Aku menganggap mereka sebagai keluarga, mengorbankan seluruh hidup ku dan berusaha menjadi manusia yang mereka sukai, namun siapa sangka diam diam mereka menusukku dari belakang. Menjadikan ku sebagai alat untuk merebut kekuasaan.
Ini tentang balas dendam manusia yang tak pernah dianggap keberadaan nya. Membalaskan rasa sakit yang sebelumnya tak pernah dilihat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laxiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anting
Dalam setiap kehidupan kita selalu dihadapkan dengan pilihan. Entah pilihan yang sulit atau gampang.
Raina saat ini tengah menelepon seseorang, seseorang yang harusnya saat ini menjadi orang yang paling dipercaya olehnya. Namun itu semua hanya angan, toh Rania juga tidak mengharapkannya.
"Bisa bertemu sekarang?" Tanya Rania pada seseorang disebrang telepon.
Orang yang berada di telepon terdiam sejenak. Arya, dia masih sedikit kaget saat Rania meminta bertemu. "Bisa." Akhirnya Arya menyanggupinya.
"Kalau gitu bisa jemput sekarang, saya berada dikantor."
"Baik, tunggu saya akan menjemput mu."
Rania menutup telepon, jarak kantornya dan kantor Arya tidak terlalu jauh. Jika tidak terkena macet lima belas menit pasti sudah sampai.
Arya buru buru menuju parkiran, ia segera membersihkan dalam mobilnya yang nampak berantakan bekas semalam. Jangan sampai ada kecurigaan terhadap nya, dia tidak ingin mengacaukan pernikahan yang telah direncanakan.
Danu yang usai menemui klien tak sengaja bertemu dengan Rania yang tengah berdiri dipinggir jalan, sepertinya gadis itu sedang menunggu.
Niat hati ingin memberi tumpangan, tapi malah didahului oleh mobil yang ada didepannya, Rania masuk kedalam mobil tersebut dan pergi dari sana.
Danu dengan segala rasa ketertarikannya mengikuti mobil tersebut. Dia melihat mobil itu menuju salah satu pusat perbelanjaan.
Saat mobil sudah berhenti, Arya keluar, dia tidak membukanya pintu untuk Rania seperti dirinya membukakan pintu untuk Diana. Rania tidak pernah mengharapkan nya namun sikap pria itu kentara sekali.
Hari itu Rania akan berakting menjadi calon istri yang baik, dia tersenyum pada Arya lalu menggandeng pria itu masuk pada pusat pembelanjaan.
Danu yang melihat Rania menggandeng laki laki tentu saja semakin dibuat penasaran. Ia penasaran siapa laki laki tersebut, apakah itu kekasihnya.
Arya yang mendapatkan perlakuan tersebut tentu saja sedikit kikuk, selama ini Rania selalu bersikap acuh padanya bahkan terkesan dingin. Selama persiapan pernikahan saja, Diana yang lebih sering mengurusnya.
"Ada apa, tumben mengajak bertemu?" Tanya Arya.
"Kita sebentar lagi akan menjadi sepasang suami istri, apakah saya salah mengajak bertemu calon suami saya?"
"Tidak, cuman saya hanya sedikit heran saja, tidak biasanya kamu seperti ini."
"Memang nya saya seperti apa?" Tanya Rania, dia ingin tahu bagaimana penilaian Arya terhadap nya.
"Kamu terlalu dingin dan acuh. Berbeda dengan adikmu yang ceria juga perhatian."
"Kamu lebih suka yang mana?"
Arya terdiam sejenak, memikirkan kata kata yang akan ia keluarkan. "Semua orang pasti lebih menyukai perempuan yang ceria dan perhatian, termasuk saya. Tapi kamu jangan berkecil hari, saya akan menerima semua kekurangan mu."
Rania menggagukkan kepalanya pelan, "Apakah saya harus mengubah kepribadian saya, takutnya setelah menikah nanti kamu menjadi tidak nyaman."
"Tidak usah, kamu cukup menjadi diri sendiri saja. Saya akan menerima dengan lapang dada bagaimanapun nanti sikapmu."
"Kamu memang calon suami yang baik, saya jadi berhutang budi pada Diana."
"Kalau kamu merasa berhutang budi, tolong perlakuan Diana dengan baik. Dia sangat sayang padamu, tapi kamu malah memperlakukan nya seperti itu."
"Memang saya memperlakukan Diana seperti apa?"
"Waktu itu Diana pernah menangis saat menelepon saya, katanya kamu kasar kepadanya."
"Waktu itu kami memang sedang bertengkar, itu hal lumrah yang sering terjadi pada saudara."
"Walau bagaimanapun kamu tetap kakak nya, jadi harus tetap mengalah dan menjaganya."
Sebenarnya Rania sudah muak berbicara dengan Arya, bisa bisanya pria tersebut terus saja membela adiknya didepan calon istrinya. Benar benar sudah cinta buta, tenang saja Rania akan berbaik hati dan akan memastikan bahwa pasangan itu akan bersatu bagaimana pun caranya.
"Arya, kamu masuk duluan saja. Dompet saya sepertinya tertinggal didalam mobil."
Arya kemudian memberikan kunci mobilnya, tanpa berniat untuk menemani Rania. Dia melanjutkan langkahnya, tanpa peduli apa yang akan Rania lakukan.
Rania segera berbalik, ia tersenyum kecil melihat kunci mobil yang ada ditangannya. Dia segera menuju parkiran, membuka mobil Arya dan mengambil memori yang ada pada kamera dashboard.
Gerak gerik Rania tidak luput dari pandangan Danu, entah apa yang gadis itu lakukan tapi terlihat dari wajahnya dia cukup senang.
"Rania" Panggil Danu.
Rania yang merasa namanya disebut langsung mencari sumber suara. "Danu." Gumamnya ketika tahu siapa yang memanggil namanya.
Danu segera menghampiri Rania, "Sendirian?" Tanya Danu, pura pura tidak tahu.
Rania menggelengkan kepalanya, "Berdua"
"Sama siapa?"
Rania terdiam sejenak, jika ia mengatakan bersama teman, Arya bukanlah temannya. "Orang." Jawaban akhir Rania.
Danu nampak kecewa, dia tahu gadis itu datang bersama orang, namun tidak bisakah dia memberikan spesifikasi yang jelas. Jika dia bertanya kembali maka itu akan sedikit tidak sopan, mengingat hubungan mereka tidak sedekat itu untuk saling berbagi penjelasan.
"Kalau anda sendiri?" Tanya Rania.
"Saya seorang diri, kebetulan hendak menemui klien." Bohong Danu.
"Kalau gitu mari" Ajak Rania, keduanya berjalan bersama masuk kedalam pusat pembelanjaan.
Arya yang melihat Rania datang bersama seorang pria langsung menghampirinya.
"Ini Danu, kolega bisnis saya." Ucap Rania memperkenalkan Danu pada Arya.
Arya menjulurkan tangannya, yang disambut baik oleh Danu. "Arya, calon suami Rania."
Danu tertegun sesaat, ternyata gadis itu sudah memiliki seseorang disisinya. Pantas saja selama ini Rania nampak selalu mengambil jarak darinya.
"Kita akan menikah tiga hari lagi, jika Tuan Danu memiliki waktu luang, anda bisa datang pada pernikahan kami." Undang Arya pada Danu.
"Saya pasti akan datang." Ucap Danu sambil tersenyum. Kemudian dia berpamitan pada kedua manusia itu.
Danu pergi dengan membawa perasaan yang kecewa, padahal niat hati ingin mendekati pujaan hati, malah tertampar fakta yang membuatnya harus menyerah.
"Ini punya siapa?" Rania menunjukkan sebelah anting yang ia temukan didalam mobil Arya.
Wajah Arya nampak terkejut, ia segera mengambil anting itu dari tangan Rania. "Ini kayaknya punya Diana, waktu itu aku mengantarkannya pulang setelah membeli barang seserahan, pasti tertinggal saat itu."
"Owh, kamu memang belum bertemu Diana lagi setelah membeli barang seserahan."
"Iyah, kami terakhir kali bertemu saat itu."
Sebenarnya Rania ingin tertawa melihat wajah Arya yang nampak panik, laki laki itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kebohongan nya.
Biarlah dia berbohong, Rania ingin melihat sampai mana pria itu melakukan kebohongan nya. Melihat wajahnya yang panik menjadi hiburan tersendiri bagi Rania.
Rania masuk kedalam salah satu toko, dia melihat dasi berwarna merah tua. Entah kenapa akhir akhir ini Rania menyukai warna tersebut.
Rania memanggil Arya, kemudian gadis itu mencoba memakai kan dasi pada calon suaminya.
Arya sedikit tertegun saat melihat wajah Rania dari dekat. Gadis itu tidak kalah cantik dengan Diana. Bulu mata yang lentik alami, hidung dan mulutnya kecil tapi matanya besar yang memiliki manik cantik seperti boneka.
"Setelah menikah kamu pasti akan puas memandangi wajah saya."
BERSAMBUNG......