Keyra Onellia, seorang putri angkat keluarga Arlott yang kini sudah tak dianggap akibat keluarganya kembali menemukan sang anak kandung. Dari umur 13 tahun, Keyra mulai tersisihkan. Kembalinya Dasya, membuat dirinya tak mendapatkan kasih sayang lagi. Di hancurkan, di kucilkan, di buang dan di rendahkan sudah ia rasakan. Bahkan diakhir hidupnya yang belum mendapatkan kebahagiaan, ia harus dibunuh dengan kejam.
Keyra mengira jika hidupnya telah berakhir. Namun siapa sangka, bukannya ke alam baka, jiwanya malah bertransmigrasi ke tubuh bibinya—adik dari daddy angkatnya.
•••
"Savierra, kau hanya alat yang akan dikorbankan untuk kekasihku. Ku harap kau jaga sikap dan sadar diri akan posisimu!"
Mampukah Savierra yang berjiwa Keyra itu menghadapi tiran kejam, yang sial nya adalah suaminya itu? Takdir benar benar suka bercanda! Apakah Savierra harus mengalami kemarian tragis untuk kedua kalinya? Tidak! Savierra akan berusaha mengubah takdir hidupnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetstory_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Seorang perempuan, menatap kosong ke arah pemandangan di depan sana. Udara sejuk di balkon kamar itu membuat dirinya sedikit lebih tenang. Pikirannya berkecamuk, membuat dirinya hampir merasa gila.
Ini sudah 3 hari semenjak kejadian itu. Savierra—perempuan itu masih terbayang bayang akan kejadian itu.
Ia termenung, hati dan mentalnya masih belum baik baik saja. Andai saja, ia tak menyanggupi permintaan Samuel untuk menghampiri Ryden, dan andai ia tak mendekati dan membantu Ryden, malam itu tak akan mungkin tragedi kelam dalam hidupnya kembali terulang. Walaupun raganya bukan lagi Keyra, namun bayangan itu masih terekam jelas di otaknya. Ia terisak kecil dengan memeluk diri sendiri.
Tidak, seharusnya hubungan itu di lakukan oleh dua orang yang saling mencintai—itu mimpi Savierra, bukan malah seperti ini. Kenapa mimpi sederhana nya tak bisa terlaksana? Entah pada kehidupan Keyra dulu atau Savierra sekarang. Mimpi sederhananya hanya ingin dicintai tulus dan bisa bermesraan dan berhubungan dengan lelaki yang mencintai dan di cintainya hingga akhir hayat.
"Nyonya.."
Suara lirih nan lembut itu mengalihkan perhatian Savierra. Perempuan itu segera mengusap air matanya. Lalu, perempuan itu tersenyum lembut kearah Karin. Menyakinkan gadis itu, bahwa ia baik baik saja. "Kenapa Karin?" tanya nya lembut.
Karin terdiam, merasa ragu. "I-itu, tuan Hander dan yang mulia pangeran kedua ingin bertemu dengan anda nyonya," adu nya dengan ragu. Ia takut jika sang nyonya terguncang dan merasa tak aman.
Savierra termenung, matanya menatap datar. "Jika mereka memang sangat ingin bertemu denganku, aku akan menemui mereka." Putus nya dengan menghela nafas berat.
"Persilahkan yang mulia dulu saja. Aku hanya ingin menemui mereka satu persatu."
"Baik nyonya,"
Savierra tersenyum dingin, "Setelah seperti ini, untuk apa dia menemuiku? Merasa bersalah?" gumamnya dengan tangan mengepal erat.
"Savierra! Akhirnya kamu mau menemuiku."
Savierra menoleh ke arah pangeran Zyonel. Tatapannya tetap datar, tanpa ekspresi. Ia langsung berdiri dan membungkukkan sedikit badannya. "Salam yang mulia, Savierra menghadap yang mulia pangeran kedua," salam nya sopan, membuat Zyonel tersentak.
"Silahkan duduk pangeran, maafkan saya yang hanya bisa menjamu dengan sederhana," lanjut Savierra dengan tenang.
Ia mengulurkan secangkir teh pada pangeran Zyonel. "Sebenarnya, apa yang membuat pangeran menjenguk saya yang bukan siapa siapa ini?" tanya Savierra dengan nada tenang. Wajahnya terkesan tanpa ekspresi. Ia hanya memperlihatkan sedikit senyuman saja.
Zyonel berdehem canggung, ia merasa bahwa sifat Savierra berbanding terbalik dari pada saat bertemu waktu itu. Dalam hati ia berfikir, apa yang membuat Savierra berubah?
"Kamu tidak perlu begitu formal padaku Vierra. Bukankah dulu kamu sangat santai padaku? Aku harap kamu bisa seperti waktu pertama kali kita bertemu saja" kata sang pangeran. Zyonel merasa asing melihat Savierra yang kini di hadapannya.
Sebenarnya, apa yang terjadi dengannya?
"Maaf saya tidak bisa yang mulia. Maafkan saya juga yang waktu itu lancang memanggil anda dengan 'kak'. Waktu itu saya tidak tahu bahwa anda adalah seorang pangeran." Savierra menatap Zyonel dengan rasa bersalah. Ia menatap Zyonel ragu, takut sang pangeran tersinggung.
Pukk!
Zyonel menepuk surai emas yang indah itu. "Hey, apa yang kamu khawatirkan? Aku tidak marah padamu. Dan keformalanmu malah membuatku merasa tak nyaman. Aku senang di panggil secara non formal. Kamu tak perlu merasa bersalah."
Savierra membeku, merasa terkejut dengan perlakuan pangeran Zyonel. "T-tapi, itu adalah hal yang lancang.. Saya tid-"
"Aku suka di panggil 'kak'. Aku mohon kamu jangan mengubah panggilanmu kepadaku," potong Zyonel, dengan tangan yang ditumpukan pada dagunya. Ia tersenyum, "Kamu perempuan yang ceria Savierra. Kamu tidak perlu membangun benteng kokoh di hadapanku, karena aku akan merobohkannya setebal apapun benteng itu!" lanjutnya sembari meminum teh nya.
Savierra tertegun mendengar apa yang di ucapkan sang pangeran. Ya, dia tak munafik bahwa ia merasa nyaman saat berbicara secara non formal pada pangeran Zyonel. Namun, Savierra masih punya rasa sopan untuk tak sembarangan memanggil dan berbicara.
"Apakah pangeran juga melakukan ini pada orang di luaran sana? Menyuruh mereka untuk tidak terlalu formal pada anda?"
Uhukkk.. uhukkk...
"Aduhh, tolong pelan pelan pangeran.." seru Savierra lalu menepuk nepuk bahu Zyonel, namun segera kembali menarik tangannya saat menyadari tindakan bodohnya.
"Ah maaf.."
"Savierra.. dari sekian banyaknya kata yang aku ucapkan, kenapa kau hanya menangkap bagian itu?" tanya Zyonel tak percaya. Ia memijit pelipisnya pelan, bingung dengan kepolosan Savierra.
Memiringkan kepala, Savierra menatap Zyonel polos, "Jadi, benar?" tanya nya sekali lagi membuat Zyonel menghela nafas, mencoba menguasai diri.
Tapi.. Sial! Dia terlihat sangat imut saat terlihat polos seperti itu.
Berdehem canggung, pangeran Zyonel mengalihkan pandangan ke sembarang arah. "Eung, hanya ke kamu saja Vierra. Kamu aku khususkan untuk memanggilku secara non formal saja," kilah Zyonel merasa gugup.
"Kenapa? Apakah karena saya istri dari sahabat anda?" tanya Savierra yang kini sudah kembali bersikap tenang. Perempuan itu melirik ke arah Zyonel yang terdiam. "Benar? Jika hanya karena Ryden, saya tak mau menuruti keinginan pangeran, maaf."
"Bukan!" bantah Zyonel. Ah sekarang ia jadi tahu, yang membuat keadaan Savierra menjadi seperti ini pasti ulah sahabat laknatnya itu.
"Bukan?" bingung Savierra.
Pangeran mengangguk mantap. Ia menatap ke arah langit biru yang tampak cerah itu. "Ya. Bukan karena Ryden. Aku memintamu untuk tak formal kepadaku karena.."
"Karena aku nyaman saat dekat denganmu tanpa penghalang, entah apapun itu. Maksudku, kamu melihatku bukan seperti pangeran, tapi seperti teman yang biasa kamu ajak bermain." lanjut Zyonel.
Savierra menatap Zyonel dengan seksama. Ia melihat, mata ruby itu memancarkan ketulusan yang amat mendalam. Ia tak melihat adanya kebohongan dan kemunafikan.
Savierra mengangguk. Matanya berkaca kaca. Ia berdiri di hadapan pangeran, dan mengulurkan tangannya. Angin berhembus kencang, menerbangkan sebagian rambut emasnya yang terlihat indah.
"Kalau begitu, saya mengikuti perintah pangeran, mari kita berteman kak Zyo.." ajaknya dengan tersenyum lebar. Ia sangat lemah jika di hadapkan ketulusan yang amat besar. Dan semoga saja, pangeran tak ada niat jahat terhadapnya.
•••
"Permintaanku, izinkan aku keluar masuk dari sini! Aku ingin berjalan jalan dan pergi kemanapun aku mau! Aku janji untuk tak kabur."
Savierra kini berhadapan dengan Ryden, lelaki yang menjadi alasan trauma nya kembali. Lelaki yang menurutnya kejam dan tak berperasaan.
Kesempatan yang bagus saat Ryden menawarkan apa yang dia mau.
"Hanya itu?" tanya Ryden memastikan. Ia menatap ke arah perempuan yang terlihat menyedihkan itu. Wajahnya pucat, menandakan bahwa Savierra masih sakit.
"Hm."
Kenapa Savierra malah hanya menginginkan itu?
Lalu kalian berharap apa? Ingin Savierra pergi dari sisi Ryden? Oh tidak bisa semudah itu.
Savierra tersenyum dingin. Ya, dia tak mengajukan diri untuk pergi atau meminta cerai dari Ryden karena ada beberapa hal.
Yang pertama, Savierra pernah di janjikan satu hal oleh seseorang. Beliau pernah memohon kepada Savierra untuk menikah dengan Ryden yang memang saat itu tengah terpuruk karena kehilangan Caroline. Beliau berkata, jika dalam kurun waktu 1 tahun Ryden tak bisa mencintai Savierra, baru pihak Savierra bisa menuntut cerai.
Yang kedua, Savierra sudah tak memiliki siapapun lagi untuk dijadikan sandaran. Keluarga Arlott? Mereka adalah orang orang munafik. Selain menindas Keyra mati matian, ternyata keluarga Arlott juga sering menekan Savierra. Bahkan ia bisa sampai di sini saja karena paksaan keluarga Arlott yang terlalu haus kekayaan itu.
Savierra menyakinkan dirinya, untuk harus sebisa mungkin bisa bertahan dalam kurun waktu satu tahun di rumah Ryden. Awalnya ia memang ingin mencoba meluluhkan hati lelaki kejam itu. Namun sekarang ia berubah pikiran. Belum mulai berjuang saja sudah di paksa untuk mundur.
"Tidak ada hal lain bukan?" tanya Savierra yang membuat Ryden tersentak.
Ryden memijit pangkal hidungnya, merasa tak nyaman dengan sikap Savierra yang kini terlihat sangat dingin terhadapnya. Ia menatap Savierra lalu berkata, "aku minta maaf.. malam itu, aku di jebak oleh seseorang. Seharusnya juga Samuel tak memanggilmu-"
"Dan kau akan melakukan pelecehan terhadap wanita yang sedang sekarat? Apa itu memang keinginan mu tuan Hander?" sela Savierra dingin. Ia memang mengerti tentang alasan Ryden melakukan itu. Namun, rasanya memang sangat menyakitkan jika saat berhubungan, kita dianggap orang lain. Savierra masih mengingat jelas, Ryden selalu memanggil nama Caroline saat itu.
Ryden membisu, ia memang benci dengan nafsu bejatnya saat itu. Ia sudah melihat sendiri pada rekaman cctv malam itu. Alhasil, jika bukan karena Savierra, pasti ia akan melecehkan Caroline yang sedang lemah.
"Aku.. aku benar benar bajingan, Vier.. maaf. Aku minta maaf.." lirih Ryden merasa bersalah.
"Hm memang bajingan, tapi kamu juga tidak mengharapkan kejadian itu."
Ryden terpaku, merasa sedikit lega bahwa Savierra bisa mengerti keadaan nya. "Ini untukmu.." Ryden memberikan kartu black card yang kemarin sempat di kembalikan oleh Savierra. "Anggap saja ini adalah nafkah dariku. Kamu berhak menggunakan uang ini. Silahkan kamu gunakan untuk kebutuhan sehari hari. Dan untuk permintaanmu tadi, aku setujui asal kamu tidak kabur secara diam diam."
Savierra menatap black card dengan penuh minat, otak liciknya bekerja dengan keras untuk menyusun rencana licik. "Baiklah, aku akan mengambil nya," kata Savierra dengan sedikit sungkan. 'Awas saja kau Ryden! Aku akan membuatmu mati terkejut dan bangkrut! haha...' batin Savierra licik. Anggap saja Savierra ingin membalas dendam pada Ryden yang sudah keterlaluan terhadapnya.