Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Maxime Keano, bahwa dia akan menikahi seorang gadis yang masih SMA.
"Barang siapa yang bisa menemukan kalungku. Jika orang itu adalah laki-laki, maka aku akan memberikan apapun yang dia inginkan. Tapi jika orang itu adalah perempuan, maka aku akan menikahkan dia dengan cucuku." Ucap sang nenek.
Tak lama kemudian, datang seorang gadis remaja berusia 18 yang yang bernama Rachel. Dia adalah seorang siswi SMA yang magang sebagai OB di perusahaan Keano Group, Rachel berhasil menemukan kalung sang nenek tanpa mengetahui sayembara tersebut.
"Ingat, pernikahan kita hanya sementara. Setelah nenekku benar-benar sehat, kita akan berpisah. Seumur hidup aku tidak pernah bermimpi menikah dengan seorang bocah sepertimu." Maxime Keano.
"Kamu pikir aku ingin menikah dengan pria arogan dan menyebalkan sepertimu? Menikah denganmu seperti musibah untukku." Rachel Calista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Apa... apa kamu melihatnya?" Tanya Maxime kepada Rachel, pria itu sudah berpakaian lengkap. Tapi dia masih belum merasa tenang, sebelum memastikan sesuatu. Dia sangat berharap bahwa Rachel tidak sempat melihatnya, sehingga malam ini dia sangat harap-harap cemas.
Saat ini mereka sedang duduk berdua di sofa dengan jarak sedikit berjauhan. Maxime sangat merasa harga dirinya runtuh jika seandainya Rachel melihat benda pusakanya, karena dia bukan tipe pria yang suka memamerkan burung kepada sembarangan wanita, bahkan dengan Elsa pun belum pernah. Mungkin karena dia teringat dengan pesan Nenek Margaretha bahwa seorang pria sejati tidak boleh merusak masa depan wanita manapun dan harus memiliki rasa malu.
"Ti-tidak." Rachel terpaksa berbohong. Dia sangat malu mengakuinya, padahal dia sudah melihatnya dengan sangat jelas, membuat dia merasa matanya sudah tidak suci lagi.
Maxime menggeser posisi duduknya agar dekat dengan Rachel, "Kamu yakin?"
Rachel menganggukkan kepalanya, "Heu-eum. Tadi aku langsung merem, Om. Lagian apa untungnya buat aku jika melihatnya?"
Maxime sangat merasa lega mendengarnya, dia mengacak-acak rambut Rachel, "Good girl. Memang harus begitu. Kamu masih belum cukup umur untuk melihat keindahan dari laki-laki."
Rachel menepis tangan Maxime yang sedang mengacak-acak rambutnya. Hatinya bertanya-tanya, indah apanya, justru Rachel sangat ngeri melihat benda pusakanya Maxime yang sangat besar dan panjang itu, sehingga membuat Rachel menelan saliva berkali-kali.
"Astaga, apa ukuran pria dewasa sebesar itu?" Hati Rachel bertanya-tanya sambil bergidik ngeri. Mengapa sulit sekali menghapus wujud sosis jumbo itu di dalam pikirannya.
Rachel pun pura-pura menguap, "Huaamm... Aku sangat ngantuk, Om. Aku sudah melaksanakan apa yang Om suruh, aku sudah merapikan kamar ini. Jadi sudah saatnya aku bobo manis."
Setelah berkata seperti itu Rachel segera berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju ranjang big size, tapi dia dibuat terkejut dengan Maxime yang tiba-tiba menghalangi langkahnya.
"Siapa yang mengizinkan kamu tidur di kasurku?" Tanya Maxime. Tentu saja dia tidak pernah berpikir untuk tidur satu ranjang dengan bocah itu.
"Lalu aku harus tidur dimana, Om?" Tanya Rachel dengan nada kesal, karena sebenarnya dia memang sangat merasakan ngantuk.
"Terserah kamu saja kamu mau tidur dimana juga. Asalkan jangan tidur di kasurku." Tegas Maxime.
Rachel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, perkara mau tidur saja harus berdebat dahulu. "Astaga Om, Om kan sudah gede. Masa gak mau ngalah sama anak kecil?"
Maxime menghela nafas, rupanya si bocah itu sangat pintar dalam berbicara. Giliran dalam berdebat seperti ini, Rachel mengakui bahwa dirinya masih kecil. Seolah-olah Rachel menuntut bahwa orang dewasa harus mengalah.
"Rupanya kamu sudah sadar kalau kamu itu masih bocah?" Tanya Maxime berkacak pinggang.
Rachel menganggukkan kepalanya, kemudian dia menjawab perkataan Maxime sambil tersenyum manis dan berpangku tangan. "Aku adalah bocah yang imut, cantik, dan menggemaskan. Makanya om harus hati-hati, jangan sampai jatuh cinta padaku!"
Setelah berkata seperti itu Rachel mengedipkan matanya. Bahkan dia sedikit mengerucutkan bibirnya.
Maxime menelan saliva melihatnya, apakah si bocah itu sedang menggodanya sehingga harus memperlihatkan ekspresi imutnya? Hal tersebut membuat Maxime menjadi salah tingkah.
Maxime pun segera menonyor kepala Rachel, "Jangan bersikap sok manis! Mau kamu bersikap semanis apapun sangat terlihat jelek. Karena malam ini aku lagi baik, aku akan tidur di sofa."
Maxime bergegas menyambar selimut dan bantal. Kemudian dia berjalan menuju sofa. Dia lebih baik mengalah, dari pada terus berbicara dengan Rachel malah membuat kepalanya pusing.
Rachel hanya bisa tertawa kecil sambil memperhatikan Maxime yang sedang tiduran di sofa, lalu dia berkata di dalam hatinya, "Tumben si kuyang mengalah? Apakah mungkin karena aku sudah memperlihatkan ekspresi terimutku?"
Kemudian Rachel menjentikkan jarinya sambil sedikit menganga, mungkin karena tiba-tiba saja sebuah ide muncul di kepala nya. "Apakah aku harus selalu bersikap manis kepada si kuyang agar dia tidak berbuat seenaknya padaku? "
lari sejauh mungkin biar Max frustasi coz kehilangan kamu.
sy yakin sudah ada benih Max yg tertinggal di rahim kamu.
nenek mu maha benar ya maxime