Riri, gadis polos nan baik hati, selalu mendapatkan penderitaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehangatan keluarganya sirna, orang tua yang tak peduli, dan perlakuan buruk dari lingkungan membuat kepercayaan dirinya runtuh. Di tengah kebaikannya yang tak pernah lekang, Riri harus berjuang melawan luka batin yang mendalam, merangkak dari kehancuran yang disebabkan oleh mereka yang seharusnya melindunginya. Akankah Riri mampu bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harapannya? Atau akankah ia selamanya terjebak dalam kegelapan yang menyelimuti hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Fox_wdyrskwt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
༺ ༻ BAB 13 ༺ ༻
...✧༺♥༻✧...
RiRi menatap kaligrafi Asmaul Husna kreasinya. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Ia bangga dengan hasil karyanya. Namun, sebuah keraguan menghantui pikirannya.
"Hmm… Ini bagus, tapi apakah karyaku ini akan dihina lagi sama mereka? Ah, sudahlah, aku kumpulkan saja."
RiRi memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu terlalu lama. Ia menghampiri meja pengumpulan tugas. Namun, matanya tertarik pada Azka, teman sekelasnya yang memiliki kekurangan pendengaran.
Azka adalah siswa yang pintar dan pendiam. Ia jarang berbicara karena kekurangannya. Namun, RiRi tahu bahwa Azka juga pandai dalam bidang seni.
RiRi mendekati Azka dengan hati-hati. Ia menunjukkan kaligrafinya kepada Azka. "Bang Azka, itu bagus gambarnya," kata RiRi sambil menunjuk pada kaligrafi kreasinya.
Ia ingin mendapatkan pendapat Azka tentang karyanya. Ia menghargai pendapat Azka karena ia tahu Azka memiliki penilaian seni yang baik.
Azka melihat kaligrafi RiRi dengan seksama. Ia mengerutkan keningnya sejenak, kemudian tersenyum kecil. Ia menunjuk-nunjuk beberapa bagian dari kaligrafi itu dengan jari telunjuknya. RiRi mengetahui bahwa Azka sedang memberikan pujian melalui bahasa isyarat yang dipahaminya.
Azka kemudian menulis sesuatu di selembar kertas kecil yang dibawanya. Ia memberikan kertas itu kepada RiRi. Di kertas itu, Azka menulis pujian untuk kaligrafi RiRi. Ia mengatakan bahwa kaligrafi itu sangat indah dan kreatif. Ia juga mengatakan bahwa RiRi memiliki bakat yang besar dalam seni kaligrafi.
RiRi sangat senang mendapatkan pujian dari Azka. Ia merasa bahwa pujian Azka lebih berarti daripada pujian orang lain. Karena ia tahu bahwa Azka adalah orang yang jujur dan tidak akan memberikan pujian tanpa alasan.
RiRi dan Azka kemudian berbicara tentang seni kaligrafi. Mereka bertukar pendapat dan ide tentang desain dan teknik kaligrafi. RiRi merasa nyaman berbicara dengan Azka. Ia merasa bahwa Azka adalah teman yang baik. Ia juga merasa bahwa Azka mengerti dan menghargai karya seninya.
Karena RiRi dulu suka menyendiri dan fokus pada dunianya sendiri, ia tidak terlalu memperhatikan lingkungan kelasnya. Ia bahkan tidak menyadari adanya Riani, anak baru di kelas 9, yang ternyata juga memiliki bakat menggambar yang luar biasa. Riani duduk sebangku dengan RiRi, namun RiRi tidak pernah memperhatikannya.
Kesedihan dan sakit hati yang dialami RiRi membuatnya terlalu pendiam dan tidak memperhatikan teman-temannya. Ia menutup diri dari lingkungan sekitarnya.
Dalam gambaran itu, hanya wajah Azka yang tampak jelas, sedangkan wajah teman-teman lainnya tertutupi oleh tanda sensor. Ini menunjukkan bahwa RiRi hanya memperhatikan Azka, sedangkan teman-teman lainnya ia abaikan. Ia terlalu terpuruk dalam dunianya sendiri.
RiRi menunduk dalam kesedihannya. Ia menyesali kesendiriannya dan menyesali bahwa ia tidak pernah memperhatikan teman-teman sekelasnya. Ia merasa bersalah karena telah mengabaikan Riani dan teman-teman lainnya. Ia berharap bisa memperbaiki kesalahannya dan membangun hubungan yang lebih baik dengan teman-temannya.
Walaupun RiRi berusaha untuk bergaul dengan teman-teman sekelasnya, ia tahu itu sangat mustahil. Luka di hatinya masih terasa. Kenangan tentang perundungan dan pengucilan masih menghantuinya. Ia merasa teman-temannya tidak mungkin ingin bergaul dengannya. Mereka masih memandangnya sebagai gadis aneh dan cupu.
Ara, mantan sahabat baiknya, juga menjauhinya. Ara dulu selalu ada untuk RiRi, namun setelah peristiwa perundungan itu, Ara memilih untuk menjauhi RiRi. Ara takut terlibat dengan RiRi dan ikut terkena dampak negatif dari perundungan itu. RiRi sangat merindukan persahabatannya dengan Ara. Ia merasa sangat sepi tanpa Ara.
RiRi menunduk dalam kesedihannya. Ia merasa sangat kesepian. Ia ingin memiliki teman, namun ia takut untuk mencoba lagi. Ia takut akan terluka lagi. Ia merasa bahwa ia tidak layak untuk memiliki teman.
RiRi bergumam lirih, suaranya hampir tak terdengar. "Wajah mereka… bagaikan terukir di otakku. Namun, perilaku kejam mereka… akan tetap aku ingat. Sampai mati pun, takkan pernah aku maafkan mereka!"
Kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan penuh ketegasan. Meskipun ia sangat sakit hati, ia tidak akan pernah melupakan perlakuan kejam teman-temannya.
Ia akan selalu mengingat peristiwa itu sebagai pelajaran berharga dalam hidupnya. Ia tidak akan pernah memaafkan mereka, namun ia juga tidak akan membiarkan peristiwa itu menghancurkan hidupnya.
RiRi menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa kemarahan dan kebencian hanya akan menyakitinya sendiri. Ia harus melepaskan kemarahan dan kebencian itu agar ia bisa melangkah ke depan.
...✧༺♥༻✧...
Hari-hari berlalu dengan cepat. Suasana kelas masih sama seperti biasanya, namun RiRi mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia lebih tenang dan lebih percaya diri. Ia juga mulai berinteraksi dengan teman-temannya dengan lebih baik.
Pagi hari tiba. Bu Iin masuk ke kelas dan menarik perhatian semua siswa. Ia akan mengumumkan nama-nama siswa yang akan mewakili sekolah dalam lomba menggambar yang akan diadakan keesokan harinya. Suasana kelas menjadi sangat tegangan. Semua siswa menunggu dengan harap-harap cemas.
Bu Iin mengumumkan dengan suara yang jelas dan tegas. "Siswa yang akan mewakili sekolah dalam lomba menggambar adalah… RiRi, Azka, dan Riyani!"
Suasana kelas menjadi heboh. Beberapa siswa berteriak gembira, sedangkan yang lainnya terlihat kaget dan tidak percaya. RiRi, Azka, dan Riani saling berpandangan dengan senyum yang tulus. Mereka saling memberikan dukungan dan semangat.
RiRi merasa sangat bahagia dan bangga. Ia tidak menyangka bahwa ia bisa mewakili sekolah dalam lomba menggambar. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh hasil yang baik.
Suasana kelas tegang, semua siswa menunggu pengumuman Bu Iin.
Bu Iin" Baiklah anak-anak, setelah Ibu pertimbangkan dengan matang, siswa yang akan mewakili sekolah kita dalam lomba menggambar tingkat kota adalah…"
Semua siswa menahan napas, degup jantung mereka berdebar-debar.
Bu Iin "…RiRi!"
Beberapa siswa berseru terkejut, sebagian berbisik-bisik. RiRi sendiri terlihat terkejut namun bahagia.
Bu Iin "Dan yang kedua… Azka!"
Azka tersenyum kecil, mengangguk pelan. RiRi tersenyum lega dan memberi isyarat dukungan kepada Azka.
Bu Iin" Dan yang terakhir… Riani!"
Riani terlihat senang, tersenyum lebar. RiRi dan Azka memberikan tepuk tangan dan senyum dukungan.
Rizki berbisik "Wah, RiRi ikut? Gak nyangka!"
ias berbisik. "Azka juga? Hebat! Dia memang pintar menggambar."
Sara berbisik. "Riani juga? Lomba ini bakal seru nih!"
RiRi, Azka, dan Riyani saling berpandangan, senyum mereka menunjukkan rasa percaya diri dan kebersamaan.
RiRi dalam hati. "Aku… aku bisa melakukannya!"
Azka menulis di buku catatannya, lalu menunjukkan pada RiRi dan Riani. "Kita bisa menang!" Bahasa isyarat
Riani "Ayo kita berlatih bersama! Kita pasti bisa!"
Setelah pengumuman, RiRi, Azka, dan Riyani berkumpul di pojok kelas. Mereka bertiga tampak bersemangat dan antusias.
Riani "Wah, senang banget bisa ikut lomba bareng kalian!"
RiRi "Aku juga, Yan! Gak nyangka bisa sampai sejauh ini. Dulu aku selalu sendiri, sekarang…"
RiRi tersenyum, rasa syukur dan kebahagiaan terpancar dari wajahnya.
Azka, menulis di buku catatannya, lalu menunjukkan pada RiRi dan Riani. "Kita harus bekerja sama. Kekuatan kita ada dalam kerjasama." Bahasa isyarat.
RiRi Menerjemahkan bahasa isyarat Azka. "Iya, Ka. Kita harus saling mendukung."
Riani. "Setuju! Kita bagi tugas ya? Aku bisa bantu desain, RiRi fokus gambar, dan Azka bisa bantu koreksi detail. Gimana?"
RiRi "Bagus banget idemu, Yan! Aku setuju!"
Azka mengangguk dan tersenyum.
Ketiga teman ini kemudian berdiskusi tentang tema gambar yang akan mereka buat. Mereka saling bertukar ide dan saling memberikan masukan. Mereka bekerja sama dengan baik dan harmonis.
Mereka saling mendukung dan saling memberikan semangat. Mereka tahu bahwa dengan bekerja sama, mereka bisa mencapai keberhasilan.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung......