🌹Lanjutan Aku Bukan Wanita Penggoda🌹
Awas baper dan ketawa sendiri! 😁
Ayesha Putri Prayoga, seorang gadis bertubuh gemuk itu menyaksikan langsung kekasih yang sangat ia cintai tengah bercinta dengan sahabatnya sendiri.
Sakit hati Ayesha membuatnya menepi hingga bertemu dengan Kevin Putra Adhitama, pria dingin kaku dan bermulut pedas.
Dan, takdir membawa mereka menjadi sepasang suami istri karena dijodohkan.
Sikap Kevin yang menyebalkan selama pernikahan membuat banyak perubahan dalam diri Ayesha termasuk tubuh gemuknya, hingga semakin hari Kevin pun semakin terpesona dengan kepribadian sang istri.
Namun di saat benih cinta itu muncul, Ayesha kembali dekat dengan mantan kekasihnya yang muncul sebagai partner kerjanya di kantor.
"Ayesha, aku masih mencintaimu dan ingin memilikimu kembali," gumam Tian, mantan kekasih Ayesha dulu yang membuatnya sakit hati.
Mampukah Kevin mempertahankan pernikahannya? Siapa cinta yang Ayesha pilih? Suami atau cinta pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu persatu kebaikan itu terlihat
“Mama ...” panggil Ayesha pada Hanin yang sedang berada di dapur bersama Lastri, maid yang telah menemani rumah tangga Hanin dan Kenan.
Hanin menoleh ke sumber suara itu. “Sayang.”
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu langsung tersenyum sembari membentangkan kedua tangannya pada Ayesha dan Ayesha pun langsung masuk ke dalam pelukan itu.
“Ay, kangen Mama.”
“Sama, Mama juga kangen.”
Ayesha memeluk Hanin seperti tengah memeluk ibunya sendiri, hingga tak terasa air matanya pun menetes.
“Loh kok nangis?” Hanin melonggarkan pelukan itu dan menatap Ayesha.
Sementara di sana Kevin berjalan pelan menuju sang ayah yang sedang sibuk dengan tanamannya yang berada di di taman samping. Langkah Kevin meelwati adegan istri dan ibunya di sana. Ia melihat Hanin tengah menghapus air mata di pipi istrinya. Kevin pun menghentikan langkahnya dan hendak menguping pembicaraan istri dan ibunya itu. Apa Ayesha akan mengadu pada Hanin tentang perlakuannya selama ini? Ah, si*l.
“Hei kenapa?” tanya Hanin pada menatunya.
“Kevin berbuat kasar padamu? Dia memarahimu?” tanya Hanin yang ternyata benar.
Namun, Ayesha bukan orang yang suka mengadu atau mengeluh. Ia pun menggelengkan kepalanya. Padahal ia sendiri tidak melihat keberadaan Kevin di sana.
“Lalu, kenapa?”
“Ay, kangen Mama. Kangen Papa, kangen Kak Vinza.”
Hanin tertawa. “Ya, ampun. Mama kira kenapa. Kalau begitu peluk Mama lagi supaya kangen kamu sama mama mu bisa diwakilkan oleh Mama.”
Ayesha tersenyum dan kembali memeluk Hanin erat.
Di seberang yang cukup jauh, Kevin pun ikut tersenyum. Padahal ia cukup tahu bahwa Ayesha menangis karena kesal dengan sikapnya tadi dan sikap Kevin sebelum-sebelumnya. Ayesha juga memiliki kesempatan untuk mengadu, tapi sang istri menjaga reputasi suaminya di hadapan orang lain. Dan, Kevin menyukai sikap Ayesha itu.
Kevin kembali melanjutkan langkahnya menuju taman yang berada di samping rumah mewah ini. ia menemui sang ayah di sana.
“Hai, Pa.”
“Hei.” Kenan menoleh ke arah sang putra dan kevin memeluk tubuh ayahnya.
“Baru datang?” tanya Kenan.
Kevin mengangguk. “Besok Papa jadi berangkat ke Cambridge?”
“Ya, semua sudah Mama mu persiapkan. Sekalian Papa ingin membawa Oma pulang ke sini. Kasihan dia di sana hanya dengan pelayan saja karena Keanu sering bepergian.”
Kevin mengangguk setuju.
“Pokoknya, sebelum acara peresmian peralihan, Papa sudah berada di sini. Lagi pula Oma mu juga ingin hadir di acara itu.”
Kevin menganggukkan kepalanya lagi. “Ya, Kevin juga sudah rindu dengan Oma.”
“Ayesha mana?” tanya Kenan.
“DI dapur sama Mama.”
“Kalian cocok?” tanya Kenan.
Kevin terdiam. “Menurut Papa?”
“Loh kok tanya Papa, kamu yang menjalani,” jawab Kenan tertawa sambil tetap menjalankan aktivitasnya.
“Kata Papa selera kita sama.”
Kenan menghentikan aktivitasnya dan tertawa. Ia mencuci tangannya yang kotor karena lumuran tanah merah itu, lalu mendekati Kevin dan duduk di sampingnya.
“Sudah Papa bilang, Ayesha cantik, pintar dan hmm ... sedikit polos.”
“Bukan sedikit, Pa. Tapi banyak,” jawab Kevin.
Kenan tertawa dan merangkul bahu putranya. “So, kamu menyukainya, right?”
Kevin mengangguk, membuat Kenan tertawa.
“Tapi ini hanya Papa yang tahu,” ujar Kevin.
“Jadi, dia tidak tahu?”
Kevin menggeleng.
“Kamu juga belum bercinta dengannya?” tanya Kenan lagi dan Kevin menggeleng sambil mengatupkan bibirnya.
“Oh my God.” Kenan menepuk dahinya. “Sampai kapan, Kev? Kalau begini caranya, kapan Papa dan Mama menimang cucu? Kapan Oma mu mendapat cicit.”
“Ck, please Pa. Jangan tanyakan hal itu dulu! Kevin ingin, kami melakukannya karena memang kami saling mencintai.”
“Tapi kamu sudah mencintainya, bukan?” tanya Kenan lagi.
Kevin menggeleng. “Belum tahu.”
“Tadi kamu bilang, kamu menyukainya. Bagaimana sih?”
“Papa, menyukai bukan berarti mencintai, bukan? Lagi pula Ayesha juga belum mencintaiku,” ujar Kevin lemah.
Kenan kembali tertawa. Melilhat Kevin mengingatkan akan kisah cintanya dulu bersama Hanin. “Kalau begitu bercintalah, kamu akan mengetahui apakah kalian saling mencintai.”
Kevin mengernyitkan dahinya dan menatap sang ayah.
“Hei, Papa sudah membuktikan cara seperti itu.”
“Haruskah begitu?” tanya Kevin yang diangguki Kenan.
“Son, kamu memang putraku.” Kenan kembali memeluk bahu kokoh putranya dari samping dengan erat.
Di dapur, Ayesha menemani ibu mertuanya memasak. Wanita yang mulai sedikit kurus itu menanyakan berbagai bumbu yang tidak ia ketahui pada Hanin.
“Bumbu ini ditumis, Ma?” tanya Ayesha sambil menunjukkan bumbu yang telah dihaluskan dan ia tuang ke dalam mangkuk kecil.
Hanin mengangguk. “Iya, Sayang. Apinya kecil saja agar tidak cepat gosong.”
Ayesha mengangguk dan mulai menyalakan kompor. Namun, sesaat kemudian Hanin mendekati Ayesha dan menahan tangan menantunya yang hendak memantik api.
“Tunggu! Kamu sudah tidak trauma dengan api?” tanya Hanin.
Ayesha tertegun. “Sebenarnya masih, Ma. Tapi sekarang Ayesha adalah seorang istri, jadi mau tidak mau harus bisa memasak, harus tidak trauma dengan api.”
Kevin ingin mengambil minum di dapur pun, mendengar percakapan itu. “Ayesha trauma dengan api?” tanyanya dalam hati.
“Kamu benar-benar wanita yang baik, Sayang. Mama tidak salah menjodohkan putra Mama padamu.” Hanin mengelus punggung belakang Ayesha. “Sini, biar Mama yang menyalakan kompornya.”
Cetek
Kompor itu pun menyala dan Ayesha mulai menumis sesuai arahan Hanin. Di balik dinding dapur, Kevin masih mendengarkan percakapan dua wanita beda generasi itu.
“Kamu pernah menggunakan dapur Kevin?” tanya Hanin, membuat Ayesha bingung untuk menjawab.
Ayesha menggeleng. “Mas Kevin tahu Ayesha tidak bisa memasak, jadi dia tidak memaksa, Ma. Kami sering pesan makanan online.”
Hanin tersenyum. “Tidak apa, menikah memang butuh proses. Bisa memasak pun itu proses. Yang penting anak Mama ngga ngomelin kamu.”
“Kata siapa? Justru mulut anak Mama itu pedes banget. Banget ... banget ...” jerit Ayesha dalam hati.
Lalu, ia menggelengkan kepalanya di depan Hanin. “Ngga kok, Ma. Mas Kevin ga pernah marahin Ayesha.”
“Oh, syukurlah,” ujar Hanin.
Di balik tembok itu, hati Kevin semakin terenyuh. Ya, wanita yang menjadi istrinya ini memang baik. Seiring kebersamaan mereka, Kevin semakin diperlihatkan satu persatu kebaikan istrinya. Sejujurnya, Kevin tidak pernah sama sekali mempermasalahkan bobot tubuh Ayesha yang XL. Kalau pun ada kata-katanya yang menjurus ke body shaming, itu hanya ketidaksengajaan mulutnya saja yang asal menjatuhkan kelemahan lawan.
Kemudian, Kevin beranjak ke atas menuju kamarnya. Ia berendam sambil mengingat perjalanan kebersamaan dirinya dan sang istri yang masih seumur jagung.
“Papa,” panggil Ayesha saat menuju ruang keluarga dan bertemu Kenan.
“Hai, Sayang.”
“Maaf, Pa. Tadi Ayesha langsung ke dapur.”
“It’s oke.” Kenan mengangguk.
Hanin pun ikut berada di sana, karena makanan yang mereka buat hampir selesai, hanya tinggal menunggu matang dan itu dilanjutkan oleh Lastri.
“Mas Kevin di mana, Pa?” tanya Ayesha.
“Ke kamar. Mungkin sedang mandi.”
“Oh, kalau begitu, Ayesha susul Mas Kevin ke kamar.” Ayesha menolah ke arah Kenan dan Hanin bergantian untuk pamit dari ruangan itu.
Kenan mengangguk, Hanin pun demikian.
“Sana, siapkan keperluan suamimu, Sayang,” ucap Hanin dan Ayesha pun mengangguk tersenyum, lalu beranjak ke lantai dua.
Di dalam kamar, Ayesha tidak melihat keberadaan Kevin tetapi ia mendengar gemericik air di dalam kaamr mandi. Ayesha langsung mecari pakaian suaminya di lemari dan meletakkan pakaian itu di atas tempat tidur.
Ceklek
Pintu kamar mandi pun terbuka, menampilkan sosok Kevin dengan tubuh atletis dan bertelanjang dada. Saat ini tubuh Kevin hanya berbalut handuk yang ia lilitkan di pinggang.
Saat mendengar bunyi pintu terbuka, sontak Ayesha menoleh. Ia kembali memalingkan wajahnya ke arah lain dan menyibukkan dirinya sendiri setelah melihat dengan jelas pahatan sempurna itu.
“Jangan tergoda, Ayesha. Jangan!” gumam Ayesha dalam hati diiringi detak jantung yang berbunyi dag dig dug.
Kevin mendekati Ayesha yang sedang membelakanginya dan berpura-pura merapikan pakaian yang sudah rapi di atas tempat tidur itu.
“Baju ini untukku?” tanya Kevin yang mendudukkan diri di atas tempat tidur, tepat di samping pakaian yang Ayesha siapkan untuknya.
Ayesha mengangguk tanpa melihat ke arah Kevin. Ia masih memegang pakaian itu dan mengelus bahan pakaian itu seolah tengah merapihkan agar tidak kusut. Padahal pakaian itu masih licin.
“Kalau begitu berikan,” kata Kevin.
“Apa?” tanya Ayesha yang akhirnya menatap Kevin.
“Pakaianku. Ini kamu siapkan untukku kan?” tanya Kevin sambil menunjuk kaos oblong dan celana panjang sport.
Ayesha mengangguk.
“Lalu, mengapa kamu pegang terus. Kamu tidak tahu aku kedinginan.” Kevin berdiri dan mengambil pakaian itu untuk dipakai.
“Mas.” Sontak Ayesha memanggil Kevin sambil berteriak karena Kevin hendak melepas handuknya. “Kok pakai bajunya disini sih?”
“Memang kenapa? Ini kamarku.”
“Tapi ada aku.”
“Memang kenapa?” tanya Kevin seolah tidak ada yang salah dengan apa yang ia lakukan.
“Dasar! Ngga tau malu,” cibir Ayesha dan langsung berlari ke kamar mandi, lalu menutup pintu itu dengan kencang.
Sementara Kevin tertawa dan menggelengkan kepala saat melihat ekspresi istrinya. “Lucu.”
kalo aq sih gitu emang 😁😁
contohnya papanya Ayesha sudah jadi korban sesat nya papa mu 🤣🤣🤣