"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Pertemuan di Alun-Alun
Setelah beberapa jam berlalu, telepon Lily berbunyi lagi. Kali ini, suara Dinda terdengar ceria di ujung sana. “Lily! Aku sudah selesai. Kamu bisa jemput aku sekarang?”
“Serius? Ya ampun, Dinda! Aku sudah tidak sabar mendengar cerita kamu!” jawab Lily dengan semangat.
“Jemput aku di pinggir jalan ya, dekat tempat kita biasa nongkrong,” Dinda meminta.
“Siap, aku berangkat sekarang!” Lily segera meraih tasnya dan berjalan cepat menuju motor. Dengan semangat, dia meluncur ke tempat yang ditentukan.
Sesampainya di pinggir jalan, Dinda sudah menunggu dengan senyuman lebar. Dia tampak ceria, dengan riasan yang masih terlihat fresh dan pakaian yang stylish. “Ayo, naik!” ajak Lily.
Dinda segera naik dan duduk di belakang Lily. “Ke alun-alun yuk! Aku butuh angin segar setelah yang barusan,” ujarnya.
“Setuju! Alun-alun pasti ramai, kita bisa bersantai sambil cerita,” Lily menjawab.
Setelah sampai di alun-alun, mereka mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Di sana, suasana ramai dengan orang-orang yang menikmati malam. Lilin-lilin kecil menyala, menambah keindahan suasana.
“Eh, Dinda! Kamu tampak ceria banget malam ini. Pasti ada yang seru kan?” tanya Lily sambil tersenyum, penasaran dengan pengalaman sahabatnya.
“Yah, seru-seru aja sih. Tapi, yang jelas aku dapat 700 ribu dari cowok tadi. Mungkin tidak sebanyak kamu, tapi lumayanlah!” Dinda menjawab, terlihat bangga.
“Wow, bagus dong! Kenapa kamu tidak cerita lebih awal?” tanya Lily, sedikit iri tapi lebih ingin mendengar cerita.
“Ya, tadi aku sibuk banget. Lagipula, itu baru permulaan. Cerita kamu gimana?” Dinda langsung mengalihkan pembicaraan, ingin tahu lebih lanjut tentang pengalaman Lily.
“Hmm… seru sih, tapi belum saatnya aku ceritakan. Yang pasti, aku baru dapat 1 juta!” Lily menghela napas, merasakan campur aduk antara rasa bangga dan kerinduan untuk bercerita.
“Wah, kamu hebat! Aku kalah deh, hehe. Tapi serius, kamu harus kasih tahu aku kapan-kapan!” Dinda tertawa, terlihat antusias.
“Tenang, Dinda. Suatu saat nanti, kita pasti bisa berbagi semuanya,” kata Lily sambil tersenyum, merasa nyaman berbicara dengan sahabatnya.
Setelah beberapa saat bercengkerama, Dinda mengusulkan, “Eh, gimana kalau kita beli cemilan, bir, dan rokok? Aku mau traktir pakai hasil orderanku!”
“Setuju! Indomaret dekat sini kan? Ayo, kita pergi!” Lily menjawab semangat, tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bersenang-senang.
Mereka berdua beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju Indomaret. Di dalam, suasana ramai dengan orang-orang yang mencari kebutuhan mereka. Lily dan Dinda berjalan menyusuri rak-rak, mengambil beberapa snack yang mereka suka, bir dingin, dan rokok yang biasa mereka konsumsi.
“Ambil yang ini, Dinda! Enak banget!” kata Lily sambil menunjukkan keripik kentang favoritnya.
Dinda mengangguk setuju. “Iya, itu enak! Kita juga harus ambil bir yang ini, rasanya mantap!” ujarnya sambil menunjuk bir favorit mereka.
Setelah mereka mengumpulkan semua barang yang diinginkan, mereka beranjak ke kasir. “Totalnya berapa, Kak?” tanya Lily pada kasir yang sedang melayani.
“Totalnya 150 ribu,” jawab kasir sambil menghitung.
Dinda dengan percaya diri mengeluarkan uangnya dan membayar. “Nah, ini hasil dari kita!” katanya dengan bangga.
Setelah membayar, mereka keluar dari Indomaret dengan membawa belanjaan. “Ayo, kita cari tempat nyaman lagi di alun-alun untuk menikmati semua ini!” ajak Dinda.
“Yuk!” Lily menjawab penuh semangat, merasa bersyukur bisa menghabiskan waktu dengan sahabatnya.
Mereka kembali ke alun-alun, mencari spot yang pas untuk duduk dan menikmati cemilan serta bir yang baru mereka beli. Malam itu, penuh tawa dan canda, menjadi momen berharga yang akan mereka ingat selamanya.
Mereka duduk di bangku taman yang dikelilingi lampu-lampu kecil berwarna-warni, menciptakan suasana yang hangat dan ceria. Dinda membuka birnya dan menuangkannya ke dalam gelas plastik. “Ayo, Lily! Cheers!” serunya.
“Cheers!” balas Lily sambil mengangkat gelasnya, kemudian mereka menenggak bir itu bersamaan. Sensasi dingin dan pahitnya bir terasa menyegarkan setelah seharian beraktivitas.
Setelah menenggak beberapa tegukan, Lily membuka kantong cemilan dan mulai memakan keripik kentang. “Hmm… enak!” katanya sambil menggigit keripik yang renyah. Dinda juga ikut mengambil cemilan dan memakannya dengan lahap.
Lily menghisap rokoknya dalam-dalam, kemudian mengepulkan asap ke angkasa lewat bibirnya. Ia melihat Dinda yang juga sedang menikmati rokoknya. “Eh, Din, aku nggak nyangka deh mau jadi tlembuk begini, hahaha,” ucap Lily sambil tertawa, menepok bokong Dinda dengan lembut.
Dinda terkejut, tetapi tak lama kemudian ikut tertawa. “Iya, siapa sangka kita bisa sampai sini ya? Dari sekadar iseng-iseng, eh jadi gini,” jawab Dinda, masih terbahak-bahak.
“Beneran, deh! Dulu kita cuma mimpi-mimpi, sekarang udah bisa dapat uang dari hal-hal kayak gini,” Lily melanjutkan, merasa bangga dengan pencapaian mereka.
Dinda mengangguk setuju. “Kita sudah hebat! Mungkin ini awal yang baru buat kita berdua,” katanya, mengangkat gelasnya lagi. “Ayo, kita rayakan!”
“Setuju!” balas Lily, dan mereka kembali menenggak bir.
Di tengah suasana yang hangat dan penuh tawa, keduanya mulai berbagi cerita tentang pengalaman mereka masing-masing. Dinda bercerita tentang cowok yang ditemuinya dan bagaimana momen-momen lucu selama bertugas, sementara Lily menceritakan detil pengalamannya dengan Rian.
Mereka terus mengobrol, tertawa, dan menikmati malam yang panjang itu. Tidak ada rasa khawatir atau beban di pikiran mereka, hanya ada kebahagiaan dan kelegaan menikmati kebersamaan.
“Eh, Din, mau nambah bir lagi?” tanya Lily sambil melihat ke arah Indomaret.
“Kalau mau nambah, kita ambil sambil jalan, yuk!” Dinda menjawab dengan semangat. “Ayo, kita borong lagi!”
Mereka pun beranjak dari bangku dan berjalan kembali ke Indomaret, sambil bercanda dan tertawa. Malam itu menjadi salah satu malam yang tidak akan mereka lupakan, di mana mereka bisa menikmati hidup sepenuhnya tanpa beban, menjalin persahabatan yang semakin kuat.
Setelah membayar di kasir Indomaret, Lily Dan Dinda mengangkat tas belanjaan yang berisi bir, cemilan, dan rokok. Ketika mereka beranjak keluar, kasir yang masih tampak terkejut mengangkat wajahnya dan berkata, “Eh, kamu kan yang tadi beli bir ya? Edan, sekarang nambah lagi? Buset dah, jago banget kalian minum bir ya?”
Lily dan Dinda saling berpandangan, lalu tertawa. “Iya, kita mau merayakan kebersamaan, Mas!” jawab Dinda sambil tersenyum lebar.
“Lah, pantas saja! Kalian kayaknya udah jadi ratu bir di sini!” kasir itu membalas dengan nada bercanda.
“Bukan ratu, sih, cuma mau menikmati hidup! Hahaha,” jawab Lily dengan percaya diri, sambil menggoyang-goyangkan tas belanjaannya.
Kasir itu mengangguk sambil tersenyum. “Biarin aja, yang penting kalian happy. Tapi ingat, jangan sampai mabuk berat ya!” katanya dengan nada memperingatkan.
“Tenang, Mas! Kita tahu batasan,” kata Dinda, sedikit menggoda sambil melirik Lily.
“Ya udah, have fun ya!” ucap kasir itu saat mereka melangkah keluar.
Begitu keluar dari Indomaret, udara malam yang sejuk menyambut mereka. Lily mengambil sebotol bir dari tasnya dan membukanya. “Ayo, Din, kita sambut malam ini dengan meriah!” serunya, sambil mengangkat birnya.
Dinda ikut mengangkat birnya dan berkata, “Cheers, Lil! Semoga malam ini penuh kenangan!”
Mereka berdua meneguk bir itu, merasakan kesegaran yang menjalar di tenggorokan. Sambil berjalan menuju alun-alun, mereka bercanda dan bercerita tentang rencana masa depan mereka.
“Eh, kita harus bikin grup deh, Tlembuk Squad, gitu!” usul Lily.
“Setuju! Kita bisa bikin event, ajak teman-teman lain, bisa jadi bisnis juga,” Dinda menjawab dengan semangat.
“Wah, keren tuh! Kita bisa jadi pengusaha bir! Hahaha!” Lily menambahkan, merangkai mimpi mereka sambil tertawa.
Malam itu semakin hangat dengan tawa dan canda mereka. Mereka melanjutkan perjalanan ke alun-alun, siap untuk menikmati malam dan semua kesenangan yang ditawarkannya.