Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAGANG
Hari ini Luein akan mulai magang di Maxwell's company. Perusahan manifaktur yang menjalankan segala bisnis. Dari property, tambang dan transportasi juga bidang bangunan seperti mall dan juga apartemen.
Luein cukup kagum dengan kehebatan perusahaan ini. Baru dua tahun berdiri tapi sudah menduduki peringkat empat besar di kota A. Luein memakai seragam ala pemagang. Kemeja putih dan celana bahan hitam serta sepatu kets warna senada dengan celananya.
Ia akan menghadap CEO hari ini bersama empat mahasiswa lainnya. Gadis itu sudah sampai satu jam sebelum waktunya. Luein memarkirkan mobilnya di halaman parkir perusahaan.
"Halo, selamat pagi. Saya, Lueina Elizabeth Philips peserta magang dari universitas Xx," sahut Luein menyapa dan langsung mengatakan diri dan tujuannya.
"Oh, bisa lihat surat penugasannya? Masalahnya itu syarat yang harus diberikan," pinta resepsionis sedikit menilai Luein.
Luein memberikan kertas pengantar dari kampus jika ia memang adalah peserta magang. Setelah yakin, resepsionis wanita itu menyuruhnya menunggu di kursi lobby.
"Silahkan tunggu, di sana. Kamu datang terlalu cepat!"
Luein pun berjalan menuju kursi di lobby. Sambil menunggu ia membaca artikel tentang perusahaan di mana ia magang. Tiba-tiba.
"Luein!" gadis itu menolah.
"Diana!" serunya tertahan.
Mereka saling menghampiri lalu keduanya lalu saling berpelukan.
"Sebentar, aku melapor dulu, ya," ujar Diana mengurai pelukannya.
Luein mengangguk dan melepaskan pelukannya. Ia tak tahu bagaimana bisa sahabatnya ada di sini.
"Bukan kah kau mestinya di perusahaan ayahku?" tanya Luein setelah Diana melaporkan dirinya.
"Aku tidak tahu. Tapi, kemarin sore setelah di rumah, aku ditelepon pihak kampus dan perusahaan jika aku diletakkan magang di perusahaan sama denganmu," jelas Diana.
"Ah, aku tak peduli itu. Yang penting, kau ada bersamaku," sahut Luein dengan penuh haru.
Diana mengangguk lalu keduanya kembali berpelukan. Kini, mereka tengah berdiskusi tentang perusahaan tempat mereka magang. Tak lama tiga orang lainnya baru datang lima menit sebelum perkenalan. Bahkan salah satunya nyaris saja terlambat jika Luein dan lainnya tak menahan pintu lift.
"Tunggu!" teriaknya sambil terengah-engah.
Gadis itu pun masuk ke lift dengan napas memburu. Bajunya sedikit berantakan. Ia pun merapikannya. Gadis itu belum sadar jika ada satu pria yang menatapnya dengan tatapan malas.
"Baru mau mulai kok sudah hampir terlambat," protesnya.
Gadis itu menoleh siapa yang mengocehinya. Seorang pria dengan setelan jas warna krem dan celana kulot warna hitam. Rambut klimis dan disisir rapi kebelakang. Ada tompel kecil di dekat hidung pria itu. Gloria langsung sinis.
"Berkacalah sebelum kau memprotesku," sahutnya nyinyir.
Gloria menatap dua wanita yang selalu menjadi rivalnya atau bisa dibilang dialah yang menjadi rival Luein dan Diana.
"Kenapa aku selalu bertemu orang miskin seperti kalian!" gerutunya kesal menghina.
Diana ingin menimpalinya tetapi langsung ditahan oleh Luein. Diana pun menurut. Ia tak mau menghabiskan tenaganya untuk sesuatu tak jelas di hari pertamanya magang.
Lift sampai pada tujuannya. Yakni lantai dua puluh tujuh. Mereka langsung berhadapan dengan pintu besar dengan dua kursi dan meja juga laptop di sana.
"Bersikaplah sopan!' sahut pria bertompel tadi.
Pria itu lebih dulu keluar dan menahan pintu lift sampai kelima pemagang semuanya keluar. Pria itu mengetuk pintu besar di depannya.
"Masuk!" sebuah suara terdengar dari dalam.
Pria itu pun membuka pintu dan masuk terlebih dahulu. Tak lama pintu itu terbuka lebar. Dengan langkah anggun Gloria masuk terlebih dahulu disusul oleh yang lainnya. Mereka berdiri berjejer.
Ada tiga sosok pria di sana. Pria yang mengantar mereka tadi dan dua lagi. Sosok dengan aura arogansi yang kuat duduk di kursi kebesarannya. Jantung semuanya berdegup kencang. Bahkan mereka bernapas dengan sangat pelan.
"Diana Lambert, Gloria Northan Ageele, Lueina Elizabeth Philips, Hugo Edgar Mortego, Brandon Coveride!" pria di kursi menyebut nama mereka masing-masing.
"Yang mana saja nama ini?" tanyanya kemudian lalu menatap datar kelima orang peserta magang.
"Saya, Brandon Coveride!" ujar Brandon memperkenalkan diri.
"Saya Diana Lambert," susul Diana.
"Saya ...."
"Aku Gloria Northan Ageele!" sahut Gloria memotong Luein.
Luein menatap Hugo. Hugo menyuruhnya lebih dulu.
"Saya, Lueina Elizabeth Philips."
"Saya Hugo Edgar Mortego!"
Dari semua pemagang hanya Diana, Luein dan Hugo yang memakai baju sederhana tanpa branded. Memang semuanya memakai baju sama. Kemeja putih dan bawahan hitam.
Tetapi kemeja ketat dengan motif pita di dada yang dikenakan Gloria adalah dari perancang dunia. Begitu juga Brandon.
"Lueina, kau magang sebagai sekretaris pribadiku!" sahut pria itu dengan suara bass-nya.
"Siap, Tuan!" sahut Luein tegas.
"Diana, kau menjadi asisten keduaku, membantu Victor Ignatius Dambaldore!" sahutnya lagi.
"Siap laksanakan!" sahut Diana.
"Yang lainnya. Kalian ikut Tuan Dereck Thompson!" titahnya.
Gloria baru saja ingin protes. Ia tidak mau dirinya hanya magang sebagai karyawan atau staff biasa. Posisi Luein lebih pantas untuknya.
"Jika ada yang ingin protes silahkan keluar dari perusahan ini!" tukasnya kuat.
Gloria diam. Ayahnya sudah memperingatinya keras agar lulus dengan baik dan tak mencari masalah. Keuangan Ageele sedang goyah. Ibunya ketahuan berhutang judi ratusan juta dolar. Ia harus menahan semua ego dan kesombongannya kali ini saja.
"Daddy ingin kau lulus tahun ini. Keluarga Rothordem ingin calon menantunya seorang sarjana!" pinta Tuan Ageele.
"Aku sudah punya Leo, aku tak mungkin menikah dengan pria lain!" sentak Gloria tak terima.
"Well, jika itu keputusanmu. Daddy akan cabut semua fasilitas mu dan ku kembalikan kau di bawah asuhan Nenek mu!" ancam Ageele.
Gloria sangat tahu siapa neneknya itu. Ibu dari ayahnya, Deborah Volmore. Dan ia tidak mau jika bersama neneknya yang super kolot itu. Gadis itu pun menuruti ayahnya.
'Ini semua gara-gara Mommy!' runtuknya kesal dalam hati.
"Ayo, kenapa kau melamun!" sentak Dereck membuyarkan lamunan Gloria.
Ketiganya mengikuti dengan patuh pria yang ternyata menjabat sebagai manager HRD itu.
"Victor, berikan berkas pekerjaan mereka. Keduanya harus mengerti dalam sepuluh menit!' titahnya kemudian.
Victor membungkuk dan mengambil berkas dan memberikannya pada Luein dan Diana. Kedua gadis itu langsung mengambilnya.
"Duduk di sana dan pelajari!" titah Victor.
Diana dan Luein mencari kursi yang dikatakan pria itu. Di sana ada sofa. Keduanya pun berjalan menuju sofa dan membaca berkas kerja mereka. Diana mencatat poin-poin penting bahkan memfotonya agar lebih cepat. Sedangkan Luein merekam dengan kameranya semua tulisan yang ada.
Semua gerak-gerik mereka tak luput dari dua pasang mata yang mengamati keduanya. Adriano Maxwell Junior, pria berusia dua puluh tujuh tahun. Bermata amber, dengan tatapan tajam dan dingin. Dihiasai sepasang alis tebal laksana kepakan sayap elang. Rahang kokoh, hidung mancung dengan bibir tipis. Rambut tebal ikal kemerahan. Dengan postur tubuh kekar dan berotot tinggi 188cm dengan bobot 80kg. Pria itu memperhatikan netra beriris abu-abu milik gadis mungil.
Adrian Maxwell adalah pria dengan sejuta pesona yang luar biasa. Banyak wanita dengan suka rela tidur tanpa busana dengan pria itu. Adrian termasuk pria pemilih. Tidak sembarang gadis atau wanita yang bisa satu selimut tanpa busana bersamanya.
Sedangkan Victor Ignatius Dambaldore tak jauh beda dengan atasannya. Pria itu dijuluki the second man di perusahaan Maxwell. Sosok dengan tinggi 187cm dengan bobot 78kg. Beriris hitam pekat dengan sorot mata tajam, dihiasi alis menukik indah. Pria itu menatap netra coklat terang milik Diana.
"Je le veux vraiment, Vic !'' (aku sangat menginginkannya, Vic!) bisik Adrian dalam bahasa Prancis.
"Lequel? Parce que je veux Diana!" (yang mana? Karena aku menginginkan Diana!) tukas Victor berbisik.
"Lueina Elizabeth Philips!" bisiknya.
bersambung.
ah cari perkara dua cowo ini.
next?