Menikah dengan lelaki yang dia cintai dan juga mencintainya adalah impian seorang Zea Shaqueena.
Namun impian tinggalah impian, lelaki yang dia impikan memutuskan untuk menikahi perempuan lain.
Pergi, menghilang, meninggalkan semua kenangan adalah jalan yang dia ambil
Waktu berlalu begitu cepat, ingatan dari masa lalu masih terus memenuhi pikirannya.
Akankah takdir membawanya pada kebahagiaan lain ataukah justru kembali dengan masa lalu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Destiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan takdir
Pesawat mendarat dengan selamat di London City Airport. Saat ini Varro sudah berada di dalam mobil jemputan yang sudah dia pesan sebelumnya, melesat menuju apartemen yang sudah dia sewa untuk satu bulan ke depan.
Sesampainya ditujuan, Varro bergegas turun dari mobil dan segera masuk menuju lantai 7.
ting
Pintu lift terbuka, Varro keluar menarik kopernya. Langkahnya terhenti di depan pintu apartemen milik zea. Tangannya terangkat menekan bel.
drttt drttt
Ponselnya berdering, setelah melihat nama si penelpon Varro langsung mengangkatnya.
"hmmm."
"Ada kabar dari pengadilan, sidang perceraian dilakukan dua hari lagi."
"Urus saja semuanya, aku tidak akan datang. Kabari saja putusan akhirnya, meskipun aku sudah tau hasilnya akan seperti apa"
"Tentu saja. Apa kau sudah bertemu Zea?"
"Belum" Varro menjawab dengan menatap pintu di depannya.
"Ya sudah, aku tutup telponnya Semoga berhasil"
Sambungan terputus, varro menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. Dia coba kembali menekan bel, namun tetap tidak ada yang keluar.
"Apa dia sudah pergi bekerja sepagi ini?" gumamnya. Varro memilih masuk ke apartemennya sendiri yang berada tepat di sebelah apartemen Zea.
Varro masuk menuju kamar, dia ingin membersihkan tubuhnya terlebih dulu sebelum mencari Zea.
Tepat pukul 8 pagi Varro keluar berjalan menuju salah satu restaurant di dekat sana untuk sarapan.
Varro menikmati sarapannya dengan satu croissant dan segelas coklat panas. Membuka ponselnya mencari nomor Jimmy lalu menelponnya.
"Kirimkan alamat butik Zea sekarang juga!" Pintanya lalu menutup panggilan tanpa menunggu jawaban jimmy. Varro yakin saat ini Jimmy sedang memakinya disana.
Ting
Bunyi pesan masuk dari jimmy. Varro meletakan ponselnya dan segera menghabiskan sarapannya.
.
Berdiri di pinggir jalan dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celananya. Varro memandang bangunan yang tak jauh dari hadapannya.
Mendadak jantungnya berdebar kencang, perasaannya tiba-tiba tidak enak. Varro menghela nafas panjang, lalu berjalan masuk ke dalam bangunan bertuliskan QUEEN BOUTIQUE.
Memperhatikan seluruh sudut, pandangannya terhenti pada satu wanita yang selesai melayani pelanggan. Varro berjalan menghampiri wanita itu.
"Permisi" Ucapannya menghentikan langkah wanita yang dia hampiri.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" Lily merasa tidak asing dengan pria di hadapannya, dia merasa pernah melihatnya namun dia lupa.
"Saya ingin bertemu dengan pemilik butik ini."
"Nona zea?" Tanya lily. Memastikan pendengarannya tidak salah.
"Iya"
"Maaf tuan, untuk saat ini Nona zea sedang tidak ada ditempat." Varro mengerutkan keningnya mendengar jawaban dari wanita di depannya ini.
"Apa sedang bertemu klien?"
"Tidak tuan, nona zea saat ini berada di paris"
Varro mengerutkan keningnya "Sejak kapan? dan untuk apa?"
"Sejak kemarin tuan. Nona zea berencana membuka butik disana, dan saat ini beliau sedang mencari tempatnya.
"ya tuhan" Varro mengusap wajahnya kasar. Takdir benar - benar sedang mempermainkannya.
"Kapan dia kembali?"
"Mengenai itu saya kurang tau"
"Baiklah, terima kasih" ucapnya lalu berbalik pergi dari sana meninggalkan lily yang membulatkan matanya
"Aaaa aku ingat, dia pria dalam foto yang aku lihat di meja nona zea" pekiknya.
.
Varro memilih berjalan kaki, dia bingung sekarang. Mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Jimmy.
"Halo?"
"Ada apa? apa sudah ketemu?" Mendengar pertanyaan jimmy, varro menghela nafas beratnya.
"Dia tidak ada disini" ucapnya.
"Lalu?"
"Dia ada di paris sekarang. Astaga sia-sia aku menyusulnya kesini, harusnya langsung saja kesana." mendengar ocehan Varro, Jimmy tertawa dengan kesialan sahabatnya itu.
"Malang sekali nasibmu"
"Sialan kau jimmy" Jimmy semakin tertawa mendengar makian sahabatnya.
"Sorry, sorry." Varro mendengus kesal.
"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" Kali ini jimmy serius bertanya
"Menyusulnya, apa lagi."
"Sepupuku ada di paris, nanti aku akan meminta bantuannya mencari Zea disana"
"Cepatlah, aku tidak mau menunggu terlalu lama"
"Akan ku usahakan"
Varro menutup sambungan telponnya. Jarinya bergerak menggeser layar mencari satu nama yang belum lama ini dia simpan nomornya.
Varro ragu untuk menelponnya, namun dia sudah tidak dapat menahan kerinduannya pada Zea. Tanpa berpikir lagi, varro menekan nomor tersebut. Dering pertama tidak dapat jawaban. Varro mencobanya kembali, dan kali ini panggilannya di jawab.
"Halo?" Varro terdiam mendengar suara itu, jantungnya berdebar kencang, lidahnya terasa kelu.
"Halo? dengan si.."
tut tut tut
Varro tersadar lalu melihat ponselnya, sambungan telponnya terputus. Varro coba menelponnya kembali namun sudah tidak aktif.
.
.
.
"Halo? Dengan siapa ya?"
Tidak mendengar sahutan dari si penelpon, Zea melihat layar ponselnya dan ternyata ponselnya mati.
"Siapa?"
"Gak tau, ponselnya keburu mati, aku lupa isi daya tadi." Ucapnya. Lalu memasukan ponselnya ke dalam tas kecil yang dia bawa.
Saat ini mereka sedang menunggu Bryan serta Sean di depan gedung apartemen. Zea akan melihat tempat milik Sean.
Tin tin
"Masuk!" Ucapnya saat mobil yang dia tumpangi berhenti di depan kedua gadis itu.
Shanum menarik tangan zea untuk masuk ke dalam mobil yang di kemudikan Sean. Mobil melesat dengan kecepatan sedang.
Mobil berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang terbilang cukup besar. mereka turun dari mobil.
Zea memperhatikan bagian luar bangunan itu, terlihat masih sangat bagus dan sangat terawat meskipun di kosongkan.
"Ini bangunannya, gimana ze?" Sean bertanya seraya memandang zea yang sedang memperhatikan sekitarnya.
"Bagus, cukup unik dan ini cukup besar"
"Kita lihat bagian dalamnya, yu." Ajaknya. Berjalan mendahului ketiganya membuka kunci lalu membukanya.
"Woahhh luas banget"
Zea memperhatikan dengan teliti, sedikit lebih luas dari butiknya di london.
"Bangunan ini belum dipake apa - apa, awalnya mau di buka salon tapi gak jadi." Sean menjelaskan.
"Kenapa?" Shanum mengalihkan pandangannya menatap Sean dengan raut wajah penasarannya.
"Gak usah kepo" Bryan menyela.
"Ck" Shanum berdecak kesal mendengar ucapan kakaknya.
Sean hanya terkekeh, lalu melanjutkan penjelasannya. "Di sini lokasinya sangat strategis, apalagi kalau untuk membuka butik. Bangunannya juga masih terbilang baru, baru dua tahun. Di lantai atas ada dua ruangan, ditambah ada balkonnya."
"Aku suka sama tempatnya"
"Kalau kamu berminat, silahkan"
"Aku belum bisa memutuskan sekarang, nanti aku kabarin lagi"
"Baiklah. Kita lihat ke lantai atas."
Mereka menaiki tangga menuju lantai kedua. Disana sama luasnya seperti di lantai bawah, namun ditambah dua ruangan. Zea berjalan ke arah balkon dengan pintu kaca memenuhi bagian sana.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa yaa buat tinggalin jejak kalian. Tekan tombol like nya trus komen, aku mau tau bagaimana penilaian kalian sebagai pembaca terhadap karya aku😊