Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengabaikan semuanya demi bersamanya
Pagi itu, Dara terbangun di sofa apartemen Nisa, dengan rasa cemas yang tak kunjung reda. Tangannya refleks mencari ponsel, berharap ada kabar dari Antony. Namun, layarnya kosong—tidak ada satu pun pesan atau panggilan dari suaminya. Rasa kesal muncul di wajahnya. "Sial, bahkan dia tidak menghubungiku. Apa yang dia lakukan semalam? Apa dia sama sekali tidak mengkhawatirkanku?" gumam Dara sambil menggertakkan giginya.
Nisa, yang sedang sibuk membereskan peralatan makeup di meja rias, menoleh sekilas ke arah Dara. "Aduh, Dar, mungkin aja suami lo sibuk sama Alea, kan lo juga nggak ada di rumah sekarang. Mungkin dia fokus jagain anak, lo juga tau Alea pasti nyariin lo," ujarnya sambil mencoba berpikir positif.
Dara mendengus, masih merasa kesal, tapi ia tahu ada benarnya juga. Ia menarik napas panjang, mencoba mengendalikan emosi, namun perasaan terlupakan tetap saja membuat hatinya pedih.
Tiba-tiba, suara bel apartemen berbunyi, memecah keheningan. "Eh, ada tamu, Nis?" Dara bertanya dengan penasaran.
Nisa beranjak untuk membuka pintu. "Ah, palingan si Farah," jawabnya santai sambil memutar gagang pintu. Begitu terbuka, ternyata benar, Farah berdiri di depan pintu dengan ekspresi terkejut.
Farah menatap Dara dengan tatapan penuh keheranan. "Ngapain lo di sini, Dar?" tanyanya langsung, membuat suasana menjadi canggung.
Dara hanya mengangkat bahu dengan ekspresi kesal. "Yah, gue lagi butuh tempat buat nenangin diri. Ada masalah di rumah."
Farah mengangguk, tapi tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. "Hmmm… ada masalah apa, Dar? Ada hubungan sama Antony, ya?"
Dara menunduk sejenak, merasa tak nyaman berbicara terlalu dalam tentang masalah pribadinya. Namun, tatapan hangat dari Nisa dan Farah sedikit memberinya keberanian untuk bercerita. "Gue nggak tau harus ngomong apa, tapi akhir-akhir ini Antony selalu sibuk, selalu pulang terlambat, dan nggak pernah kasih kabar. Gue mulai curiga, tapi gue nggak mau mikir yang nggak-nggak," Dara menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya yang terus berkecamuk.
Nisa menepuk bahu Dara dengan lembut. "Tenang, Dar. Siapa tau cuma perasaan lo aja yang lagi sensitif."
Farah menatap Dara dengan sorot mata tajam, kemudian melirik Nisa sejenak, yang hanya bisa menghela napas, seolah sudah menebak arah pembicaraan yang akan muncul.
“Dar,” Farah memulai dengan suara setengah berbisik, namun cukup dramatis, “gue cuma ngomong jujur ya, nggak ada maksud lain.” Ia mendekatkan diri ke arah Dara, membuat suasana terasa semakin tegang. “Lo sadar nggak sih, Antony itu idola dari zaman sekolah. Lo tau kan, seberapa banyak yang dulu suka sama dia? Sekarang dia sukses, mapan, tampan… ya siapa sih yang nggak tertarik?”
Dara terlihat sedikit terguncang mendengar kata-kata Farah, tapi ia masih tetap diam, menyimak dengan seksama.
“Far, jangan mulai,” sela Nisa pelan, mencoba menghentikan Farah. Namun, Farah seakan tak mendengarnya.
“Kalo gue jadi lo, Dar, gue pasti nggak bakal tinggal diam. Liat aja, dia sering pulang malam, nggak ngabarin, nggak ada kepedulian waktu lo pergi dari rumah… Apa itu suami yang perhatian?” Farah menatap Dara dengan tatapan penuh arti, seakan ingin memastikan kata-katanya benar-benar masuk dalam benak Dara.
Dara menggigit bibirnya, merasa resah. Di satu sisi, ia tak ingin meragukan suaminya, namun sisi lain dari dirinya mulai terpengaruh oleh kata-kata Farah.
“Lagian, Dar,” Farah melanjutkan, semakin antusias, “sering banget kan kita liat di sinetron, suami yang sering pulang malam tanpa kabar itu biasanya punya urusan lain di luar sana. Mungkin sama perempuan lain, siapa tau dia ketemu yang lebih muda, lebih cantik… Semua itu mungkin banget!”
Nisa hanya bisa menatap Farah dengan tatapan jengah. “Far, nggak semua hubungan kayak di sinetron. Bisa aja emang lagi sibuk sama kerjaan, apa sih yang lo pikirin?”
Namun, Farah malah terkekeh kecil, seakan tak terpengaruh oleh sanggahan Nisa. “Ya terserah lo mau percaya apa nggak, Dar, tapi jangan sampe menyesal di belakang. Daripada lo di sini bingung sendiri, kenapa nggak coba cari tau? Pantau aja dulu, siapa tau bener dia ada yang lain…”
Dara menghela napas panjang, menimbang-nimbang di dalam hatinya. Kata-kata Farah mulai menusuk perasaannya. Keresahan yang sempat ia redam perlahan muncul kembali, makin kuat dari sebelumnya.
“Apa gue harus nyari tau, Nis?” tanya Dara sambil menatap Nisa, berharap sahabatnya itu memberinya saran.
Nisa menatap Dara dengan penuh empati. “Dar, gue ngerti perasaan lo. Tapi yang lo perlu sekarang bukan cuma kecurigaan. Kalau emang lo nggak nyaman sama situasinya, coba deh bicarain baik-baik sama Antony.”
***
Di sisi lain, di rumah Dara, Antony menitipkan Alea kepada pembantunya. Hari itu, Antony berencana pergi ke gym. Alea, yang merasa sedih karena ayahnya pergi sementara ibunya tidak ada di rumah, hanya bisa merenung melihat mobil ayahnya meluncur pergi.
“Ayah pergi lagi, ya?” tanya Alea pelan, sedikit kecewa. Pembantunya, yang melihat ekspresi sedih di wajah anak kecil itu, mencoba menghibur.
“Tenang saja, Nak. Ibu pasti segera pulang,” jawab pembantu itu sambil membelai kepala Alea lembut.
Namun, Alea tidak bisa menahan rasa kesepian yang melanda hatinya. Ia hanya mengangguk pelan, berusaha mengalihkan perhatian dengan bermain-main di ruang tamu.
Di dalam mobil, Antony sudah menghubungi Mika untuk menjemputnya pergi ke gym. “Hai, Mika. Aku sudah di jalan. Apa kamu siap?” suara Antony terdengar ceria di ujung telepon.
“Siap! Aku sudah menunggu,” jawab Mika, merasa semangat. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu Antony lagi. Bagi Mika, setiap pertemuan dengan Antony adalah kesempatan untuk mendekatkan diri dan semakin memantapkan rencananya.
Saat sampai di rumah Mika, Antony disambut dengan senyuman manisnya yang membuat hatinya berdebar. Mereka berdua menuju gym bersama, dan saat tiba di tempat gym, Mika memutuskan untuk mengganti bajunya dengan pakaian olahraga yang cukup seksi. Ia mengenakan atasan yang memperlihatkan perutnya yang rata dan celana pendek yang menonjolkan kakinya yang ramping. Mika mengikat rambut panjangnya ke belakang dan menyemprotkan parfum yang membuat aroma tubuhnya semakin menggoda.
Di dalam gym, suasana terasa sangat romantis. Musik energik mengalun lembut di latar belakang, dan sinar lampu menciptakan suasana yang nyaman dan intim. Mika mulai berolahraga, melakukan pemanasan, dan tidak bisa menahan rasa percaya dirinya saat melihat bayangannya di cermin. Antony, yang sedang menyiapkan peralatan, tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Mika. Ia terpesona oleh proporsi tubuh Mika yang mengagumkan, setiap gerakannya terlihat anggun dan menawan.
“Wow, kamu luar biasa!” puji Antony, tersenyum lebar. “Aku rasa kita harus lebih sering berlatih bersama.”
“Terima kasih! Tapi aku rasa kamu juga yang luar biasa,” jawab Mika dengan senyum menggoda, merasakan ketegangan yang penuh chemistry di antara mereka. Antony berusaha untuk tetap fokus, tetapi setiap kali ia melihat Mika, hatinya semakin bergetar.
mampir juga dikaryaku ya kak jika berkenan/Smile//Pray/