tanya Lucia, mengalihkan suasana yang terasa canggung beberapa saat tadi.
"Kata Tari, suamiku senior di kampus kita dulu, Damian, namanya. Kalian kenal? "
Lucia dan Sera terlihat berpikir, nama damian- senior mereka dulu seperti tidak asing di telinga mereka. Namun, keduanya lupa.
"Damian Baskara, anak jurusan bisnis. Yang terkenal tampan dan kaya raya itu, tapi sifatnya dingin tak tersentuh. " penjelasan Tari barusan membuat Lucia dan Sera kompak melototkan matanya, kaget.
"Damian, yang itu?! " pekik Sera kaget, menatap tidak percaya pada Helena. "Wahh, kamu beruntung sekali, Helena. Bisa menikah dengan laki-laki incara para wanita kampus dulu. "
"Pasti Damian sangat mencintai kamu ya, Helena? Dengar-dengar dari gosip kampus dulu, Damian tidak pernah deket atau memiliki hubungan asrama dengan wanita manapun, sifatnya cuek dan dingin membuat para wanita takut untuk mendekati. Kamu menikah dengannya, pasti Damian memiliki rasa padamu. Laki-laki modelan seperti Damian itu, tidak akan menikah kalau bukan dengan orang yang dicintainya sangat dalam. "
Helena tersenyum kecut mendengarnya. Damian mencintainya? Hahaha, melihat wajahnya saja, laki-laki itu sudah terlihat muak dan malas. Keduanya bisa menikah juga karena perjodohan yang sudah direncanakan orangtua mereka dulu. Kalau tidak, Damian mana mungkin dengan sudi menikah dengannya.
"Ya, Damian memang mencintai, Helena. " celetuk Tari, masih mempercayai dengan pikirannya bahwa Damian memiliki rasa terhadap Helena. Namun, karena gengsi, laki-laki itu seperti mengkhianati perasaannya sendiri.
Helena menghembuskan nafas, sudah lelah akan sifat keras kepala, Tari. Yasudahlah, terserah apa yang dipikirkan sahabat terbaiknya itu, Helena sudah lelah.
•
•
•
Halo halo, selamat siang. jangan lupa vote, komen dan bintang lima ya...
jangan lupa juga follow akun author ya, terimakasih. selamat membaca semuanya....
semangat 💪💪💪