Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Masa Lalu
Begitu sampai, Ana semakin panik. Apalagi rumah yang biasanya sepi, terlihat begitu ramai.
Begitu memberi salam dan masuk kedalam, dia terpaku melihat Rima yang baik-baik saja. Bahkan disana terlihat Sahil yang duduk berdampingan dengan Kinan.
Di ujungnya lagi, Dian tersenyum sinis seraya melambai tangan ke arahnya.
"Maaf, mengganggu." lirih Ana mundur.
Namun dengan cepat adik Fatimah bangun dan mencekal tangan Ana.
"Kemari lah, duduk disini." ujarnya menarik Ana duduk disisinya.
Ana terus saja menunduk, hatinya tidak kuat melihat Sahil duduk berdekatan dengan Kinan. Dan Kinan yang paham akan hal itu malah menggeser kan, tubuhnya agar sedikit menjauh.
Tentu saja hal itu semakin membuat Sahil bangga.
"Mumpung ada Ana disini, bagaimana jika kita membicarakan tentang hubungan Sahil, Kinan, dan Ana." ujar adik Fatimah. Secara kekeluargaan dia adalah yang paling tua.
"Maaf, maksudnya?" Ana bingung.
"Begini, kami paham, selama ini kamu menolak menikah lagi, karena menunggu kepulangan Sahil. Karena menurut apa yang mbak Fatimah katakan, cintamu sudah habis untuk Sahil seorang." ujar adik Fatimah bernama Ida.
Ana menunduk dan tersenyum kecut, karena sekarang, rasa cintanya susah berganti dengan kekecewaan. Mungkin cinta masih ada, namun rasa kecewa mengalahkan segalanya.
"Mbak, aku sadar aku hadir disaat yang tidak tepat. Cinta ku, tumbuh pada orang yang salah. Tapi, aku rela jika harus mundur dari pernikahan ini." ujar Kinan.
Sahil membelalakkan matanya, dia tidak rela jika Kinan mundur begitu saja. Karena sekarang Kinan bukan hanya istrinya. Tetapi juga penyelamat hidupnya.
"Izinkan aku bicara." seru Ana menatap semua orang. Bahkan, terakhir dia menatap Sahil sedikit lebih lama.
"Selama delapan belas tahun, aku memang menunggu suamiku pulang. Dan selama delapan belas tahun, aku selalu berdoa untuknya." Ana menghela napas.
"Mungkin, Allah baru menjawab doa-doa ku. Dan mungkin, Allah pula menyiapkan hatiku untuk berlatih lebih kuat tanpa kehadiran sosok suami, ataupun ayah untuk kedua anakku." ujar Ana menatap orang-orang disana.
"Disini, aku Ana memutuskan untuk tidak lagi kembali pada bang Sahil. Aku sudah cukup tau jika dia selamat dan sehat. Cukup itu." ujar Ana menahan air matanya.
"Tidak Ana, kamu tidak boleh menyerah begitu saja. Delapan belas tahun Ana. Selama delapan belas tahun kami menjadi saksi hidup, betapa kamu menderita." ujar Ida berkaca-kaca.
"Maaf semuanya, keputusanku sudah bulat. Aku dan anak-anakku sudah terbiasa tanpa kehadiran bang Sahil. Tapi bagaimana dengan Kinan dan Anaknya? Apakah, kalian yakin anak mereka rela? Dan yang aku dengar, anaknya juga menderita penyakit bawaan. Apakah aku rela merebut seorang ayah darinya?" isak Ana.
Susah payah Ana menahan tangisnya, namun dengan mudah air matanya lolos begitu saja.
Kinan juga terisak. Karena sadar sebegitu berat jadi Ana. Dia yang menunggu lama, nyatanya dia juga yang terluka.
"Maafkan aku ..." mohon Kinan merengsek mendekati Ana.
"Maafkan aku mbak, aku hadir menjadi duri dalam hidupmu. Apa yang harus aku lakukan mbak?" isak Kinan memegangi tangan Ana.
Ana memalingkan wajahnya. Kata benci masih tersemat di hati untuk wanita yang berada di depannya.
"Terima kasih mbak, pengorbanan akan terus aku ingat. Dan beritahu aku, bagaimana caranya agar aku bisa membalas semuanya." isak Kinan.
"Kamu cukup membalasnya dengan tidak pernah hadir ke kehidupan ku. Sama seperti kita sebelum kenal." ungkap Ana.
Semua diam mendengar penuturan dan juga permintaan Ana. Rima, dia yang paling terluka saat mendengar kata mundur dari iparnya. Dan Dian tersenyum puas. Setidaknya, Kinan lebih sedikit mudah untuk di kebulin.
"Ana ..." Rima memanggil iparnya.
"Kita akan tetap seperti dulu mbak, mungkin perubahannya aku akan sedikit menjauh. Biar anak-anak yang menjaga hubungan ini, agar tetap erat. Seperti sebelumnya." ujar Ana menatap penuh kasih pada Rima.
Rima, seperti kakak perempuan baginya. Dan sekarang dia harus rela kehilangan kakaknya demi kebaikan semua orang.
...🍁🍁🍁...
Di tempat lain, Firman dan Jefri terus saja memikirkan bagaimana caranya agar mereka bisa bertemu dengan Sahil.
Hari-hari mereka tidak tenang, sebelum memastikan jika Sahil benar-benar lupa ingatan. Mereka berdua sudah bertanya pada Kayla. Namun, gadis itu mengatakan tidak tahu.
Ingin meminta pada Arkan, rasanya mereka sedikit ragu. Apalagi, mereka merasa jika Arkan menyindir kelakuan mereka berdua.
Seperti sekarang, Firman dan Jefri berada di balai dekat sawah. Mereka kembali merenung jika sebenarnya Sahil tidak lupa ingatan.
"Kita terlalu gegabah bang, seharusnya kita memastikan dia mati dulu. Baru, saat itu kita pergi." sesal Jefri.
"Itulah, aku juga nyesel. Lagipula ini semua salahmu. Kamu yang pertama kali mencoba membunuhnya." ujar Firman.
"Aku emosi dan takut. Lagipula aku takut jika rahasia kita terbongkar." sanggah Jefri menjambak rambut frustasi.
"Bagaimana ini bang? Aku takut jika kita ..."
"Diam ..." bentak Firman tak kalah frustasi.
Mereka kembali teringat tentang dimana Sahil memergoki mereka membawa p$k ditempat mereka menginap. Semula mereka berdua malah mengajak Sahil untuk ikut serta. Tapi, tentu saja Sahil menolak, selain karena ingat sama Ana. Dia juga takut pada sang pencipta.
"Alah, jujur aja kamu juga butuh kehangatan kan? Kita ini lelaki dewasa yang sering merasakan manisnya surga dunia. Jadi, gak usah sungkan." ujar Jafri sembari menutup resleting celananya.
Sedangkan Firman malah tertawa memamerkan tubuhnya yang tidak tertutup sehelai benang pun. Juga dua gadis yang terbaring santai di kasur lantai itu.
"Tapi itu dosa, dan aku tidak akan mengkhianati Ana sampai kapanpun. Dan kalian sadarkan? Ana itu adik kalian." bentak Sahil.
"Alah gak usah munafik kamu Sahil. Coba lah dulu, dan kami sebagai abangnya tentu saja akan merahasiakannya. Karena ini rahasia diantara para lelaki." ujar Jefri merayu keteguhan Sahil.
"Gak heran, kalian seperti ini. Di kampung aja kalian bisa meniduri wanita dengan keterbelakangan mental." sinis Sahil hendak pergi.
"Apa maksudmu ..." Firman berteriak.
Sedangkan Jefri malah menyuruh kedua perempuan itu untuk segera keluar. Tak lupa, dia memberikan upah pada keduanya.
"Apa maksudmu?" Firman mencengkram kerah baju Sahil.
Sahil tersenyum miring. "Aku pernah melihat kalian berdua bergantian memasuki kamar Sani. Bahkan itu bukan hanya sekali." sinis Sahil sama sekali tidak takut.
"Kurang ajar ..." Jefri langsung menonjok pipi Sahil.
Dan itu berhasil membuat Sahil berdarah di sudut bibirnya.
"Kalian pikir aku gak tahu? Bahkan, belakangan ini dia dikabarkan hamil bukan? Dan kalo tidak salah, itu pasti anak salah satu dari kalian." ucap Sahil menyapu sudut bibirnya.
Lagi-lagi, karena emosi. Jefri meninju Sahil. Namun, kali ini di perut dan juga area dada. Dan itu membuat Sahil memuntahkan darah.
ana yg tersakiti,Kinan yg menikmati
dan si Jefri dan firman perlu di ruqyah 😁😁