Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Malu
Mata sang CEO membulat menatap pemandangan yang terekspos secara nyata, tampilan yang menggelegar jiwa. Kian keperjakaan seakan meronta ronta, nafsu birahi sebagai lelaki seakan memuncak menuju kedasar kepala. Seakan bayangan ingin langsung melakukan, tapi badan seakan tak kuasa. Karena kaki yang tak bisa digerakan.
Kedua pipi memerah, menandakan Aira begitu malu, ia berusaha berjongkok. Menutup bagian inti tubuh yang berbahaya jika dilihat oleh sepasang mata lelaki.
"Aira. Hem. "
Kode keras itu terus dilayangkan sang CEO, tapi Aira malu dan bingung harus memulai dari mana. Membuat ia hanya menundukan wajah, sembari menangis. Rasa tak kuasa untuk memaksa membuat Edric perlahan menjalankan kursi roda kearahnya, mengambil handuk yang berada di atas lantai. Perlahan handuk menutup tubuh Aira. " Pakailah bajumu, saya tahu kamu belum siap. Maafkan saya yang sudah melihat seluruh tubuhmu. "
Edric perlahan meninggalkan Aira, membuat wanita itu berdiri dan berkata. " Kenapa kamu tidak meminta hakmu sebagai suami, maafkan saya karena menangis. Saya replek dan kaget, karena baru pertama kali tubuh saya terlihat oleh laki-laki. "
CEO muda kini tersenyum sinis, dengan menjawab. " Saya bisa saja meminta hak saya kepada kamu, Aira. Hanya saja saya ragu! "
Jawaban Edric membuat wanita berbulu mata lentik dengan alisnya yang tebal mengerutkan dahi. " Ragu kenapa?"
"Ragu, karena saya takut kamu terpaksa menikah dan tak mencintai saya sepenuh hati. Maka dari itu saya hanya bisa mengajak kamu berkenalan dari awal walau kita sudah dalam ikatan suci! " Perkataan sang pemilik bola mata biru, membuat Aira tentu saja kaget. Ia mengira jika sang CEO muda adalah orang yang mesum dan seenaknya, akan tetapi pada kenyataanya. Tidak. "
"Apakah kamu tidak sedang bercanda, suamiku. "
Edric tertawa dikala Aira berkata hal yang begitu tak masuk akal. " Untuk apa saya bercanda dan main main? Saya bukan lelaki diluar sana semenah menah kepada seorang wanita."
Aira tetap saja tak percaya dengan omong kosong CEO muda yang barus saja menikah dengannya tadi siang.
"Atas dasar apa, kamu tidak bisa semenah menah kepada seorang wanita. Saya tahu ini pasti akal akalan kamu, supanya saya kagum."
"Aira, Aira. Kepintaranmu itu ternyata dibawah rata rata, orang yang selalu berpikir negatif. Tidak ada kata dasar Aira, saya menghargai seorang wanita, karena saya dilahirkan oleh seorang wanita, dibesarkan hingga sekarang sukses seperti ini karena wanita." Perkataan yang singkat membuat Aira merasa kagum. Padahal awal pertama datang ke rumah Ellad. Aira sudah memiliki rasa dendam dan benci karena ibunya meninggal.
"Sudah jangan terlalu kagum pada saya." Mendengar Edric berkata sedemikian membuat Aira menyampingkan bibir bawahnya.
"Haduh. Bapak CEO yang terhormat, anda terlalu pede. " Gerutu Aira dalam hati, ia tak berani berkata langsung pada Edric. Takut jika CEO yang selalu ia sebut mesum. Mengamuk dan menjailinya.
Masih terbayang kejailan CEO Edric pada dirinya tadi malam, membuat seluruh badan Aira terasa pegal.
"Aira, ayo." Teriakan Edric membuat Aira menjawab dengan terburu buru memakai baju.
Ada rasa kesal, karena mulut Edric seperti wanita yang selalu berteriak dan banyak mengatur. Terkadang Aira ingin sekali menyumpal mulut suaminya itu dengan tanah kematian, " Sial. Kenapa tuhan menciptakan lelaki bawel seperti dia."
Selesai memakai baju, Aira berusaha merapikan rambutnya yang begitu kusus. Sabun yang berada di hotel dan wanigi sahmpo membuat Aira betah tinggal di kamar hotel berbintang lima itu.
"Aira." Terdengar kembali, suara sang CEO mengelegar berteriak memanggil nama Aira.
"Ya tuhan, mimpi apa aku semalam. Kenapa dia dari tadi terus berteriak seperti orang kesurupan saja."
Menarik napas secara perlahan, Aira mulai berlenggak lenggok di depan cermin, melihat penampilanya yang sekarang begitu cantik dan menggoda.
"Wah, aku nggak yangka jika aku ini cantik. "
Sedangkan Edric, masih menunggu Aira dengan wajah terlihat kesal. Ia menunggu Aira untuk makan bersama, tapi istrinya itu seakan sengaja tidak cepat cepat datang ke meja makan.
"Ai-, "
Belum perkataan Edric terlontar semuanya, Aira kini menampilkan sebuah senyuman didepan suaminya. Terlihat kegugupan pada sang CEO muda, untuk menyebut nama Aira pun sampai terbata bata, Entah karena kagum atau tak kuat melihat kecantikan yang begitu natural.
Wanita berbulu mata lentik itu mulai memposisikan diri untuk duduk, melihat sarapan yang menggugah selera, membuat air liurnya berusaha keluar menetes. Akan tetapi Aira yang berhadapan dengan suaminya, berusaha menahan dengan keras. Ia mengambil air minum dan meminumnya di depan Edric.
Mereka berdua mulai menikamati hidangan di atas meja, dengan begitu lahap.
Tak ada jeda untuk Aira tak henti mengunyah setiap makanan yang ia masukan pada mulutnya.
Baru pertama kali wanita dari desa itu menikmati hidangan mewah, sampai ia seakan lupa diri menikmati semua yang berada di atas meja.
Edric. Merasa tak heran dengan apa yang dia lihat di depan mata, karena ia tahu jika gadis yang ia nikahi, belum terbiasa tinggal di rumah orang kaya ataupun berada di hotel, dengan tata cara makan yang begitu benar dan baik.
Edric tak pernah, mengomentari apa yang dilakukan Aira dan apa juga kebiasaan yang selalu dipakai Aira. Bagi dirinya semua itu tak penting.
Derett ....
Suara ponsel Edric bergetar, satu panggilan datang. Di mana lelaki ber bola mata biru itu melihat nama kontak yang meneleponnya.
Entah apa yang dipikirkan sang ibu tiri, sampai wanita yang menjadi istri ayahnya menelpon di saat momen-momen bahagia yang dirasakan Edric.
Dengan rasa kesal yang mendarah pada hati, Edric mulai mematikan panggilan telepon dari sang ibu tirinya.
(Edric, kenapa kamu tidak mengangkat panggilan. Momyy, apa kamu sudah lupa dengan momyy setelah menikahi gadis kampungan itu.)
Membaca isi pesan yang dikirim oleh Dwinda membuat Edric sangatlah jijik. Bagaimana bisa ibu tirinya berkata seperti itu, (Jangan ganggu aku. Please, aku tengah menikmati momen besama istri.)
Dwinda yang membaca balasan pesan dari CEO muda malah tersenyum senang, hatinya merasa terobati akan balasan sang anak tiri.
"Edric, enak saja kamu menikah dan menikmati momen dengan gadis kampungan yang tak berkelas itu. Sedangkan aku yang berusaha mendekati kamu dari dulu, kamu abaikan. Awas saja setelah pulang dari hotel, aku akan membuat kamu merasakan hal yang tak biasa dariku, siapa suruh sok jual mahal, aku kan semakin ingin dan penasaran pada kamu. "
Edric sedikit benapas lega, setelah pesan dari Dwinda tak menganggu dirinya lagi. "Aira, apa kamu menikmati hidangan pagi ini? "
Edric berusaha menenangkan suasana, agar Aira merasa nyaman di dekatanya.
Sedangkan Aira yang mendengar kata lembut dari Edric, berusaha waspada. Takut jika sang CEO muda itu menjahilinya lagi.
crrita carlos ma welly terus