Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Bab 12: Penghuni Kegelapan
Kegelapan yang melingkupi mereka terasa hidup, berdenyut seperti jantung yang berdetak dalam kesunyian kosmik. Elena, Samuel, Mark, dan Kara berdiri diam, terperangkap dalam kehampaan yang membuat mereka merasa begitu kecil dan tak berdaya. Sosok-sosok hitam yang muncul dari kegelapan, meski tanpa wajah, memberi kesan bahwa mereka memperhatikan setiap gerakan kru dengan mata tak terlihat.
Suara tua yang sebelumnya berbicara dalam pikiran Elena kini kembali terdengar, mengisi ruang hampa itu dengan nada yang penuh kebijaksanaan sekaligus ancaman.
“Kalian telah melangkah terlalu jauh.” Suara itu berbicara tanpa suara, langsung ke dalam pikiran mereka, menggetarkan setiap saraf dalam tubuh mereka. “Tidak ada jalan kembali bagi mereka yang menyentuh inti dari keberadaan ini. Apa yang kalian cari bukanlah untuk diketahui oleh mereka yang terikat oleh waktu.”
Elena menatap sosok-sosok itu dengan tegas. Meski tubuhnya gemetar, ia tahu bahwa mereka tidak bisa menyerah sekarang. “Kami datang untuk mencari kebenaran,” ucapnya dengan suara bergetar, meski dalam pikirannya, “dan kami tidak akan mundur sebelum kami mengetahuinya.”
Sosok-sosok itu tidak bergerak, tetapi suara itu kembali berbicara.
“Kebenaran yang kalian cari adalah beban yang lebih berat dari yang bisa kalian bawa. Kalian datang dengan niat yang murni, tapi apakah kalian siap untuk konsekuensinya?”
Kara, yang biasanya menjadi yang paling optimis, kali ini terlihat ketakutan. Dia menggenggam lengan Samuel erat-erat, suaranya bergetar saat dia berbicara. "Apa maksudnya? Apa yang mereka inginkan dari kita?”
Samuel tidak bisa menjawab. Semua perangkatnya tidak berfungsi di tempat ini. Mereka sudah meninggalkan semua yang bisa mereka pahami tentang fisika, teknologi, dan waktu. Yang tersisa hanyalah mereka, dan entitas-entitas aneh yang berdiri di hadapan mereka.
Mark, yang biasanya paling skeptis, kini merasakan beban dari situasi itu. "Elena," katanya pelan, "apakah kita melakukan kesalahan dengan terus maju?"
Elena menatap Mark sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke sosok-sosok hitam itu. "Mungkin. Tapi kita sudah sejauh ini. Kita tidak bisa berhenti sekarang. Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."
Tiba-tiba, sosok hitam terbesar di antara mereka bergerak. Dengan gerakan lambat namun pasti, makhluk itu mendekati mereka, meski tidak ada suara dari langkahnya. Rasanya seolah seluruh ruang itu mengerut, menekan mereka dengan rasa takut yang mencekam.
“Jika kalian ingin tahu kebenaran,” makhluk itu berkata dalam suara yang lebih dalam dan lebih memikat, “maka kalian harus bersiap untuk melepaskan segalanya. Kalian akan melihat apa yang tidak seharusnya dilihat, dan setelah itu, kalian tidak akan pernah kembali menjadi seperti kalian sebelumnya.”
Elena merasakan tekanan di dadanya semakin kuat. Dia tahu bahwa keputusan yang harus mereka buat bukanlah keputusan yang ringan. Mereka telah mencari kebenaran sejak mereka pertama kali menerima sinyal misterius itu. Tapi apakah mereka benar-benar siap untuk menerima semua risikonya?
“Beri tahu kami apa yang terjadi pada peradaban yang dulu ada di sini,” kata Samuel, akhirnya berbicara dengan tegas. “Apa yang mereka lakukan hingga mereka meninggalkan sinyal ini? Dan bagaimana kita bisa mencegah nasib yang sama menimpa kami?”
Makhluk itu berhenti sejenak, seolah mempertimbangkan permintaan Samuel. Kemudian, suara yang menggema dari segala arah mulai menceritakan kisah peradaban yang hilang—peradaban yang telah mencapai puncak ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memanipulasi waktu dan ruang seperti permainan.
“Mereka menciptakan mesin yang bisa menembus batas alam semesta,” kata makhluk itu. “Mereka memanipulasi realitas, mengubah waktu menjadi sesuatu yang bisa mereka kendalikan. Tapi dengan itu datanglah bencana yang tak terhindarkan. Mereka membuka pintu ke dimensi lain—tempat yang tidak seharusnya dimasuki oleh makhluk yang terikat oleh hukum alam seperti kalian.”
Sebuah gambaran muncul di hadapan mereka, memperlihatkan dunia yang indah dan maju, di mana kota-kota besar menjulang di atas permukaan planet asing. Teknologi yang jauh melampaui pemahaman manusia menghiasi pemandangan itu. Namun, pemandangan itu perlahan berubah menjadi mimpi buruk. Kota-kota mulai runtuh, langit retak, dan waktu itu sendiri tampak berputar, memutarbalikkan semua yang pernah ada.
“Mereka mencoba mengendalikan kekuatan yang lebih besar dari yang bisa mereka pahami. Ketika realitas mulai hancur, mereka menciptakan sinyal itu sebagai peringatan. Peringatan untuk siapa pun yang menemukan jejak mereka, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.”
Elena menatap gambar kehancuran itu dengan ngeri. Apa yang dulu tampak seperti peradaban maju kini hanya menjadi reruntuhan yang hancur oleh ambisi mereka sendiri.
Mark menggelengkan kepala. “Mereka menghancurkan diri mereka sendiri.”
Kara bergumam, hampir tak terdengar. “Dan kita mungkin melakukan hal yang sama jika kita tidak berhati-hati.”
Elena merasa dadanya sesak. Di satu sisi, mereka akhirnya menemukan jawaban atas apa yang terjadi pada peradaban kuno itu. Mereka terlalu sombong, terlalu ambisius, dan akhirnya menghancurkan diri sendiri. Tapi di sisi lain, ada bagian dari Elena yang tidak bisa menolak rasa ingin tahu yang semakin membara di dalam dirinya.
“Kita tidak harus mengikuti jejak mereka,” kata Elena pelan, namun tegas. “Kita bisa belajar dari kesalahan mereka. Kita bisa menggunakan pengetahuan ini untuk mencegah kehancuran, bukan menciptakannya.”
Sosok-sosok itu tetap diam, menunggu keputusan mereka.
Samuel melangkah mendekati Elena. “Tapi bagaimana kalau kita salah? Bagaimana kalau dengan melanjutkan, kita justru membawa bencana yang sama ke peradaban kita?”
Elena menghela napas dalam-dalam. Dia tahu apa yang Samuel katakan masuk akal, tetapi instingnya mengatakan hal lain. Mereka berada di ambang penemuan terbesar dalam sejarah umat manusia, dan dia tidak bisa begitu saja menyerah.
“Kita sudah sampai di sini,” jawab Elena akhirnya. “Jika kita kembali tanpa jawaban, kita akan selalu hidup dalam ketakutan akan apa yang bisa terjadi. Tapi jika kita maju, setidaknya kita punya kesempatan untuk mengendalikan apa yang akan datang.”
Mark dan Kara saling bertukar pandang, keduanya masih dipenuhi dengan ketidakpastian. Namun, mereka tahu bahwa keputusan ini harus diambil bersama-sama.
Sosok hitam yang besar itu kembali berbicara. “Jika kalian memilih untuk melanjutkan, kalian akan membawa beban kebenaran ini. Tapi ingat, tidak semua kebenaran membawa keselamatan. Kalian harus siap dengan segala konsekuensinya.”
Elena mengangguk dengan tegas. “Kami siap.”
Dengan itu, ruang di sekitar mereka berubah. Kegelapan mulai memudar, digantikan oleh cahaya yang memancar dari bola energi di tengah ruangan. Cahaya itu semakin terang, seolah-olah mengungkapkan sesuatu yang lebih dalam, lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan.
Dan sebelum mereka menyadarinya, mereka tidak lagi berada di tengah kehampaan.