NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membaca Tarot

Setelah kejadian kemarin, Baron jadi tak bisa tidur. Bukan karena takut. Melainkan ada banyak hal yang ia pikirkan saat ini sehingga membuatnya terus terjaga meski merasa mengantuk.

Jika dipikir-pikir, energi negatif di lantai tiga ini memang tidak terlalu berpengaruh padanya. Sejauh ini sosok itu belum pernah mengusik sama sekali. Apa yang dikatakan Nara benar, ia tak akan membalas dengan kekuatan yang lebih besar jika tidak di usik. Pingsannya Nara kemarin adalah imbas dari ledakan energi akibat pengusiran sosok itu. Tapi meski begitu, yang namanya energi negatif tetap harus di bersihkan. Segala sesuatu yang bersifat negatif tak akan bisa membawa hal positif.

Sepertinya Nara sudah lebih dulu tahu soal sosok di lantai tiga itu. Makanya ia bersikeras untuk meminta Baron agar tak mengusiknya. Atau jangan-jangan Nara sudah pernah melakukan ritual pembersihan sebelumnya, namun tak berakhir dengan baik. Sehingga kini ia menyerah.

Tapi berbeda dengan Baron. Ia tak akan menyerah untuk mengusir sosok yang membuatnya merasa risih. Selama ini ia terkenal sebagai dukun muda yang kuat. Bahkan beberapa kali sudah melakukan ritual pengusiran dan penangkapan roh jahat bagi kliennya. Ini bukanlah sesuatu yang sulit baginya. Jam terbangnya pada bidang itu sudah amat banyak.

"Selamat pagi!" sapa Baron kepada kedua perempuan di depannya.

Nara dan ibunya sedang bersiap untuk membuka kedai.

"Oh, kau sudah bangun?" tanya Ibu Nara.

"Tidak tidur lebih tepatnya," jawab Baron sambil menggaruk kepala bagian belakangnya.

Mendengar hal tersebut, wanita itu lantas mengalihkan seluruh perhatiannya kepada Baron. Meski tidak memiliki hubungan darah sama sekali, tetap saja ia sudah menganggap Baron seperti anaknya sendiri. Dan sepertinya Baron juga bukan orang yang berpotensi melakukan tindak jahat.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Ibu Nara khawatir.

"Tidak, semuanya baik-baik saja. Hanya sedikit sulit tidur saja," kata Baron.

Jawaban pria itu dapat membuat Ibu Nara sedikit merasa lebih lega.

"Kalau kau merasa tak nyaman berada di lantai tiga, kami bisa pindah ke sana dan kau tidur di lantai dua. Atau kau juga bisa meminta uangmu kembali," celetuk Nara secara tiba-tiba. Memotong percakapan di antara dua orang tadi.

"Aku sama sekali tak berniat untuk pindah," balas Baron santai.

Ibu Nara sama sekali tak mengerti kenapa anaknya mendadak bersikap seperti itu kepada Baron. Padahal kemarin baik-baik saja. Jelas ia tak tahu apa pun. Sebab percakapan mereka kemarin hanya Nara dan Baron yang mengetahuinya.

"Omong-omong, bisakah kau bacakan tarot untukku?" tanya Baron.

"Aku ingin tahu seperti apa peruntunganku," sambungnya.

Nara menghela napasnya sejenak. Ia sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan pria itu barusan. Nara sama sekali tak keberatan untuk membacakan tarot untuknya. Tapi yang menjadi pertanyaannya adalah, jika ia memang seorang yang memiliki kekuatan spiritual, kenapa tsk bisa meramal dirinya sendiri.

Gadis itu masih tak tahu seperti apa jelasnya bidang pekerjaan Baron. Mereka belum sempat mengobrol lebih banyak untuk saling mengetahui satu sama lain. Tapi setidaknya saat ini ia sudah memiliki satu petunjuk. Jika Baron memiliki bakat spiritual.

"Bagaimana?" tanya pria itu lagi untuk memastikan.

"Akan kubacakan untukmu setelah sarapan," balas Nara.

Ketiganya sarapan bersama hari ini. Ibu Nara sudah menyiapkan segalanya. Mungkin mereka akan selalu makan bersama seperti ini setiap hari.

"Kalian benar-benar baik kepadaku," kata Baron.

"Aku sudah menganggapmu seperti anakku sendiri, jadi tidak perlu sungkan," balas Ibu Nara.

Sementara itu di sisi lain, Nara hanya diam saja sambil menikmati masakan ibunya. Ia sama sekali tak tertarik untuk ikut terlibat dalam obrolan mereka. Nara memang bukan anak yang terkenal banyak bicara.

Masih ada waktu satu jam lagi sebelum kedai resmi dibuka. Nara masih punya cukup banyak waktu untuk mengobrol dengan pria itu. Jujur ia merasa penasaran dengan Baron, dengan apa yang dilakukannya selama ini.

"Apa yang ingin kau ketahui?" tanya Nara.

"Aku ingin mengetahui peruntunganku dalam waktu dekat ini," jawab Baron.

Nara menganggu sambil mengocok kartu miliknya. Lalu menjejerkan tiap-tiap dari mereka dengan kondisi gambar yang tertutup di depan Baron. Membiarkan pria itu memilih salah satu kartu secara acak.

"Ambil tiga kartu sesuka hatimu!" perintah Nara.

Baron tampak agak bingung untuk memilih pada awalnya. Dia merasa harus sangat hati-hati dalam memilih. Sampai pada akhirnya ia menyerahkan tiga buah kartu yang dipilihnya untuk dibaca Nara.

Gadis itu menatap kartu-kartu yang diberi Baron padanya. Mencermati setiap makna yang tersembunyi di balik gambar tersebut. Serta dibantu dengan kekuatan spiritualnya untuk menginterpretasikan kartu itu dengan tepat.

"The lover, kartu ini melambangkan cinta. Kau akan bertemu belahan jiwamu dalam waktu dekat ini. Sepertinya ia adalah orang yabg selaku berada di sekitarmu, tapi kau tak menyadarinya," jelas Nara.

"The justice, tapi sepertinya kau akan dipusingkan dengan banyak pertimbangan di hidupmu. Kurasa ini ada kaitannya dengan belahan jiwamu. Ada hal besar yang perlu kau pertimbangkan," sambungnya.

"Baiklah, cinta dan pertimbangan," ujar Baron sambil mengangguk kecil.

Sementara itu di sisi lain masih ada satu kartu yang tersisa. Nara tampak agak ragu untuk membacanya. Hal itu terlihat jelas dari ekspresi wajahnya.

"Bagaimana dengan yang satu itu?" tanya Baron.

"The devil," gumam pria itu sembari membaca tulisan yang terdapat di sana.

"Ini kartu iblis," balas Nara.

"Apa artinya?" tanya Baron penasaran.

"Yang jelas bukan sesuatu yang baik. Kartu ini melambangkan ketakutan, godaan dan lain-lain," ungkap Nara dengan sedikit ragu.

Ia tahu jika Baron pasti tak akan senang mendengar apa artinya.

"Jadi, apakah kisah percintaanku yang akan datang tak kan berhasil? Atau dengan kata lainnya gagal?" tanya pria itu lagi.

Sepertinya ia benar-benar merasa penasaran dengan peruntungannya. Ia tak pernah membaca peruntungannya sebelumnya.

"Mari ambil satu kartu lagi untuk memastikan hal tersebut," kata Nara.

Ia berharap agar hal baik muncul kali ini.

Baron lalu memilih satu kartu dengan waktu yang sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Ia tidak mempertimbangkan hal itu lagi dan spontan memilih.

"The hanged man," ucap Nara.

"Salah satu dari kalian harus berkorban. Kurasa kisah kalian akan berakhir indah, tapi mungkin tidak semudah itu untuk bisa sampai ke akhir yang bahagia. Kalian harus berkorban," jelas gadis itu dengan detail.

Baron merasa sedikit lega mendengar penjelasan Nara barusan. Setidaknya masih ada sedikit harapan untuk akhir yang bahagia. Semua orang tahu jika kita perlu berkorban  untuk hal apapun. Termasuk untuk akhir yang bahagia.

"Bukankah kau memiliki kekuatan spiritual?" tanya Nara.

"Kenapa tak melakukan ramalan terhadap dirimu sendiri?" tanya gadis itu lagi.

"Kurasa itu bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dilakukan," tambahnya.

"Aku selalu meramal orang lain, dan selalu ada saja nasib buruk yang hadir. Jadi, aku tak ingin merasa ketakutan karena telah mengetahui takdirku sendiri," jelas Baron singkat.

"Bukankah itu sama saja? Kau menanyakan peruntunganmu padaku, dan ada hal buruk yang menghampiri. Tidakkah kau merasa takut?" tanya Nara lagi.

"Seridaknya rasa takut itu tak sebesar saat aku meramal diriku sendiri," balasnya.

Nara memgangguk paham. Ia juga merasakan hal yang sama sebenarnya. Ketakutan yang amat besar akan menghantui hidupmu setelah mengetahui nasib burukmu. Hal itu akan membuatmu selalu berjaga-jaga serta waspada. Kau tak akan menikmati hidup pada akhirnya. Itu sebabnya Nara juga tak pernah membaca tarot untuk melihat peruntungannya sendiri. Ia tak siap untuk itu dan tak akan pernah siap.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!