BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan Eca
Malam harinya, setelah Nola kembali ke rumah dia merasa heran karena melihat ruang kerja Bara masih tampak terang karena pintunya sedikit terbuka.
"Sayang?" Nola masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu.
"Hmm, kamu baru pulang?"
"Iya, jadwal hari ini padat banget. Tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu malah di sini? Bukannya ini malam pertama kamu sama Eca?" Nola duduk di pangkuan Bara. Membelai wajah tampan suaminya.
"Apa kamu rela aku meniduri adikmu?" Bara menatap manik mata Nola.
"Apa hal seperti itu harus kamu tanyakan sayang? Jelas aku nggak rela, tapi mau bagaimana lagi. Demi keturunan yang keluarga kamu harapkan, aku harus siap meski hatiku sakit. Makanya aku memilih pulang larut agar aku tidak melihatmu datang ke kamar Eca. Tapi ternyata kamu masih di sini"
"Maafkan aku sayang. Aku juga belum siap menyentuh Eca. Aku tidak sanggup untuk menyakitimu"
Nola menyandarkan kepalanya di dada Bara. Dia membentuk pola abstrak dengan jari tangannya.
"Tapi dengan begitu, bukannya pernikahan mu dengan Eca akan semakin lama? Eca tidak akan segera hamil kalau kamu terus menundanya. Harusnya lebih cepat lebih baik. Kalau kamu tidak sanggup berada di atas Eca...." Nola menggantung ucapannya.
Dia mengangkat wajahnya, menatap suaminya dengan senyum yang menggoda.
"Bayangkanlah wajahku saja saat me menyentuhnya. Dengarkanlah de**hanku di telingamu, rasakan n***matnya saat milikmu menusuk milikku dengan dalam" Bisik Nola dengan sensual.
Bahkan wanita itu sengaja mengecup daun telinga Bara untuk memberikan sensasi yang biasanya membuat semua orang menggila.
Hap...
Bara menangkap tangan Nola yang masih beraksi di dadanya. Bahkan kini Bara melihat kancing piyamanya terbuka dua buah.
"Apa kamu yakin aku bisa melakukan itu dengan adikmu hanya dengan membayangkan mu?"
"Aku yakin, maka lakukanlah!"
Bara benar-benar heran, bagaimana mungkin Nola terlihat biasa saja saat suaminya sendiri akan menyentuh wanita lain. Terlebih wanita itu adalah seseorang yang selama ini Nola anggap sebagai adik kandungnya sendiri.
Di sini Bara seperti melihat Nola tak mencintainya. Bara sebenarnya berharap Nola seperti wanita-wanita lain yang terobsesi kepadanya.
Dulu bahkan ada wanita yang rela menyamar menjadi pembantu di rumahnya agar bisa dekat dengan Bara. Seandainya wanita itu tidak nekat dengan mencampurkan obat p*****sang di minuman Bara, mungkin dulu Bara bisa mempertimbangkannya.
Bara justru suka dengan wanita yang mati-matian menunjukkan rasa suka kepadanya, meski itu bisa di sebut juga dengan obsesi. Tapi rasanya dia lebih merasa dicintai. Berbeda dengan Nola saat ini.
Tapi mau bagaimana lagi, hatinya juga sudah terpaut dengan Nola waktu itu. Dia mengikat Nola dalam pernikahan penuh cinta lima tahun yang lalu.
"Bolehkah malam ini aku tetap bersamamu?"
Nola menggelengkan kepalanya dengan bibir yang mengerucut.
"Nggak boleh!! Kamu harus sama Eca. Sekarang dia istrimu juga sayang"
"Kalau begitu, bolehkan aku membagi cintaku untuknya? Bukannya dia juga istriku? Walau hanya sementara, tapi dia tetap istriku kan?"
Deg...
Mendadak Nola seperti di pukul telak oleh pertanyaan Bara.
"K-kamu kan sudah janji untuk tidak membawa hati dalam pernikahan ini sayang. Apa kamu lupa?"
Sebenarnya Nola takut kalau Bara tak mau menemani janjinya. Kalau begitu, Nola seperti sedang menantang keutuhan rumah tangganya.
"Aku tidak lupa. Sekarang kamu istirahatlah. Aku masih harus mengerjakan sesuatu"
"Tapi, setelah ini kamu..."
"Aku akan ke kamar Eca. Bukankah itu yang kamu inginkan?"
Kini Nola bungkam. Sekarang, giliran Bara sendiri yang ingin ke kamar Eca, Nola seperti tak rela. Sedangkan tadi dia sendiri yang memaksa Bara.
"I-iya, kalau gitu aku ke kamar dulu sayang. Selamat untuk malam pertama dengan Eca"
Cup..
Nola mengecup bibir suaminya sekilas kemudian keluar dari ruang kerja itu dengan tergesa-gesa.
Satu jam berlalu....
Saat waktu menunjukkan pukul dua belas malam, Bara baru masuk ke dalam kamar Eca.
Ternyata istri mudanya itu tidak mengunci pintu kamarnya. Entah sengaja karena menunggunya atau memang lupa.
Tapi pemandangan yang Bara dapatkan saat ini adalah Eca yang sedang berbaring membelakanginya.
Baju tidur berbahan satin yang tipis itu melekat membentuk lekuk tubuhnya yang indah. Bara jelas bisa melihat keseluruhannya karena Eca tak menggunakan selimut sama sekali. Apalagi p*hanya yang terekspos karena dressnya sedikit tersingkap.
Gelg...
Tanpa sadar Bara menelan ludahnya dengan kasar. Dia pria normal apalagi yang ada di hadapannya saat ini adalah istrinya. Wanita yang halal untuk ia sentuh.
Tak adanya gerakan dari Eca membuat Bara yakin kalau wanita yang mempunyai tubuh indah itu sudah terlelap.
Bara mulai mendekat. Dia menuju ranjang yang masih kosong di belakang Eca.
Perlahan dia ikut naik ke sana dengan mata yang masih tertuju pada tubuh Eca. Dari ujung kaki berjalan naik hingga ke pangkal p*hanya yang terbuka, sungguh pemandangan yang indah di mata Bara.
Kaki jenjang, yang putih dan mulus, pasti begitu lembut saat Bara mendaratkan kecupan di sana.
"S*hit!! Ini membuatku gila!!" Umpat Bara pada dirinya sendiri.
Cukup lama Bara terdiam untuk mengendalikan dirinya. Dia heran kenapa akhir-akhir ini dia seperti lepas kendali. Dia sendiri tidak mengenali siapa yang ada dalam dirinya. Apalagi di saat dia menuntaskan b**ahinya di hadapan Eca malam itu. Bara sungguh tidak mengira hal itu bisa terjadi.
Bara mencondongkan badannya ke arah Eca. Menyentuh pinggang ramping Eca dengan jemarinya yang panjang dan berotot.
"HAHH!! SIAPA KAMU!! JANGAN SENTUH!!" Teriak Eca tiba-tiba tanpa tau siapa orang yang ada di belakangnya dan dengan lancang menyentuh pinggangnya.
Eca langsung terduduk dan menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Eca juga menekuk kakinya, hingga tubuhnya seperti meringkuk dalam posisi duduk dan semakin mundur menjauh dari Bara.
Melihat reaksi Eca yang seperti itu, hanya membuat Bara tersenyum kecut.
"Apa kamu lupa kalau saya suamimu dan ini malam pertama kita? Kenapa reaksi seperti itu? Apa aku ini seperti penjahat yang mau memperk**a mu?" Bara tersenyum miring pada Eca.
"M-maaf Mas. A-kau tidak tau kalau itu kamu" Mata Eca masih memancarkan ketakutan.
"Benarkah? Atau memang kamu tidak mau ku sentuh sampai beraksi seperti itu?"
Eca menundukkan kepalanya, lagi-lagi Bara bisa membaca pikirannya.
"M-maaf Mas, aku belum siap" Suara Eca terdengar bergetar.
Bara sempat terkekeh mendengar alasan yang Eca berikan.
"Belum siap apa memang tidak mau?" Suara Bara terdengar rendah dan dingin.
Sebenarnya Eca sudah sangat ketakutan saat ini, tapi dia mencoba mengangkat kepalanya untuk menatap lawan bicaranya itu.
"Pernikahan ini akan berakhir dalam satu tahun kalau aku nggak hamil kan Mas?"
"Hemm" Jawab Bara sambil mengangguk.
"Gimana k-kalau kita pura-pura sudah berhubungan dan mengatakan kalau aku memang tidak bisa hamil"
"Kamu mengajakku untuk berbohong?"
"Bukan berbohong Mas. Tapi aku hanya mengajak bekerja sama. Mas Bara nggak mau menyakiti Mbak Nola kan? Sama denganku yang nggak mau menyakiti Efan, karena aku hanya ingin menyerahkan diriku pada pria yang aku cint..."
"Ohh, jadi kamu melakukan itu demi pria itu?" Potong Bara dengan cepat.
"Emm, i-itu Mas. M-maksudnya aku cu..." Eca tak bisa berkata-kata lagi ketika Bara justru meringsek mendekat ke arahnya.
Eca sendiri merasa kalau dia begitu bodoh kerena tidak bisa mengendalikan mulutnya. Bisa-bisanya dia bicara seperti itu di depan Bara.
"Kamu bicara pada suamimu sendiri kalau kamu ingin menyerahkan dirimu pada pria lain yang kamu cintai Ca?" Ucap Bara negatif dekat dengan wajahnya. Bahkan nafas Bara yang beraroma mint itu bisa tercium oleh Eca.
"Kalau begitu..." Bara menggeser wajahnya hingga berada di samping telinga Eca.
"Kita lihat saja, aku akan membuatmu menyerahkan dirimu sendiri kepadaku. Akan ku tunggu saat di mana kamu memohon kepadaku untuk menyentuhmu" Bisik Bara pada Eca.
Deg...
"Apa yang Mas Bara maksud? Apa yang akan dia lakukan kepadaku?
"Ingat itu, sayang. Fiuuuhhh"
Bara meniup telinga Eca hingga membuat sejujur tubuhnya merinding.
Setelah itu Bara keluar dari kamar Eca dengan pintu yang di tutup dengan sedikit keras.
"Aku sudah berdosa besar karena menolak suamiku sendiri. Tapi aku tidak bisa, apa yang harus aku lakukan?"