NovelToon NovelToon
Pernikahan Luar Biasa

Pernikahan Luar Biasa

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Pengantin Pengganti / Aliansi Pernikahan / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Suami ideal
Popularitas:14.5M
Nilai: 4.9
Nama Author: Desy Puspita

Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.

Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.

*****

"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.

Follow ig : desh_puspita

******

Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 08 - Istri, Bukan Adik.

Tidak hanya Hudzai, mereka yang di sana berbondong-bondong ikut ke dapur. Bahkan, Athar juga ikut kepo dan turun dari sofa, tersisa Opa Mikhail yang hanya bisa menunggu kabar karena belum memungkinkan untuk berjalan.

Hudzai yang posisinya paling depan mempercepat langkah dan betapa terkejutnya tatkala melihat keadaan dapur yang sudah hancur bak kapal pecah.

Rak atas di area kitchen set ambruk sementara Alisya ada di tepat di bawahnya. Dalam keadaan sadar Hudzai menghampirinya dan membopong tubuh sang istri untuk segera menjauh dari sana.

"Kak aku_"

"Diam, jangan banyak gerak," titahnya sembari terus berjalan melewati semua anggota keluarga yang masih sama-sama terkejut dengan kejadian aneh di pagi ini.

Sementara itu, Alisya spontan mengalungkan tangan di leher sang suami lantaran takut tak seimbang sembari terus mendongak demi menatap wajahnya. "Aku baik-baik saja, Kak, seharusnya tidak perlu sampai begini."

Sayangnya, ucapan itu hanya ada di benak saja. Alisya tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya. Dia memang berada di sana, tapi tidak ada alasan yang membuatnya sampai tidak bisa berjalan dan butuh digendong segala.

Tiba di kamar, Hudzai mendudukannya di tepian ranjang dan mulai memeriksa tubuh sang istri secara teliti. Dia yang tadi sempat melihat keadaan di bawah jelas saja panik dan menduga jika sang istri mengalamai cidera.

"Mana yang sakit? Katakan ... kepala? Punggung? Tangan atau bagian mana?" Beruntun pertanyaan yang Hudzai berikan, tak lupa dia sembari menyentuh wajah dan telapak tangan sang istri demi memastikan sendiri.

"Ini? Apa ini perih?" Beberapa saat memeriksa, dia menemukan luka di jemari Alisya.

Sebuah perhatian kecil yang membuat Alisya sampai bergetar. Matanya mengembun dan lidahnya terasa kelu, sungguh. Diperlakukan sedemikian rupa oleh pria yang disebut banyak kaum hawa dalam doa adalah sesuatu yang tidak pernah Alisya sangka.

Dia yang memang sehaus itu akan kasih sayang mudah sekali tersentuh. Alih-alih menjawab, dia meneteskan air mata lebih dulu.

"Sebentar, kotak obat dimana?" Hudzai mengelilingkan pandangan, biasanya di setiap kamar ada di rumah ini selalu tersedia, begitu pikirnya.

Tak butuh lama dia mencari, mata tajam Hudzai cukup mudah menemukannya benda itu. Bergegas dia melangkah dan kembali duduk di sisi Alisya.

Luka itu sangat kecil, Alisya hanya terkejut karena sewaktu kejadian dia tengah memotong bawang merah. Siapa sangka, luka sekecil itu berhasil menarik perhatian Hudzai sebegitunya.

Pelan-pelan, dia membersihkan lukanya lebih dulu sebelum kemudian meletakkan plesternya. Sepanjang Hudzai melakukan hal itu, Alisya tidak melepaskannya dari pandangan.

"Sudah, mana lagi yang sakit?"

"Tidak ada," jawab Alisya pelan, kembali seperti dia yang dikenal banyak orang.

"Yakin tidak ada?"

"Iya, aku cuma kaget ... tidak kenapa-kenapa."

"Benar tidak?"

"Benar kok, Kak," jawabnya meyakinkan Hudzai bahwa memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Tapi kamu persis di bawahnya, serius tidak kena?"

Alisya menggeleng, hal itu sukses membuat Hudzai menghela napas lega selega-leganya. Pikirannya tadi sudah kemana-mana, sempat terbesit punggung istrinya retak atau semacamnya.

"Syukurlah jika tidak ... bisa-bisanya sampai ambruk begitu, yang ngerjain abal-abal apa gimana," gumam Hudzai tidak habis pikir bagaimana bisa sampai hancur seperti tadi.

Entah karena kualitas kurang baik, atau mungkin terlalu berat sampai terjadi kecelakaan semacam itu, Hudzai tidak begitu paham juga.

Sejenak dia terdiam beberapa saat demi menenangkan dirinya. Teriakan Umi Zalina disertai dengan suara benda yang hancur berantakan seperti tadi benar-benar membuat Hudzai gemetar.

Sama sekali tidak ada kebohongan, membayangkan kemungkinan terburuknya bisa jadi nyawa Alisya terancam.

Beberapa saat keduanya kini sama-sama diam. Alisya yang masih terbawa suasana terus menunduk dan menatap lukanya. Sebagaimana kata orang, bahwa pasti akan ada hikmah dari setiap musibah yang menimpa Hamba-Nya.

Anggap saja perhatian kecil dari Hudzai adalah hikmah dibalik bencana yang hampir membuatnya celaka. Setelah dirasa cukup berdiam diri di kamar, Alisya kembali beranjak dan hal tersebut membuat Hudzai bergerak cepat.

"Mau kemana?" tanya pria itu tatkala sang istri beranjak berdiri.

"Bawah."

"Mau apa?"

"Bantuin Umi beres_"

"Tetap di sini, Om Sean juga tidak akan mungkin membiarkan istrinya menuntaskan masalah itu," tegas Hudzai dan benar-benar Alisya patuhi.

Tidak perlu sampai dua kali Hudzai bicara, Alisya kembali duduk di tepian ranjang walau tidak tahu hendak berbuat apa. Sementara ini, dia hanya diam dan menunggu perintah selanjutnya dari sang suami.

.

.

Sementara yang dinanti perintahnya juga tidak segera bicara. Hudzai kini meraih ponsel di atas nakas dan seperti menghubungi seseorang. Entah siapa, tapi kemungkinan besar seseorang yang cukup penting baginya.

"Hallo, Ray ...."

Dari kejauhan Alisya berusaha mencuri dengar, tapi sedikit pun tidak terdengar. Mungkin karena Hudzai adalah tipe pria yang sangat menjaga privasi, jadi sengaja dia bicara dan hanya bisa didengar olehnya saja.

"Hem, entah sampai kapan ... tapi sepertinya akan lama," ucapnya lagi dan kini melirik ke arah Alisya yang sontak menundukkan pandangan.

Tertangkap basah tengah memantau sang suami, jelas saja Alisya panik setengah mati. Terlebih lagi, tatkala Hudzai justru sengaja mendekatinya dan berpindah posisi tanpa aba-aba.

"Tapi kenapa, Pak?"

"Sesuatu terjadi dan membuatku harus tetap di sini ... entah kapan aku juga tidak bisa menentukan tanggal pastinya karena untuk sekarang aku tidak diizinkan membawanya ke Jakarta."

Begitu lanjut Hudzai sebelum kemudian mengakhiri panggilan teleponnya. Entah benar atau tidak, tapi untuk yang kali ini Alisya bisa menerka inti dari pembicaraan sang suami.

Walau tahu kemana arahnya, bukan berarti Alisya bisa langsung bicara. Jika belum diajak, dia merasa akan tidak sopan nantinya.

"Ehm, Alisya aku ingin bicara."

"Bicara apa, Kak?" tanya Alisya mengerjap pelan tanpa melepaskan sang suami dari pandangan.

Sejenak pria itu menggigit bibir, seolah berat sekali mengutarakan hal ini pada yang bersangkutan.

"Setelah ini, kamu ingin kita menetap di Bandung atau tinggal di Jakarta?" Tanpa basa-basi, Hudzai bertanya langsung pada intinya.

Walau memang Sean sudah memberikan keputusannya sebagai orang tua asuh Alisya, tapi secara pribadi Hudzai ingin mendengar pendapat dari sang istri.

"Terserah Kakak saja, aku ikut," jawab Alisya begitu lembut.

"Ikut?"

"Iya, dimanapun terserah ... Kakak tahu dimana baiknya."

Kembali, sudah dua jawaban Alisya yang menegaskan bahwa keputusan ada di tangan Hudzai sebagai suami. Beberapa saat pria itu memandangi sang istri, seolah berpikir keras dan kemudian menggangguk beberapa kali.

"Baiklah jika begitu, tapi boleh aku minta sesuatu?"

"Apa, Kak?" Alisya mendongak, penasaran apa yang akan sekiranya diminta oleh sang suami andai nanti mereka akan tinggal berdua.

"Sebenarnya tidak terlalu penting, tapi bisakah kamu berhenti memanggilku Kakak begitu, Alisya?"

Sedikit mengejutkan, ternyata pertanyaan Hudzai tidak berkaitan dengan pindah rumah, melainkan panggilan.

"Tapi kenapa?"

Hudzai kembali memijat pangkal hidung, mungkin tak seharusnya dia permasalahkan, tapi dia ingin jujur tentang apa yang dia rasakan. "Aneh saja ... kamu istri, bukan adikku."

.

.

- To Be Continued -

1
Partini Minok Nur Maesa
dasar stres bim
Partini Minok Nur Maesa
haura sama ervano
Tina MardaZulqa
Luar biasa
salmiati❤💚
ya ampun abim.. kalau ada di dunia nyata, tak culik ini anak.. 😅
salmiati❤💚
udh tua juga masih kepo.. 😅
Lusiana Trimurdiati
konyol banget, kocak iya
salmiati❤💚
abim.. sini sini, tak peluk.. 😍
padahal di dunia hayal tapi brasa nyata si Abim nya.. 😄😍
Ipul Pasha
Luar biasa
salmiati❤💚
gemez skli dg abim.. kpn ya kisahnya di rilis.. 😍
waiting for you Abim.. 😀
Endry Doko
Luar biasa
Wiwien
aamiin 🤲🤲
Aisyah Raivan
pas ibunya alisya meninggal juga bingung dhor..katanya galama setelah menikah mninggalnya ttaapi pas alisya dipanti suka dateng..terus masa iya papahnya alisya gatau istrinya hamil apa melahirkan gituh..
Wiwien
bayi besar nya juga butuh perhatian sya 😂😂
Wiwien
sama aja itu mah
Wiwien
ikut nimbrung juga Azka
Wiwien
jangan2 ada kaitannya sama haura nih...
apa mereka putus cinta...
Nana Niez
🤣🤣🤣🤣🤣MasyaAllah othor,, ceritanya selalu bs bikin nano nano,, kadang ngakak, kadang mengandung bawang
Wiwien
😄😄😄🤦🤦🤦
Wiwien
iya mungkin begitu bim 😄😄
Taengo
gkgkgk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!