Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2
Di ruangannya Elvis membawa Loretta untuk duduk bersamanya. Mengambil kotak P3K segera, kemudian mengeluarkan alat yang membantunya untuk membersihkan luka milik Loretta.
"Apa ini sakit?" Elvis bertanya kembali, tangannya dengan telaten mengobati luka karyawannya.
Loretta langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat-cepat. "Tidak ini sama sekali tidak sakit," ujar Loretta yang sebenarnya sudah menggigit bibir dalamnya dari tadi menahan sakit. Matanya saja berkaca-kaca, menahan takut mengingat kejadian tadi.
Menaikan alisnya sebelah, Elvis tentu tidak bodoh, dirinya tau Loretta kesakitan. Menghembuskan napasnya pelan, Elvis merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi pada Loretta. Tangannya dengan lembut membalut luka bekas dari pecahan kaca tadi. "Atas nama Quella aku minta maaf."
"Tidak pak bos, lagi pula akulah yang sebenarnya bersalah," Loretta dengan cepat menyangkal apa yang dikatakan bosnya ini. Bersyukur karena Bosnya tidak menyudutkan dirinya.
Menyudahi membalut luka Loretta, menatap dengan intens wajah Loretta yang begitu teduh. "Kamu ternyata sangat baik hati sekali ya," puji Elvis dengan nada yang sedikit candaan.
Loretta hanya diam tidak menanggapi ucapan dari bos nya ini. "Kamu berhak marah, atas apa yang Quella lakukan. Kejadian tadi hanyalah ketidaksengajaan, jadi aku minta maaf atas nama Quella," ucap Elvis yang tidak mau Quella memiliki image buruk bagi orang lain lagi.
"Baik pak bos, saya terima permintaan maafnya. Kalo begitu saya pamit dulu untuk melanjutkan pekerjaan lainnya," ujar Loretta yang berdiri, tapi tangannya tiba-tiba langsung di tarik oleh bosnya ini.
Mata mereka membulat secara bersama-sama. Loretta tidak sengaja terjatuh dipangkuan Elvis. Dirinya tidak seimbang karena tarikan tangan dari Elvis. Wajah mereka sudah memerah karena malu.
Terkejut dengan apa yang dilakukannya tiba-tiba. "Maaf aku tidak sengaja, sepertinya tarikan tanganku terlalu kasar," Elvis menjadi gugup sendiri.
"Tidak itu juga salahku, kalo begitu aku pamit Pak bos," Loretta cepat-cepat berdiri dan langsung segera pergi dari ruangan bosnya.
Menepuk jidatnya saat suara pintu tertutup. Elvis merasa bodoh dengan apa yang dilakukannya tadi. "Padahal tadi aku ingin berbicara, untuk dirinya tidak perlu bekerja hari ini. Elvis kamu bodoh," gumamnya menggerutuki kebodohannya sendiri.
"Tapi mengapa hatiku terus berdetak cepat sekali. Apa aku jatuh cinta pada Loretta?" tanya Elvis pada dirinya sendiri, dengan tangannya terus menyentuh dadanya yang berdetak detak tidak karuan. Wajahnya juga memerah mengingat tadi, betapa dekatnya wajah Loretta yang sangat cantik dan begitu lembut itu.
°°°°°
"Aaaaaaah," suara teriakan yang menggelegar, ditambah dengan lemparan barang-barang apa saja yang dapat digapai oleh tangan cantiknya itu.
Prang... Prang...., suara dari pecahan barang tidak dapat terhenti. Ruang kerja yang tadinya rapih sekali, sekarang berantakan tidak berbentuk. Di sisi lain Yuren hanya dapat melihat dan membiarkan tingkah nonanya yang sangat jelas sedang marah besar.
Dua hari kemudian setelah kejadian di cafe itu. Quella yang sedang bermain handphone melihat berita yang sedang viral hari-hari ini. Ternyata dirinya menjadi perbincangan topik trending. Hingga akhirnya emosinya tersulut dan tidak bisa terkontrol kembali.
"SIALAAN AKU BENCI INI," geram Quella dengan marah, mengingat kejadian tadi. Bahkan dirinya semakin dibuat marah, akibat video yang tersebar saat kejadian itu.
Tentu yang paling dirugikan adalah dirinya, apalagi hal itu semakin berdampak pada Queez Hotel. Kemarahan meluap pada ulu hatinya, bahkan saking emosinya Quella tidak lagi memperdulikan penampilannya.
"Ada apa ini? Kenapa ruangan ini begitu berantakan?" suara dari seseorang yang datang, dan mengerutkan dahinya heran melihat keadaan ruangan kerja dari cucunya ini.
Menghentikan kegilaannya dan memandangi siapa yang bertanya itu. "Oma," gumam Quella saat mendapati kedatangan omanya yang tiba-tiba, karena biasanya omanya itu selalu memberitahu atau memberikan pesan saat ingin bertemu.
Menggelengkan kepalanya pelan, Owila merasa sudah tidak ada yang dapat diharapkan. "Hah....," seruan napas lelah keluar dari mulut Owila. Walaupun diusianya yang sudah terbilang tidak muda lagi, akan tetapi Owila masih memiliki tampang yang elegan, ditambah auranya sebagai pemimpin tidak pernah hilang.
Melangkah kakinya menuju sopa, sejujurnya dirinya merasa kelelahan sekali. Memikirkan masalah yang terjadi di Queez Hotel, dan sikap buruk Quella yang selalu saja membuat jantungnya berdetak cepat saja.
Mendapati kedatangan nyonya besar, Yuren dengan sigap menyajikan sebuah teh hangat yang selalu manjadi minuman favorit dari Nyonya besarnya ini.
"Terimakasih Yuren," Owila tersenyum kecil mendapati hidangan yang membuat hatinya tenang. "Aku ingin berbicara berdua dengan cucuku," lanjut Owila yang langsung dituruti oleh Yuren.
"Baik nyonya, kalo begitu saya undur diri terlebih dahulu," ucap Yuren menundukan kepalanya hormat, dan berjalan menuju pintu keluar. Tidak lupa sebelum pergi dirinya menutup pintu.
Keheningan terjadi diantara keduanya, tidak ada yang mau memulai percakapan. Setelah meminum sedikit teh hangatnya, Owira dengan tatapan mata yang dingin bertanya pada cucu satu-satunya ini. "Bisa jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?"
Tidak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh Omanya, sebaliknya Quella duduk di kursinya bersikap cuek seolah-olah ucapan dari Omanya itu hanya angin belaka.
"Quella, apa Oma terlalu memanjakan mu? Sampai pertanyaan sederhana ini saja kamu sungkan menjawabnya. Atau telingamu sudah tidak berfungsi," sindir Owira yang sedikit tidak senang.
Lagi lagi Owira tidak mendapatkan jawaban dari Quella. "Oma diam bukan berarti tidak tau apapun. Kejadian di cafe yang viral itu membuat dirimu dicap sebagai orang yang berwatak jahat. Apa kamu tidak mempermasalahkan hal itu?" Owila dengan tenang membeberkan semuanya.
Memutar bola matanya dengan malas, sudah menunjukkan bahwa Quella sangat-sangat tidak memperdulikan isu buruk yang menimpa dirinya.
"Kapan kamu akan berubah Quella? Dan kamu tau masalah terbesar lainnya, Queez Hotel sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Untungnya ada seseorang yang mau membeli Hotel yang penuh skandal buruk ini. Sebaiknya persiapkan dirimu untuk melepaskan dan merelakan Queez Hotel," ucap Owila yang meras itu jalan yang terbaik, dari pada nantinya Hotel ini benar-benar tidak bisa berguna.
"APA??" teriak Quella yang jelas sangat terkejut dengan perkataan Omanya. "Oma itu tidak akan bisa terjadi," ucap Quella yang tidak terima, apalagi Omanya terbilang melakukan keputusan yang sepihak.
Owira merasa Quella terlalu menganggap enteng masalah yang terjadi di Queez Hotel. Padahal bisa dikatakan masalah yang terjadi saat ini sungguhlah berat apalagi image Quella yang sudah buruk di depan publik, dan hal itu sungguh jauh untuk bisa selamatkan.
"Jadi apa yang bisa kamu kerjakan? Apa yang akan kamu lakukan atau perbuat untuk bisa membuat Hotel ini tetap bertahan Quella?" Owira tersulut emosi yang membuatnya menaikan nada bicaranya.
Terdiam akibat bentakan keras dari Omanya, Quella mematung saat mendengar kelanjutan dari ucapan Omanya.
"Kita sudah hampir kehabisan waktu. Jumlah tagihan bahkan gaji para karyawan, sebentar lagi kita harus segera memberikan bayaran pada mereka. Apa kamu memikirkan hal itu Quella?" Owira menatap Quella dengan penuh keputusasaan, terbilang dirinya serasa ingin menyerah saja.
Quella menggelengkan kepalanya cepat, menandakan dirinya tidak akan pernah setuju. "Tapi Oma kita tidak bisa menjual Queez Hotel begitu saja," ucap Quella dengan tegas, dan yakin mereka bisa bangkit kembali.
Berdiri dari kursinya, memandangi wajah cucunya yang sekarang terbilang semakin begitu cantik. "Jika itu mau mu, berarti kamu harus setuju dengan perjodohan yang dipinta oleh Tuan muda Parvez," ujar Owira dengan lepas, karena hanya pilihan itu yang bisa membuat Hotel mereka bertahan, dan tetap menjadi milik mereka.
"Apa?" Quella membulatkan matanya, jantungnya berdetak cepat setelah mendengarkan apa yang diucapkan oleh Omanya.
"Baca dan putuskan apa yang kamu inginkan untuk masa depan hotel ini," Owira meletakkan sebuah dokumen penting, dari Parvez saat mengatakan itu.
Tanpa menunggu jawaban dari Quella, Owira langsung melangkah kakinya keluar dari ruang kerja cucunya, sambil mengingat percakapan yang tiba-tiba saja terjadi dengan Tuan muda dari keluarga Parvez.
°°°°°
Memandangi interior restauran yang dipesan oleh seseorang untuk pertemuan mereka. Owira melihat kesana-kemari, sempurna dan sangat privasi. Dirinya menunggu dengan tenang, hingga seorang anak muda duduk di depannya dengan begitu saja. Sedikit tidak sopan tapi Owira memakluminya, mungkin orang di depannya ini sangatlah sibuk.
"Maaf saya sedikit terlambat," ujar Xaver sambil tersenyum tipis. Sejujurnya dirinya merasa tidak senang, saat orang di depannya bukan yang diingkan untuknya bertemu.
Tapi mengingat perkataan Jad yang mengatakan bahwa Queez Hotel, masih dimiliki oleh Owira. Jadi dirinya mau tidak mau, bertemu dengan orang di depan ini. Lagi pula bagaimanapun dirinya menginginkan Hotel itu menjadi miliknya.
"Tidak masalah, lagi pula saya juga baru sampai di tempat ini," Owira menjawab dengan tenang.
Menganggukkan kepalanya paham, Xaver melirik kearah Jad agar segera melanjutkan tujuan mereka ke sini. Sangat terlihat jelas bahwa Xaver ingin pertemuan ini segera selesai.
Mengerti arti lirikan mata Tuan mudanya, Jad tanpa berbasa-basi menyerahkan sebuah dokumen untuk Owira, dirinya sangat jelas tau bahwa Tuan mudanya ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini.
"Seperti yang anda tau, Tuan Parvez berniat membeli Queez Hotel. Nilai jualnya bisa anda lihat di dalam dokumen, atau jika anda tidak sejutu bisa mengatakan secara langsung, dan untuk...," ucapan Jad terhenti karena Tuan mudanya mengatakan sesuatu yang lebih gila dari pada ingin membeli Hotel yang jelas-jelas sudah tidak ada harapannya lagi.
"Aku ingin menikahi Grizelle," seru Xaver yang berhasil membuat keheningan diantara pertemuan mereka.
"Tentu hal ini lebih menguntungkan, aku tidak akan mengambil alih Queez Hotel, sebaliknya aku akan membantu kalian. Jadi apa keputusannya?" Xaver mengatakan keinginannya dengan tiba-tiba, di kepalanya terus saja berputar-putar mengenai wajah angkuh dari Quella. Rasa-rasanya ingin dirinya buat, wajah itu tidak berdaya.
Xaver yang berkata begitu datar tentu membuat kedua orang didepannya, seperti tidak percaya. Bagaimana tidak mengatakan hal itu, hanya dengan tampang dinginnya.
"Apa??" gumam Owira pelan, tentu dirinya dibuat melongo mendengar keinginan dari anak muda di depannya ini. Bisa-bisanya mengatakan itu dengan enteng.
"Tuan," Jad mencoba untuk memastikan ucapan Tuannya itu benar adanya.
"Ya aku ingin itu, jadi pilihan dari pertemuan ini ada dua. Pertama dengan menjual Queez Hotel padaku, dan kedua menerima lamaran pernikahan dariku," ucap Xaver dengan sangat serius, wajahnya bahkan menunjukkan bahwa ucapannya bukan omong kosong semata.
Jad hanya dapat mengembuskan napas pasrah, terserah apapun itu Jad hanya bisa mengikuti keinginan tuan muda Parvez inginkan. Rasanya kepalanya ikut pusing dengan kenyataan yang dikeluarkan dari mulut Tuan mudanya.
Tidak langsung menjawab, sebaliknya Owira berwajah tenang terlebih dahulu. Keputusan ini tidak bisa diambil terburu-buru. Jika dirinya salah langkah, maka akan merugikan baginya.
"Sepertinya tuan muda Parvez sangat tertarik pada cucu saya. Tentu akan menyenangkan bila kita bisa menjadi keluarga besar nantinya. Tapi hanya saja, bisakah saja meminta waktu tiga hari untuk memberikan keputusan," ucap Owira tersenyum ramah.
Menganggukkan kepalanya mengerti, lagi pula Xaver merasa sudah bosan dengan pertemuan ini.
"Ya itu tidak masalah, pertemuan ini selesai. Saya perlu menghadiri rapat yang penting, dan saya harap keputusan kedua yang saya dapatkan. Terimakasih," ujar Xaver memberikan salam, kemudian berjalan menjauh meninggalkan meja pertemuan.
Tentu Jad senantiasa mengikuti langkah kaki dari Xaver. Walaupun sebenarnya dirinya masih memiliki tanda tanya besar, karena tiba-tiba keinginan Tuan mudanya yang berubah.
"Ya hati-hati di jalan," ucap Owira memandangi kepergian dua laki-laki itu.
Setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya keputusan kedua tidak ada yang salah. Apalagi mengingat betapa tingginya kekuasaan dari Parvez. "Tapi apakah Quella mau," gumam Owira yang dibuat bimbang saja.
"Diam di sini, saja tidak akan menghasilkan apapun. Aku harap cucuku yang manja, bisa mengambil keputusan yang tepat," gumamnya kembali, setelah melihat tidak ada apapun lagi. Owira memutuskan pulang terlebih dahulu, tidak lupa untuk membawa dokumen kerjasama tadi.
Dirinya akan membicarakan hal ini kepada Quella keesokan harinya, karena menurutnya itu waktu yang paling tepat. Lagi pula semuanya tergantung dari Quella, karena cucunya itulah yang akan menjalani semua nantinya.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW