"Mulai sekarang, kamu adalah pelayan pribadiku! Kamu hanya boleh mendengar dan patuh pada perintahku!"
*****
Akibat peperangan yang terjadi antara kaum vampir dan manusia. Aurora, gadis yang masih berusia 18 tahun itu menjadi tawanan di Istana Vampir. Dan sialnya, Putra Mahkota Istana malah menjadikan Aurora sebagai pelayan pribadi atau sering disebut dengan 'Pelayan Darah'
Apakah Aurora bisa terlepas dari jerat Panggeran Felix? Atau ia akan menjadi Pelayan Darah Tuan Vampir itu seumur hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha Annisa Amanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Pertama Pelayan
"Hah? Apa dia sudah gila! Dianya menyuruhku masuk ke dalam kamar mandi?!"
"Pelayan! Apa kamu tuli?!" teriak Pangeran Felix dari dalam kamar mandi. Aurora bisa merasakan aura kemarahannya dari sini.
"Tidak!"
"Hitungan ketiga kamu belum masuk, matilah kamu! Satu .... Du—"
Dengan sangat amat terpaksa, Aurora akhirnya melangkah masuk ke dalam kamar mandi dengan mata yang terpejam, ia tidak ingin mata sucinya ternodai oleh tubuh Vampir Kejam Sialan itu.
"Mendekatlah! Gosok punggungku!"
"I-iya."
Aurora membuang muka, dari sekian banyak tugas yang dijelaskan oleh kepala pelayan, Aurora tidak sedikitpun menerima penjelasan tentang 'layanan memandikan Pangeran' seperti ini!
"Gosok yang benar!" titah si Pangeran Vampir yang kini sedang berendam dengan posisi membelakangi Aurora yang sedang menggosok punggungnya.
Meski mengumpat dan terus menerus bersumpah serapah di dalam hati, Aurora menuruti ucapan si Vampir itu. Bukan karena Aurora ingin tunduk padanya! Tapi Aurora ingin main aman saja, kata para pelayan, selama mereka patuh, maka Pangeran Mahkota tidak akan berlaku macam-macam.
"Sabar, Aurora, masa depan anak-anak yang tidak bersalah itu harus tetap kamu pertimbangkan."
Saat masih menjadi tawanan, Aurora sempat mendengar kabar, kalau banyak anak-anak dari kaum manusia yang diamankan oleh kaum vampir setelah peperangan. Mereka diamankan di sebuah desa pelosok untuk menghindari konflik pasca perang, dan menurut kabar yang beredar, sampai sekarang, anak-anak itu masih di bawah pengawasan kaum vampir. Kapan saja kaum vampir bisa berubah pikiran, dari melindungi jadi memusnahkan!
"Sekarang, kuasa ada di tangan Pria Vampir ini, jadi sebaiknya aku harus menahan diri agar tidak memancing amarah iblisnya."
Aurora terus membatin, memikirkan dan menyusun cara yang tepat agar semuanya bisa berjalan baik-baik saja, tanpa harus mengorbankan siapapun itu.
Tanpa Aurora pernah tau, semua yang ia pikirkan dan ucapkan dalam benaknya bisa terdengar jelas oleh sang Pangeran Mahkota Istana Vampir yang masih diam dan terlihat mulai tenang, mungkin sedang menikmati pelayanan pertama Aurora?
******
Setelah tugas mengantarkan sarapan dan pelayanan mandi pagi selesai, Aurora akhirnya diperbolehkan keluar dari kamar Pangeran Felix, tapi dengan catatan : Aurora harus tetap berada di sekitar kamar Pangeran, dan selalu siap siaga kapanpun Pangeran Felix memanggilnya.
"Dia masih bergelar sebagai Pangeran Mahkota, itu artinya, masih ada Raja Vampir, kan? Tapi, kenapa selama ini aku tidak pernah melihatnya?"
Pertanyaan itu terus menghantui pikiran Aurora. Sampai ia tak sengaja mendengar beberapa pelayan sedang membicarakan tentang upacara penyambutan kepulangan Raja Vampir ke Istana setelah peperangan.
"Hmm, jadi dia meninggalkan istana selama peperangan? Apakah dia lebih kejam dari anaknya?"
Selama hidupnya, Aurora jarang sekali mendengar cerita tentang sang Raja Vampir, bukan tanpa alasan, kaum vampir dan kaum manusia sebelumnya hidup tenang, tanpa pernah ada pertikaian selama ratusan tahun terakhir.
Kehidupan kedua kaum tersebut berjalan tanpa pernah ingin tau kehidupan satu sama lain, kaum manusia dengan dunia dan kehidupan mereka sendiri, begitu pun dengan kaum vampir.
Beberapa kali, Aurora memang pernah mendengar tentang kekejaman Pangeran Mahkota Istana Vampir, dan bodohnya, dulu Aurora mengira itu hanyalah dongeng semata untuk menakuti para penduduk di perbatasan agar tidak berlaku macam-macam dengan kaum vampir.
"Julukan Pangeran Kejam memang cocok untuknya!" gerutu Aurora sembari terus melanjutkan tugasnya membersihkan area sekitar kamar Pangeran Mahkota.
"Untuk siapa?"
Spontan, Aurora langsung menoleh setelah mendengar pertanyaan dari suara mengerikan itu. Dan benar saja, sesuai dugaan, si Pangeran Kejam itu kini sudah berdiri di belakang Aurora dengan tatapan tajam!
"Apakah julukan itu untukku?" Pangeran Felix mendekat, membuat Aurora menelan ludah, lalu secara perlahan melangkah mundur. "Sepertinya, kamu sangat ingin merasakan langsung kekejamanku—"
Satu tarikan di pinggang cukup membuat tubuh Aurora terkunci, kini, ia tidak bisa menghindar lagi, si Pangeran Vampir itu benar-benar mengunci pergerakannya.
"Mau mencicipi kekejaman yang seperti apa, wahai Pelayan Pribadiku?"