Sekuel off 'Pesona Mama Mertua Muda'
Wajib baca season satu duluan ya ≧∇
"Duniaku ikut mati tanpamu."
Kehidupan Javas hancur saat wanita yang paling dicintainya meninggal. Ia mencoba melarikan diri, menyingkir dari tempat yang menenggelamkan banyak jejak kenangan tentang wanita itu.
Namun, ia tak bertahan lama, Isvara selalu tinggal di kepalanya, sehingga pria itu memutuskan kembali.
Hanya saja, apa jadinya jika Isvara yang mereka pikir telah meninggal—justru masih hidup? Bisakah Javas menggapai dan melanjutkan hidupnya bersama wanita itu lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12 | Menggoda Isvara
Kali ini Isvara juga membalas pelukan Chilla, ia merasa Chilla memang benar-benat senang dirinya masih hidup bukan sebuah kepura-puraan semata.
"Aku senang bisa ketemu lagi, karena aku juga sangat rindu sama kamu, Chilla. Tapi kamu harus janji jangan kasih tau siapapun tentang aku yang masih hidup, aku sangat minta tolong sama kamu, Chilla."
Chilla tersenyum. "Kalau Kak Isvara emang nggak mau ada yang tahu kalau Kak Isvara masih hidup, aku nggak akan bilang ke siapapun. Aku janji. Tapi bolehkah aku tau apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Kak Isvara. Kenapa sampai memutuskan untuk pura-pura meninggal dan bersembunyi dari semua orang, aku rasa Kak Isvara nggak akan lakuin ini semua kalau nggak ada alasannya."
Isvara langsung menceritakan semuanya pada Chilla tanpa ada yang ia tutupi, termasuk pernikahan pura-puranya dengan Javas dan tidak lupa dendam Tiana yang belum lama Isvara ketahui dari Dion.
Dion saat itu berada di rumah sakit, menyaksikan apa yang Tiana katakan pada Rieta. Tidak lupa memvideokan, agar nanti setelah sahabatnya sadar bisa melihat videonya.
Isvara merasa Chilla bisa dipercaya, jadi ia berani menceritakan semuanya pada gadis itu.
"Kamu 'kan udah tau semuanya, bahwa aku ini nggak benar-benar jadi Mama tiri kamu. Jadi panggil aku nama aja, kita seumuran kok, Chil," titah Isvara. Chilla menolaknya dengan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kamu nggak mau?"
"Udah kebiasaan aku manggil kamu pake Kak, dari pada kamu aku panggil Mama atau Bunda kayak Sheva panggil kamu. Lebih baik kamu aku panggil pake Kak," jawab Chilla dengan santai.
"Yaudahlah terserah kamu aja, senyamannya kamu," ujar Isvara pasrah.
Chilla menggenggam tangan Isvara. "Aku minta maaf ya, udah sempat benci kamu karena anggap kamu pelakor yang hadir di rumah tangga orang tuaku. Apalagi aku juga sempat bilang kamu wanita murahan, sumpah aku sekarang nyesel banget. Setelah aku kenal kamu lebih jauh, kamu nggak seperti apa yang aku bayangkan. Dan jika pernikahan kamu dan Papa benar-benar terjadi, aku akan berusaha ikhlas. Karena aku sadar, Papa dan Mamaku selama ini memang bersama tetapi keduanya nggak merasa bahagia," ujarnya menyesal.
"Udahlah, ngapain juga pake bahas masa lalu segala. Semua yang udah terjadi ya biarkan aja, lagi pula aku nggak pernah anggap semua kata-kata buruk yang keluar dari mulut kamu. Aku nggak nyalahin kamu juga, bahkan aku bisa lebih parah jika aku berada diposisi kamu. Menikah beneran sama Papa kamu, yang bener aja, Chill. Aku nggak maulah jadi pelakor, kamu jangan lupa ya Papa kamu itu juga udah tua. Kalau cari suami aku bakal cari yang nggak terlalu tua juga kali. Masalah Papa dan Mama kamu, aku nggak bisa ikut campur. Karena aku juga nggak tau apa yang terjadi sebenarnya diantara mereka, kamu pun juga pasti nggak tau. Jadi biarkan saja."
Chilla seakan tidak terima Papanya dibilang tua, walau itu memang kenyataannya. Tapi Papanya belum kepala 4 jadi ya belum setua itu, bisa dibilang dewasa. "Hey Papaku emang udah tua, tapi masih ganteng dong. Masih pantes kalau disandingkan sama kamu mah, Kak."
"Iyain. Biar kamu senang." Isvara tiba-tiba terbayang wajah tampan Javas, hingga membuatnya senyum-senyum sendiri. Namun, hal itu tidak lama. Karena dikagetkan oleh Chilla, gadis seketika langsung tersadar.
"Hayo abis ngelamun apa sampai senyum-senyum gitu. Jangan bilang habis ngelamunin wajah ganteng Papaku ya," ledek Chilla sengaja.
"Apaan sih, enggak ya." Isvara tentu saja langsung mengelaknya.
"Kak Kinan. Gitu 'kan sekarang aku harus manggilnya?" Isvara mengangguk, ia takut teman-teman Chilla ikut memanggilnya Isvara jika mendengar Chilla memanggilnya dengan menggunakan nama itu.
"Aku boleh tanya serius nggak?" Isvara menghela napas, entah kenapa ia yakin pertanyaan Chilla kali ini bisa membuatnya malas menjawab. Namun, ia tentu tidak tega jika tidak membiarkannya bertanya serius.
"Tanya aja, dari tadi kamu juga udah banyak tanya, Chilla. Aku juga selalu kasih jawaban buat kamu," jawab Isvara malas.
"Kamu 'kan pura-pura nikah sama Papa Javas? Kamu juga tinggal di satu kamar, apa kamu nggak ada gitu perasaan lebih buat Papa. Orang bilang cinta datang karena terbiasa, apa itu juga berlaku ke kamu dan Papa?"
Nah, kan benar dugaan Isvara. Pertanyaan Chilla benar-benar membuatnya malas menjawab. Tapi Chilla tidak tinggal diam, ia malah menggoyang-goyangkan tubuh Isvara agar gadis itu mau menjawab pertanyaannya.
"Kamu serius tanya kayak gini ke aku, Chill? Om Javas itu Papa kamu loh? Kamu sengaja mau godain aku 'kan?" Chilla tidak menolak tuduhan Isvara, karena ia memang suka sekali menggoda Isvara yang kemungkinan akan menjadi Mama tirinya. Itu jika memang berjodoh dengan sang Papa, karena takdir tidak ada yang tahu.
"Alah sekarang aja panggilnya, Om. Biasanya juga Mas Javas gitu, apalagi kedengarannya mesra banget lagi," goda Chilla sengaja. Isvara yang tidak suka digoda oleh Chilla langsung cemberut.
"Jawab dong, Kak. Pertanyaanku," paksanya.
"Kalau kamu mau tau jawabannya, jawabannya nggak ada. Aku nggak ada perasaan sama sekali sama beliau, aku hanya menghormati beliau begitu juga sebaliknya," jawab Isvara cepat, tetapi di dalam hati gadis itu seperti menyangkal jawabannya.
Chilla tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi kesal Isvara, entah kenapa ia yakin baik Isvara dan Papanya mempunyai perasaan lebih. Apalagi Chilla tahu sehancur apa sang Papa ketika Isvara ditanyakan meninggal dunia.
Jika tidak dirinya sudah berjanji pada Isvara, jelas tanpa pikir panjang Chilla langsung memberitahukan Papanya. Tapi janji tetaplah janji, Chilla juga bukan orang yang biasa mengingkari janjinya.
Tidak lama kemudian, Indah muncul dengan menggendong Sheva yang tengah menangis. Isvara langsung bangkit untuk menggendong bayinya yang kini sudah berusia 5 bulan, begitu berada di gendongan Isvara bayi itu langsung diam. Melihat hal itu Chilla jelas menjadi takjub sekali.
"Saya tadi sudah mencoba menangkan Sheva, Kinan. Tapi kayaknya Sheva kangen sama kamu, jadi maunya di gendong kamu," ujar Indah memberitahu majikannya.
"Iya, nggak papa, Mbak Indah. Saya juga sudah terlalu lama bicara sama Chilla, jadi Sheva nyariin saya deh." Isvara mengajak Chilla pindah bicara di ruang tamu saja, toh untuk masalah rahasianya sudah dibicarakan tadi.
Indah mengekori Isvara dan Chilla dari belakang, tadi Isvara juga menjelaskan sedikit bahwa ia mengenal Chilla. Namun, tidak menjelaskan semuanya dengan gamblang soal Chilla yang merupakan anak dari suami pura-puranya dulu. Sandiwara pernikahannya dengan Javas memang belum benar-benar diakhiri, jadi Isvara tidak menyebut Javas adalah mantan suami pura-puranya.
Mereka sampai juga di ruang tamu, Chilla mencubit pipi gembul gemas milik Sheva. "Maafin, Kakak ya, Sheva sayang. Karena Kak Chilla ngobrol sama Bunda kamu, kamu sampai nangis karena kangen pengen di gendong sama Bunda kamu."