Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Misteri Dibalik Hilangnya Naya. Case Close!!
"Haaa??" Lenny memegang keningku sambil menatap wajahku penuh perhatian. "Elu kesambet apaan sih?
Aku menepis tangan Lenny dengan lembut, aku ga habis pikir, kenapa beberapa hari yang lalu bisa menjitak kepala gadis secantik dia. Awas Lu Len, kalau dandan mirip cowok lagi. Tak gites Lu. "Len, aku tidak kesambet apa apa. Kamu juga mau dengar penjelasan ku kan?" Dia mengangguk.
"Aku ga ada waktu buat maen detektif detektif an!" sahut Pak Kumis. "Aku...."
"Menarik! Aku mau dengar!!" sahut Bu polwan Cikita. "Aku penasaran!"
Mendengar kata kata polwan Cikita, semangatku langsung membara dua kali lipat. "Baik. Pertama tama saya pinjam komputernya." aku memindahkan file video rekaman explore ku semuanya tanpa kecuali. Lalu memutar video demi video. "Lihat, bayangan seseorang, dia muncul di beberapa tempat dalam waktu yang cukup singkat. Padahal dia orang yang sama."
"Jangan bilang itu setan ya?" bentak Pak Kumis. Aku mlerok i dia. Dia langsung melotot ke arahku.
"Ini, juga, perhatian jendela luar yang ada di lantai dua. Ada tujuh kan? Lalu, lihat saat saya explore terakhir tadi malam. Setiap kamar di lantai dua hanya memiliki dua jendela. Jadi, kalian tau keanehan nya kan?"
"Engg... Apa ya?" Polwan Cikita menjawab.
"Apaan? Ga ada yang aneh. Tentu saja..." jawab Pak Kumis. aku kembali melerok i dia.
"Kamu Len?" dia hanya menggeleng. "Jendela yang terekam dari dalam rumah hanya ada enam. Dimana yang satunya?"
"Satunya..." kata Pak kumis, dia tidak meneruskan perkataannya sehingga aku meneruskan deduksi ku.
"Jendela satunya ada di ruang rahasia." mereka langsung protes hebat ketika aku menyebutkan kata kata rahasia. "Lanjut videonya. Lihat, ini ketika saya bersembunyi di kolong tempat tidur Naya." Kami melihat adegan bagaimana sosok hitam itu muncul dari lemari pakaian Naya. Lalu, aku merekam sosok tadi yang ternyata adalah laki laki. Dia sedang merokok. Lalu mengatakan kalau Naya sudah rusak, dan ingin mencari penggantinya.
Lalu video terpotong sebentar karena aku buru buru bersembunyi di kolong tempat tidur lagi. Dan nyala lagi ketika aku sudah mulai membuka pintu rahasia.
Dan di cerita yang terpotong di bab selanjutnya, aku sekarang menemukan sebuah kamar rahasia di lantai bawah. Banyak sekali foto foto Naya yang sedang di lecehkan. Di pukul dan di perkosa. Tidak hanya Naya, tapi ada sekitar delapan atau sembilan wanita muda yang lain yang bernasib sama dengan Naya.
Semua orang menatap ke arahku, mereka heran bagaimana bisa aku menemukan hal yang luar biasa tersebut.
Lalu kami melanjutkan menonton video rekaman ku. Aku menemukan jalan lain yang akhirnya tembus ke gudang milik tetanggaku.
"Kalian lihat siapa laki laki yang ada di dalam foto di video tadi kan?" Tanyaku.
"Benar, kami pernah menanyai dia tentang Pak Jatmiko." jawab Pak Kumis. "Dia bernama Pak Buang. Pekerja yang membangun rumah dia."
"Jadi? Apa yang harus kalian lakukan?" tanyaku.
"Tentu saja kita akan meringkus dia sekarang!! Bu Cikita, siapkan pasukan!! Dan minta surat penangkapan terhadap terduga pelaku yang sesungguhnya!! Dan jangan lupa surat penggeledahan rumah Pak Jatmiko dan Pak Buang."
"Siap ndan!!" seru polwan Cikita.
"Satu lagi. Siapkan surat penangkapan untuk Riyono Harianto dengan dugaan memasuki properti orang lain tanpa ijin!!"
"Woooiiii!!! Jangan bercanda!!" teriakku.
"Ahahahha bercanda nak. Jangan kawatir. Aku ingin mengatakan ke Bu Cikita untuk menyiapkan penghargaan kepadamu karena telah berhasil...."
"Maaf, saya tidak bersedia menerima penghargaan apapun. Yang penting bagi saya itu adalah, membantu Pak Jatmiko agar terbebas dari aksi salah tangkap. Dia sudah sangat baik kepada saya, dan saya sudah menganggap nya sebagai ayah. Pak Jatmiko bebas itu saja sudah lebih dari cukup."
Nex
Hari itu juga dilakukan penggrebekan di rumahnya Pak Buang yang berdempetan dengan rumahnya Udin. Pak buang melawan para polisi dengan memakai senjata tajam, sehingga mau tidak mau para polisi melumpuhkan dia. Walaupun sudah dua timah panas bersarang di kedua kakinya, Pak Buang tetap saja melwan sehingga dengan terpaksa, Pak Kumis melepaskan tembakan terakhir yang tepat di keningnya. Pak Buang pun tewas di tempat.
Dirumahnya Pak Buang, di temukan rekaman video syur antara dia dengan wanita wanita muda, salah satunya itu Naya. Tapi, para wanita itu tidak melawan karena dia di belenggu dengan rantai.
Ini menurut asumsi ku saja ya. Mungkin, pada hari dimana Udin di tampakin kuntilanak, sebenarnya itu adalah bayangan Naya yang berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai yang mengikatnya, dia berniat untuk mencari pertolongan. Tapi, dia tidak bisa keluar dari lorong rahasia itu dan hanya mengintip dari balik jendela yang ada di lorong ruang rahasia. Entah mengapa, Pak Buang membunuh Naya aku juga tahu dan tidak menemukan jawabannya.
Tapi Lenny berasumsi, Pak Buang membunuh Naya karena Naya sudah mulai membahayakan Pak Buang. Dan itu masuk akal dan bisa di terima.
Lalu, mengenai arwah Naya, itu aku rahasiakan dari semuanya. Mereka tidak akan percaya sama sekali.
Nex
"Jadi, sekarang kita harus menyelesaikan satu kasus yang lainnya." kata Lenny Anggraini ketika kami berjalan pulang berdua dengan dia.
"Kasus? Yang lain?" Aku menatap wajahnya penuh tanda tanya.
"Kasus di warungku!! Tolongin lah. Antarkan aku ke Pak ustadz!!" rengek Lenny Anggraini.
"Astaga, kamu belum kesana Tah?"
"Belum."
"Kenapa?"
"Ya, kamu terlalu sibuk dengan urusan Pak Jatmiko."
"Kan bisa minta di antar oleh Dika. Atau Pak De kamu." eh, ada yang aneh. "Katanya kamu tinggal sendirian tanpa sanak saudara. Lha Pak De itu siapanya kamu?"
"Dia ayahnya Dika. Dan dia adiknya ayahku. Aku ga pernah bilang kalau aku sebatang kara. Yah, walaupun aku yatim piatu sih. Oh, yang beredar di sekolah itu cuma cerita ya aku lebih lebihkan. Ahahaha."
"Cih, tuas aku selalu cemas sama kamu."
"Eh... Riyon cemas ke aku? Senengnya..."
"Bodoh ah. Hari ini aku masih mau ke kantor polisi. Pak Kumis mau bercerita mengenai kasusnya Pak Buang. Masih banyak teka teki yang lain."
"Lhoo?? Aaahh.. Ayo lah!! Gimana kalau kita mampir ke masjid Al-Barkah sekarang?"
"Em. Boleh juga. Ayok deh. Biar ga ada urusan lagi dengan kamu."
"Kamu mau menghindari aku hah!!" Lenny mencekik leherku.
"Eeekkk sesak!!! Sesak!!! Aku cuma ga enak sama Dika. Kalian dekat dan..."
"Ahahaha... Bodoh!! Ayok!!"
Nex
Dikantor polisi.
"Pelakunya tidak hanya satu orang?" Tanyaku ke Pak Kumis.
"Lihat. Kamu kenal dengan lelaki ini?" Dia menunjukkan potongan video syur saat Pak Buang melakukan aksinya. Ada bayangan seseorang yang sedang duduk dan merokok di sudut yang lain. Bayangannya terpantul di rak kaca dimana Pak Buang menyimpan peralatan menyiksanya.
"Maaf, saya tidak tahu maupun kenal dia. Sepertinya dia bukan salah satu warga desa Mulyorejo deh."
"Dan juga, korban yang lain tidak di temukan di sekitar rumahnya Pak Jatmiko dan Pak Buang. Andaikan saja mereka juga sudah di bunuh, kuburan mereka pun tidak di temukan di manapun."
"Ok, saya paham. Anda ingin saya mencari tahu orang itu kan? Akan saya laksanakan!!" aku memberi hormat kepada Pak Kumis.
"Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu mengetahui perkembangan kasus ini saja kok. Aku tidak meminta tolong apapun."
"Tapi, kalo saya bisa membantu, pasti akan saya lakukan dengan senang hati."
Kami diam untuk waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya Pak Kumis memecah keheningan. "Pak Jatmiko sekarang ada di mana?"
"Dia tinggal bersama saya. Dia sekarang lagi sakit. Kenapa?"
"Rumahnya mau di apakan?"
"Rumah Pak Jatmiko yang menjadi TKP itu? Sepertinya dia mau menjualnya deh. Dia sepertinya trauma dengan kejadian Naya itu. Kenapa emangnya?"
"Aku tertarik untuk membeli rumahnya. Bisa sampaikan kepada dia kalau aku bermain untuk membeli rumahnya? Ok, terima kasih nak."
Nex
Sepulang dari kantor polisi aku mampir ke Warungnya Lenny, dia sekarang sudah mulai berdandan layaknya seorang gadis. Tapi, dia tetap mempertahankan sifat tomboi nya.
"Beli Mie pangsit seratus bungkus." kataku ketika berada di depan Warungnya.
"Eh, kamu!!! Bikin kaget saja. Tak kira beneran ada yang mau beli segitu. Tuas saja aku seneng."