Tiba-tiba Jadi Istri Pak Guru
_____________________________
Arta Malik seorang pengusaha sukses di bidang fashion di Korea, usianya yang sudah tak muda lagi ia ingin anaknya melanjutkan bisnisnya.
"Aku belum siap menikah, yah."
"Usia kamu sudah hampir 30 tahun, coba kamu pikir masa depan kamu, sudah saatnya kamu gantiin posisi ayah."
Bian Malik, ia sangat tidak minat untuk terjun di dunia bisnis. Usianya yang sudah hampir kepala tiga ini ia sama sekali belum memiliki niat untuk menikah. Setelah Bian menikah Arta akan memberikan semua tanggungjawab perusahaan pada Bian.
___________________________________________
"Tis, nanti malam kamu dandan yang cantik ya ada tamu penting yang mau datang."
Latisya Andini, di usianya yang masih 18 tahun ia harus menanggung perbuatan kakeknya. Ia harus menyerahkan dirinya untuk diperistri seseorang yang usianya jauh lebih tua dibanding dirinya.
"Loh bapak kok di sini?"
"Ya? ada masalah?"
Siapakah pria itu? Simak kelanjutannya di cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ssabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan
"Pinjam bolpen kamu sebentar." Ucap Bian.
Tanpa menunggu jawaban dari yang punya Bian langsung membuka laci belajar Tisya.
"Bukan di situ." Ucap Tisya.
"Apa ini?" Tanya Bian sambil mengeluarkan kotak beludru warna merah.
Tisya membelalakkan matanya saat Bian mengambil kotak itu.
"I.. itu." Jawab Tisya.
Bian membuka kotak tersebut dan ternyata berisi kalung.
"Dari siapa?" Tanya Bian, pasalnya waktu Tisya pindahan dia tidak membawa kalung itu. Dan tidak mungkin Tisya membelinya soalnya Bian tahu betul itu bukan kalung murahan.
Tisya mendapat tatapan tajam dari sang suami. Ia menundukkan kepala tak berani menatap mata Bian.
"Jawab Tisya." Bentak Bian.
"Da... dari teman saya." Jawab Tisya dengan tubuh bergetar.
"Cowok?"
Tisya menganggukkan kepala. Bian tak habis pikir, berarti selama ini Tisya diam-diam bertemu dengan lelaki lain di belakangnya.
"Siapa?" Bentak Bian.
Tisya tidak menjawabnya. Bian lalu mendekati Tisya dan mencengkeram kedua lengan Tisya.
"Siapaa?" Bentak Bian dengan suara lebih keras.
"Na.. namanya Dimas." Jawab Tisya.
"Mana fotonya."
"Sa... saya tidak punya." Jawab Tisya.
"Apa maksud dia ngasih itu ke kamu? Dia suka sama kamu? Iya?"
Tisya tidak menjawabnya, ia menunduk ketakutan bahkan air matanya sudah tumpah.
Entah mengapa Bian tiba-tiba merasa cemburu, apakah dia sudah mulai cinta?
Bian keluar dari kamar dengan membawa kalung itu.
Di dalam kamar Tisya langsung menangis kencang. Bukan karena ia takut sebab salah tapi ia takut suara bentakan Bian.
"Besok pokoknya gue harus ketemu Kak Dimas, gue harus bilang semuanya sama Kak Dimas." Batin Tisya.
Keesokan harinya Tisya sudah selesai mengerjakan sholat subuh. Kali ini ia tidak sholat berjamaah dengan Bian, karena sejak kejadian semalam Bian belum kembali ke kamar.
Tisya merapikan tempat tidurnya lalu ia berjalan keluar kamar. Ketika ia melewati ruang kerja Bian pintunya sedikit terbuka. Ia mengintip lewat celah pintu itu dan memperlihatkan Bian sedang berbaring di sofa.
"Syukurlah kalau Pak Bian tetap di rumah." Batin Tisya.
Tisya berjalan ke dapur dan bertemu Sumi yang tengah menumis kangkung.
"Pagi non." Sapa Sumi.
"Pagi mbok." Jawab Tisya.
Tisya mengambil pisau kemudian ia memotong tempe.
"Tumben Pak Bian belum keluar non?" Tanya Sumi.
"Masih tidur mbok, semalam nonton bola sama temannya." Jawab Tisya.
Setelah selesai memasak Tisya masuk ke kamar untuk mandi.
"Belum ada tanda-tanda Pak Bian masuk ke kamar." Batin Tisya.
Setelah selesai mandi Tisya bersiap untuk sarapan. Kali ini ia sendiri, sebab Bian belum keluar.
Tisya kemudian mengambil satu piring kosong dan mengisinya dengan nasi beserta lauknya.
"Mbok" Panggil Tisya.
"Iya non." Jawab Sumi dari dapur.
Sumi yang tengah bersih-bersih langsung lari mendatangi majikannya.
"Ada apa non?" Tanya Sumi.
"Mbok tolong anterin ini ke ruang kerjanya Pak Bian ya." Perintah Tisya.
"Si... siap non." Jawab Sumi.
Sumi langsung membawa nampan berisi sepiring makanan dan segelas air putih itu ke ruangan Bian.
"Tok tok"
"Permisi Pak" Ucap Sumi.
"Masuk" Jawab Bian.
Sumi langsung masuk dan meletakkan sarapan untuk Bian di meja.
"Tumben sarapannya dibawa ke sini?" Tanya Bian.
"Tadi Non Tisya yang nyuruh pak." Jawab Sumi.
"Oh"
Sumi langsung keluar dari ruangan Bian dan kembali ke dapur.
"Pak Bian mau mbok?" Tanya Tisya.
"Tadi mbok cuma ngasih di atas meja non." Jawab Sumi.
"Mbok bilang kalau itu dari Non Tisya." Sambung Sumi.
"Ya udah terima kasih ya mbok." Ucap Tisya.
"Iya non, saya ke belakang lagi ya." Pamit Sumi.
Setelah selesai sarapan Tisya langsung kembali ke kamar, ia membuka ponselnya lalu menghubungi Dimas dan mengajaknya untuk ketemuan sekarang.
"Aduhh kan kalungnya dibawa Pak Bian." Ucap Tisya.
Tisya memakai jaketnya lalu keluar dari kamar.
'Tok Tok'
"Masuk" Ucap Bian dari dalam.
'Ceklek'
Tisya langsung masuk dan duduk di sofa.
"Pak" Panggil Tisya.
Bian tak menjawabnya, ia hanya menatap ke arah Tisya.
"Sa... saya mau pergi dulu." Ucap Tisya.
Bian hanya menganggukkan kepala.
Tisya masih berdiam di tempat, ia bingung bagaimana caranya meminta kalung itu.
"Kenapa?" Tanya Bian, ia melihat wajah Tisya seperti sedang kebingungan.
"Emmm itu kalung yang semalam mau saya kembalikan." Ucap Tisya.
Bian langsung membuka laci mejanya dan mengambil kotak merah itu.
Tisya menerimanya lalu ia keluar dari ruangan Bian.
"Kalau dia mau ngembaliin kalungnya otomatis dia mau ketemuan dong sama tuh cowok, wahh ga bisa dibiarin, gue harus tahu siapa cowok itu." Batin Bian.
Bian langsung lari ke kamar mengambil jaket dan maskernya.
"Mbok pinjam motor." Ucap Bian.
Bian langsung melajukan motor Sumi untuk membuntuti istrinya. Ia sengaja meminjam motor Sumi, sebab kalau dia naik mobil pasti Tisya mudah mengenalinya.
Motor Tisya berhenti di sebuah coffee shop. Bian memberhentikan motornya di pinggir jalan sambil menunggu Tisya masuk.
'Tin tin'
"Mas minggir dong jangan di tengah jalan." Ucap seseorang dari dalam mobil.
Bian memundurkan motornya lalu mobil itu masuk ke parkiran coffee shop itu.
"Bukannya itu si Dimas?" Tanya Bian.
Bian langsung turun dari motornya dan masuk ke coffee shop.
"Bener itu Dimas, jangan-jangan Dimas yang ngasih kalung buat Tisya."
Dimas menaiki tangga untuk naik ke lantai dua. Bian mengikutinya di belakang.
"Hai Tis sorry ya gue telat." Ucap Dimas
'Duarrr'
Benar dugaan Bian, ternyata wanita yang selama ini Dimas ceritakan itu Tisya, istrinya sendiri.
"Apa gue samperin aja ya?" Batin Bian.
"Emmm ga usah deh gue lihat aja bagaimana respon Tisya."
Bian duduk di meja paling pojok yang tak jauh dari mereka. Untung saja tempat duduk Bian tertutup tiang jadi mereka tidak akan tahu kalau Bian ada di sana.
"Kak" Panggil Tisya.
"Tisya manggil Dimas 'kak' sedangkan dia manggil suaminya sendiri 'pak' " Batin Bian.
"Iya" Jawab Dimas.
"Soal pertanyaan kakak kemarin..... "
"Iya gimana?" Dimas antusias mendengar jawaban dari Tisya.
"Emm gimana ya ngomongnya Tisya takut." Ucap Tisya.
"Santai aja ga usah takut ga usah malu, ternyata betul ya kalau wanita ingin sesuatu pasti dia malu-malu."
"Emmmm" Tisya bingung.
Tisya kemudian mengambil kotak itu dari dalam tasnya lalu mengembalikan kepada Dimas.
"Maaf kak." Ucap Tisya.
"Maksudnya?" Tanya Dimas.
"Maaf banget Tisya ga bisa menerima cinta kakak." Jawab Tisya dengan hati-hati ia takut kalau melukai hati Dimas.
"Kenapa?" Tanya Dimas
"Tisya ga bisa jelasin kak, tapi maaf banget Tisya ga bisa menerima cinta kakak." Jawab Tisya.
Tisya kemudian berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Dimas.
Di belakang sana Bian merasa puas dengan jawaban istrinya.
'Ting'
📩 Bian Malik
"Sorry bro nanti sore gue ga bisa ketemu"