Ivy yang telah terlahir kembali ke-empat kalinya. Dimana disetiap kelahiran ia mati muda. Memilih untuk pasrah pada kehidupan kali ini.
Tapi kenapa kali ini dia kembali saat masih bayi?
[Eeehh, bayi.... Baiklah, aku hanya akan makan dan tidur dengan baik.] Pikir Ivy optimis.
Namun, hatinya tetap tak bisa menahan desahan setiap kali mengingat masalalu.
[Hahh, tak disangka ibukku begitu cantik aslinya. Sayangnya saat ulang tahunku yang setahun Dia akan mati. Hikshh.]
[Ah, ayah begitu tinggi dan gagah. Tapi setelah kecelakaan dia hanya akan duduk di kursi roda.]
[Kakak ketiga yang cantik, saking cantiknya membuat banyak pria jahat mempermainkan nya. Lalu kakak pertama dan kedua yang bodoh, kalian hanya akan berakhir menyedihkan karena jatuh hati pada pemeran utama wanita.]
Tanpa disadarinya, seluruh keluarga mendengar setiap fikiran nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 KEDATANGAN KELUARGA BESAR
Setelah menangis begitu lama, Bayi Ivy akhirnya tertidur karena kelelahan. Karena lahir secara prematur, maka Dia harus ditempatkan di ruang inkubator kembali.
Untuk kebaikan bayinya, meski enggan berpisah, Disya tetap harus menyerahkan bayinya pada perawat. Setelah kepergian bayinya untuk istirahat.
Harusnya Dia pun ikut beristirahat. Tapi tak bisa, lantaran dalam hatinya begitu gelisah memikirkan bayinya.
Disya tak mengerti bagaimana dia bisa mendengar pikiran sang bayi. Dan dia lebih tak mengerti lagi bagaimana bisa seorang bayi yang seharusnya terlahir polos. Malah bisa mengingat kehidupannya yang sebelumnya. Harus dikatakan keajaiban atau malah kutukan.
Saat tengah sibuk dengan pikirannya, pintu kamar inapnya tiba-tiba saja terbuka lebar. Sekelompok orang masuk dengan raut wajah takut, cemas, dan khawatir.
"Sayang/ibu/nak!" seruan penuh semangat memenuhi ruangan.
"Sayang kamu, gimana keadaan kamu Sayang? Kamu gak apa-apa kan? Ada yang sakit? Dimana yang sakit? Bilang sama aku," suara penuh kekhawatiran dari sang suami.
"Ibu-ibu jangan sakit, huuuu," Kedua anak dengan mata memerah memeluk tangan Disya yang tak diinfus sambil menangis sedih.
"Tenanglah kalian, ibu tidak sakit. Ibu hanya melahirkan adik kalian. Nak, apa yang terjadi? Elena mengatakan kamu keguguran?" ucap Helena ibu Disya. Matanya melirik pada perut sang anak yang lebih kempes. Rasa nyeri menusuk dadanya. "Gak apa-apa nak, yang penting kamu baik-baik saja. Jangan dipikirkan lagi."
"Eh," Disya terlalu terkejut untuk menjawabnya. Matanya bergantian menatap satu persatu wajah suami, anak, dan orang tuanya.
Ethan yang mendengar ucapan ibu mertuanya, menunduk menekan rasa sedihnya. Tak ingin membebani sang istri, bibirnya memaksakan senyuman yang jelek.
"Iya, gak apa-apa sayang, gausah dipikirin lagi. Ini salahku yang gak menjagamu dan baby dengan baik."
"Bukan salah siapa-siapa. Memang takdirnya saja nak."
"Iya bener nak, jangan menyalahkan diri sendiri begitu."
"Gak Pah-Mah, Ethan yang salah disini. Sudah tahu Disya akan melahirkan. Tidak seharusnya Ethan meninggalkannya."
"Sayang aku-"
"Kalau begitu ini salah Papah dan Mamah juga. Kami harusnya tak membolehkan Disya keluar bersama Elena," Abraham menyela. Sebagai seorang ayah tentu Dia sangat menyayangi anaknya. Tapi bukan berarti kepalanya menjadi bodoh, sehingga tak bisa membedakan kebenaran.
"Pah ini gak-"
"Iya, kami seharusnya melarang. Paling tidak salah satu dari kami harus ikut," timpal Helena ikut dalam perdebatan.
"Mah-"
"Itu bukan salah Papah dan Mamah, kalian kan hanya tak ingin Disya bosan di rumah. Ini salah-"
"Diam!" teriak Disya penuh emosi. "Bisakah kalian membiarkan aku bicara dulu," lanjut Disya dengan nada tak mau dibantah.
Kini aura Disya layaknya singa betina yang telah diusik. Tak ada yang berani untuk tidak menurutinya.
Ketiganya langsung mengatupkan bibir, mengangguk dengan patuh. Bahkan kedua anak yang semula berada di sisi Disya diam-diam menyusut ke sisi kakak tertuanya.
"Hufthhh," Disya menghembuskan nafas lelah. Dia benar-benar baru saja melahirkan. Bahkan belum sekalipun memejamkan mata. "Pertama, keadaanku baik-baik saja. Tak ada masalah apapun. Kedua, kata siapa aku keguguran. Meski terlahir prematur, baby baik-baik saja," jelas Disya singkat padat dan jelas.
"Baby baik-baik saja??"
Disya mengangguk pelan dengan senyum tipis, "Baby ada di ruang inkubator. Sehat tanpa kekurangan apapun," Hanya jiwanya terlahir kembali saja, lanjutnya dalam hati.
"Syukurlah," ucap semua orang dengan penuh haru. Air mata bahagia turun tanpa bisa dicegah. Tak peduli apa, kabar itu adalah kabar bahagia bagi semua orang. Awalnya setelah melahirkan si kembar. Keluarga sudah merasa cukup. Dengan dua pembuat onar dan satu gadis kecil. Keluarga mereka sudah sangat lengkap. Tapi bukan berarti mereka tak menunggu kehadiran gadis kecil lainnya.
Ethan bergerak menggenggam tangan sang istri, "Makasih sayang, makasih-makasih, aku gak tau lagi bagaimana harus berterima kasih ke kamu, maaf ak-"
"Shuttt, sudah gak perlu dibahas lagi. Aku mau istirahat," potong Disya.
Ethan mengangguk menurut, tapi tak sekalipun dia mengurangi kekuatan genggamannya, tak begitu kuat, tapi cukup erat untuk menyalurkan perasaannya.
...----------------...
Keesokan harinya.
Di depan kaca ruangan inkubator. Seorang pria berdiri memandangi tempat bayi Ivy diletakkan. Matanya masam saat mengingat Dia hampir saja kehilangan istri dan putri bungsunya itu.
"Baby sangat imut kan sayang."
Ethan menundukkan kepala, matanya bersitatap dengan mata sang istri Disya. Pandangan bertanya langsung mengenainya. Dia melangkah mundur untuk akhirnya bersimpuh di depan kursi roda. "Maaf sayang,, maaf-maaf aku suami yang gak becus. Aku hampir saja kehilangan kal-" Dia tak mau mengatakan kalimat selanjutnya. Dia terlalu tak sanggup.
"Shuutt, yang penting kami baik-baik saja. Tak ada yang mengharapkan kejadian ini. Aku tahu kamu sudah berusaha."
"Yaa, tapi.... Aku bahkan gak ada saat kalian berdua tengah berjuang. Maafin aku sayang. Suami dan ayah macam apa aku ini," Suaranya teredam saat kepalanya menyusup pada pangkuan sang istri. "Gak becus, bodoh, gak guna-"
"Ngomong apa sih,, astaga.. bangun cepet. Malu ihhh, diliatin orang," desak Disya.
Tapi bukannya bangun, Ethan malah makin menduselkan kepalanya, ke perut Disya. Untungnya Disya melahirkan normal, jika cecar bukankah akan menjadi masalah.
...----------------...
Di sisi lain bayi Ivy yang menyaksikan tingkah kedua orangtuanya, menonton dengan penuh minat.
[Aku baru tahu ayah bisa terlihat semanja itu,,, hmmm...]
Bayi Ivy menggabungkan ingatannya pada tiga kehidupan. Namun, sama sekali tak menemukan kesamaan akan sifat ayahnya yang begini. Bahkan saat menghadapinya. Sang ayah hanya sedikit melembutkan ekspresi kerasnya itu.
[Ibu memang luar biasa.]
Drama di pasangan suami istri pun terus berlanjut. Entah apa yang ayah dan ibunya katakan. Bayi Ivy tak bisa mendengarnya. Karenanya Dia terus berusaha menggerakkan badannya untuk menonton lebih dekat.
[Uhhh, kenapa sulit sekali sih. Tubuh bayi memang merepotkan. Aku kan kepoo.... Ahh-ahh kakak perawat ayo bawa aku menemui ayah dan ibu. Sini-sini Ivy disini.]
Bayi Ivy terus berteriak dalam kepalanya. Tangan dan kakinya bergerak dengan penuh semangat. Yang langsung menarik perhatian perawat penjaga.
"Ada apa baby, kenapa kamu begitu aktif?"
[Kakak perawat ayo bawa Ivy pada Ayah dan Ibu.] Tangan bayi Ivy bergerak seolah ingin meraih sesuatu.
Tapi tentu saja sang perawat yang dipanggil Ivy tak bisa mendengar pikirannya.
"Kenapa ya? Gak ada masalah di alatnya kok."
Seorang perawat yang lain datang saat melihat temannya dalam kebingungan. "Ada apa?"
"Ini bayinya tiba-tiba aktif. Tapi alatnya tak menunjukkan ada masalah."
"Ah, bayi yang terlahir prematur itu ya. Bagaimana bisa dia begitu aktif?"
Wajar jika keduanya heran, normalnya bayi yang terlahir secara prematur tak akan seaktif ini, bahkan biasanya cenderung lemah dan lesu.
"Mungkinkah dia haus?"
[Ya-ya benar.] Bayi Ivy mengangguk dengan penuh semangat. Walaupun belum bisa menggerakkan kepalanya secara benar. Gerakannya cukup memperlihatkan anggukan persetujuan. Yang membuat kedua perawat terkejut.
[Ayo cepat bawa Ivy menemui ibu.]
"Apa dia mengerti ucapan ku?" heran perawat yang sebelumnya bertanya.
"Ah, mungkin hanya kebetulan saja," sahut perawat lainnya. "Kalau begitu kamu bawa ke pada ibunya dahulu."
"Iya, baiklah."
otomatis bepikir, "Seandainya aku bisa mengingat memori saat aku masih bayi."🥴
Tulisannya rapih kk Thor. Ceritanya santai, menghibur.😂😏😏