Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Sudah dua hari Vano pergi meninggalkan istrinya, Dinar merasa kesepian. Biasanya pada malam hari begini, Vano meminta Dinar untuk memijat bagian tubuhnya yang terasa pegal. Vano memang suka sekali mengeluh pegal, meminta Dinar untuk memijatnya di malam hari. Tapi, saat tidak ada, Dinar pun dilanda kesunyian.
Pernikahan mereka memang masih seumur jagung, akan tetapi, Vano selalu mampu memberikan kesan yang dapat Dinar rindukan. Dinar amat merindukan suaminya, sangat merindukannya.
Dinar melepaskan napasnya perlahan, sambil menekuk-kan kakinya di atas kasur. Tangan wanita itu melingkari kakinya sendiri, dan dagunya ditaruh di atas lutut.
Sudah Beberapa kali Dinar mengecek ponsel miliknya, namun, tidak ada notifikasi dari suaminya.
"Memangnya Mas Vano masih sibuk ya, dari kemarin dia belum ngabari aku sampai hari ini," Gumamnya merasa sepi.
Bahkan sampai saat ini, memang tidak ada kabar dari Vano. Dinar tau, Suaminya pasti sibuk. Jika tidak sibuk pun mungkin dia tidak akan lupa mengabari Dinar. Setidaknya pasti akan menelfon atau memberikan pesan singkat terhadanya.
Dinar mulai Merasa jenuh, Dinar memutuskan untuk mengakhiri lamunannya. Dinar kemudian turun dari ranjang, Lalu berjalan hendak ke luar kamar.
Minuman segar mungkin lebih baik, fikirnya. Dinar kemudian berjalan menuju dapur, posisi dapur rumah itu berada di sebelah kanan rumah.
Saat Dinar melangkahkan kaki, gerakan kakinya tiba-tiba berhenti. Dinar mendengar sayup-sayup suara erangan.
Keningnya mengerut, keheranan. "Suara apa itu?" Rutuknya dalam hati namun ia juga penasaran.
Awalnya ia tidak terlalu memperdulikannya. Namun, erangan itu kembali terdengar. Dinar menjadi semakin penasaran, kakinya melangkah mendekati sumber suara mencari tau.
Langkahnya membawa mendekat ke arah kamar Pak Arga, Ayah mertuanya. Pintu kamarnya ternyata tidak tertutup rapat. Dinar bisa melihat celah terbuka dari pintu kamar.
"Sebenarnya tadi itu suara apa?" gumamnya kembali.
Karena rasa penasarannya yang menggebu, Dinar mendekat ke pintu kamar. Dipegangnya ganggang pintu kamar secara pelan, lanjut mendekatkan wajahnya. Satu matanya mendekat pada celah pintu untuk mengintip.
Seketika itu pula Matanya melebar. Dinar merasa terkejut. Pak Arga terlihat bersandar pada dipan kasur, dengan bagian tubuh bawah yang polos.
Tangannya melingkari miliknya sambil melakukan gerakan-gerakan sensual beritme. Dinar melihat tayangan adegan film, yang sengaja dihilangkan suaranya.
Lagi - lagi Dinar tercengang, melihat tayangan yang mertuanya lihat. Film dengan adegan dew4sa yang sepenuhnya tanpa sensor. Orang bilang ini adalah film dewasa atau film b0k€p.
Astaga bagaimana ini, Apa yang sudah Dinar lakukan? Melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat?
Semakin Dinar melihatnya, semakin Dinar merasa ada sesuatu yang aneh. Jantungnya tiba-tiba berdebar, Dinar masih tidak menyangka dengan apa yang dia lihat. Dinar tersadar, lalu menggelengkan kepala.
Tidak dipungkiri Dinar merasa terkejut awalnya. Bukan karena tidak terbiasa dengan apa yang dia lihat, karena dia pun sejatinya bukan gadis lugu yang tidak mengerti apapun. Dinar bahkan sudah menjadi wanita seutuhnya sekarang, karena dia sudah menikah.
Dinar meneguk salivanya, Matanya tidak berkedip sama sekali melihatnya. Dinar memutuskan untuk memalingkan tubuh. Rona pipinya jelas muncul, membuatnya menyadari apa yang sudah ia lakukan baru saja.
"Dinar, apa yang kamu lakukan? Astaga!"
Dengan terburu - buru, Dinar pergi dari sana. Dinar segera masuk kembali ke kamar dengan perasaan yang takut.
Bagaimana bisa ia merasa seperti seorang maling yang mengendap-endap? Jantungnya bisa copot, kalau seandainya Pak Arga menangkap basah melihatnya saat memanjakan diri.
"Astaga, gimana ini?"
Dinar harus melupakannya, Dinar langsung melempar diri ke atas ranjang. Membungkus tubuhnya dengan selimut, ia berharap keesokan harinya ia akan lupa akan segalanya. Dinar harus melupakan hal tadi, iya! harus melupakannya.
...BERSAMBUNG,...