Nisa anak sulung dari lima bersaudara, dipersunting oleh pria bernama Akil, Nisa berharap pernikahannya membawa perubahan pada keluarganya, Setelah sah sebagai suami istri, Akil memboyong Istrinya (Nisa) kerumah orangtuanya. Di pondok Mertua Nisa banyak menghadapi problem rumah tangga, kesabarannya runtuh setelah 11 tahun berumah tangga, bahkan Ia merasa rumah tangganya belum terbentuk. Hingga suatu ketika Nisa memutuskan untuk mengalah dan kembali ke rumah orangtuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmadaniah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Suara hujan yang deras masih terdengar di luar rumah, menciptakan irama yang menenangkan di malam itu. Namun, tiba-tiba suara motor terdengar dari halaman, memecah suasana tenang. Tak lama kemudian, suara riuh anak-anak terdengar, membawa kehangatan yang mencairkan suasana.
Nisa mengangkat kepalanya, sedikit penasaran. Akil tersenyum tipis, seolah sudah tahu siapa yang baru saja tiba. Mereka berdua melangkah ke ruang tamu, di mana ibu mertua mereka sudah menyambut seorang wanita dengan pakaian yang basah kuyup. Di belakangnya, dua anak kecil yang juga basah terlihat bersemangat meskipun hujan masih mengguyur.
“Ya ampun, Sahrah, kenapa nekat hujan-hujanan malam begini?” Ibu mertua Nisa bertanya dengan nada setengah khawatir, setengah menggoda.
Sahrah, kakak tertua Akil, tertawa kecil sambil mengibaskan ujung jilbabnya yang basah. “Ah, Bu, saya dan anak-anak sudah tidak sabar ingin bertemu dengan anggota baru di rumah ini,” ujarnya sambil melirik ke arah Nisa, tersenyum hangat.
Nisa membalas senyuman Sahrah, merasa sedikit gugup namun tersentuh oleh kehangatan sambutan ini.
“Apa tidak lebih baik besok saja, Nak? Lihat, kau dan anak-anak sampai basah kuyup,” ujar ibu mertua, namun dengan nada penuh sayang. Tampak jelas betapa ia merindukan anak sulungnya itu.
Sahrah mengangguk kecil. “Iya, Bu. Tapi perjalanan dari rumah cukup jauh, hampir lima puluh menit. Jadi tadi kupikir, sekalian saja langsung ke sini.” Ia mengusap kepala anak-anaknya yang masih menggigil sedikit karena basah. “Anak-anak juga sudah tak sabar ingin ketemu Tante Nisa,” katanya sambil tersenyum ke arah Nisa lagi.
Nisa membalas tatapan Sahrah dengan senyum lembut, merasa terharu melihat sambutan hangat dari keluarga baru ini. Anak-anak Sahrah segera mendekat dan menyapa Nisa dengan malu-malu, namun wajah mereka penuh keingintahuan dan kegembiraan.
Ibu mertua pun segera membawa handuk dan menyuruh mereka mengeringkan diri, sementara Nisa membantu menyuguhkan minuman hangat. Suasana rumah itu kini dipenuhi tawa dan percakapan hangat, membuat Nisa merasa benar-benar diterima sebagai bagian dari keluarga ini, meskipun ia baru saja tiba.
___
Di dalam kamar yang sederhana itu, Nisa sibuk membenahi beberapa buku yang tampak berserakan di meja, serta pakaian yang tidak tersusun rapi di kursi. Setiap lipatan pakaian dan tumpukan buku ia atur dengan rapi, merasa nyaman dalam kegiatan itu. Dalam hatinya, Nisa berpikir, Mas Akil memang butuh pendamping, seseorang yang bisa menjaga kerapihan dan membantu mengurus segala keperluannya.
Sementara Nisa terus merapikan kamar, Akil diam-diam mendekat dari belakang. Dengan senyum lembut, ia mengusap kepala Nisa yang masih mengenakan kerudung, membelai dengan penuh sayang. Akil menatapnya dengan pandangan yang hangat, seolah memberi isyarat agar Nisa membuka kerudungnya untuk lebih santai.
Namun, Nisa menepis perlahan tangan suaminya sambil berbisik, “Mas… pintunya masih terbuka.” Matanya melirik ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka, seakan mengingatkan bahwa mereka belum sepenuhnya sendiri.
Akil tertawa kecil dan mengangguk, mengerti dengan isyarat Nisa. “Baiklah, Sayangg. Maaf,” ujarnya sambil tersenyum penuh kasih, melangkah ke pintu untuk menutupnya.
Dengan langkah pelan, Akil kemudian kembali ke samping Nisa, membantu mengatur beberapa barang yang masih berantakan. Mereka bekerja bersama dalam keheningan yang nyaman, berbagi kehangatan yang tidak butuh banyak kata-kata.
Akil semakin mendekat ke arah Nisa,
Membuat jarak diantara mereka hampir tiada. Dengan lembut ia berbisik manja "lepas saja kerudungnya, sayang. Kalau tidak,aku sendiri yang akan membukanya." ujarnya , setengah menggoda.
Nisa menunduk, wajahnya memerah karena malu. Namun dibalik rasa canggungnya ,ada kehangatan yang perlahan-lahan mengisi hatinya. Akhirnya Nisa mengangguk pelan, membiarkan Akil melakukan yang ia inginkan.
Dengan gerakan yang lembut, Akil mulai membuka kerudung Nisa, perlahan menyingkapkan rambut hitamnya yang lurus dan panjang. Mata Akil berbinar ketika melihat keindahan rambut istrinya.
"Nisa..."ucapnya dengan nada rendah penuh kekaguman, jari-jarinya perlahan menyentuh helaian rambut istrinya. Sentuhan lembut itu membuat Nisa menundukkan wajah ,merasa begitu tersipu malu, namun ia merasa aman dan tenang berada di dekat suaminya
.