NovelToon NovelToon
Suatu Hari Di Tahun 2018

Suatu Hari Di Tahun 2018

Status: tamat
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:774
Nilai: 5
Nama Author: Gregorius Tono Handoyo

Alisa, harusnya kita tidak bertemu lagi. Sudah seharusnya kau senang dengan hidupmu sekarang. Sudah seharusnya pula aku menikmati apa saja yang telah kuperjuangkan sendiri. Namun, takdir berkata lain. Aku juga tidak mengerti apa mau Tuhan kembali mempertemukan aku denganmu. Tiba-tiba saja, seolah semua sudah menjadi jalan dari Tuhan. Kau datang ke kota tempat aku melarikan diri dua tahun lalu. Katamu,

ini hanya urusan pekerjaan. Setelah kau tamat, kau tidak betah bekerja di kotamu. Menurutmu, orang-orang di kotamu masih belum bisa terbuka dengan perubahan. Dan seperti dahulu, kau benci akan prinsip itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorius Tono Handoyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tubuh paling tabah

Pada petang hari yang mendung. Dia duduk di pemakamanku. Aku adalah lelaki yang dia cintai. Dan, kini memilih mati karena egoku terlalu tinggi.

Malam yang basah. Jalanan kota ini terlihat lebih sendu dari biasanya. Aku berangkat menuju tempat ketika janji telah disepakati. Malam itu malam Jumat, entah kenapa kami memang lebih suka bertemu di malam Jumat. Kata kekasihku, dia tidak suka kencan di malam Minggu. Dia memang agak lain dari perempuan kebanyakan. Itu juga yang menjadi sebab membuat aku menyukainya.

"Kau datang terlalu cepat," ucapnya. Dia belum dandan sama sekali. Namun, aku tidak peduli. Bagiku, mencintainya adalah kesenangan. Menikmati waktu dengannya selalu menjadi kegiatan yang menyenangkan. Aku tidak peduli apakah dia sedang cantik atau tidak, bagiku dia tetaplah perempuan tercantik.

"Tak apa, kamu duduk saja di sini menemaniku." Aku memang hanya ingin menikmati hari libur dengannya. Seminggu belakangan aku sibuk sekali dengan pekerjaanku. Sibuk dengan kehidupanku yang selalu lupa padanya. Dia tidak pernah mengeluh apalagi menuntut lebih. Dia percaya saja kepadaku. Baginya, aku lelaki yang dia cintai. Tak peduli apa pun yang terjadi, dia hanya ingin cintai aku.

Sekarang, dia bahkan telah kuubah menjadi perempuan yang tak seperti dulu. Bukan perempuan seperti awal kami bertemu. Dia mengikuti apa pun yang aku mau. Dan, aku juga tak mengerti kenapa aku menjadi lelaki yang seperti ini. Aku suka hal-hal aneh, mungkin terkesan ekstrim. Aku suka membayangkan mencintai satu perempuan yang berbeda. Karena itu. aku meminta dia melakukan apa pun yang aku mau. Dengan alasan dia mencintaiku. Aku mengubahnya dari sebotol bening menjadi penuh ukiran. Aku meminta dia membuat tato.

"Ini tidak akan mengubahmu, cintaku akan tetap saja sama. Aku meyakinkan dia, sebab beberapa menit lalu dia masih terlihat ragu akan pintaku. Hingga akhirnya, dia menyerahkan seluruh tubuhnya untuk ditato. Aku sendiri yang melukisnya. Itu syarat yang dia ajukan.

"Jika aku harus ditato, kamulah yang harus melakukannya. Karena tubuhku hanya untukmu."

Aku mengecup keningnya lembut. Sebagai jawaban atas keresahannya. Aku tahu, saat perempuan me- rasa takut, dia hanya butuh dipeluk dan dikecup. Lalu, yakinkan padanya bahwa kau selalu ada. Aku melakukan hal itu.

Aku mulai melukis tubuhnya. Aku menyukai punggung. Dan, punggungnya adalah kanvas yang paling menarik untuk kulukis. Dia menyukai pohon yang meranting. Aku melukis sebatang pohon yang meranting di punggungnya. Sesekali kudengar su- aranya mendesah sakit. Namun, dia tetap memintaku melakukannya.

"Hanya sakit sedikit," ucapnya.

Aku menuliskan lagi. Menikmati setiap goresan yang menjalari punggungnya yang mulus. Aku senang dan bahagia. Dia terlihat sedikit kesakitan. Namun, dia juga menikmatinya. Di kamar kecil ini semuanya berlalu dengan menyenangkan. Mulai dari tato pertama di punggungnya itu, lalu disusul oleh tato lain di bagian tubuh yang lainnya. Sepanjang tahun aku melukis tubuhnya. Kini dia tak lagi gadis dengan kulit mulus. Dia adalah perempuan yang tak telanjang bahkan saat telanjang.

Suatu malam dia merasakan infeksi pada kulit pahanya. Di sana aku melukis tato sepasang burung kecil berwarna hitam. Beruntung itu hanya infeksi biasa. Beberapa hari kemudian kulitnya kembali membaik. Dan, tato yang dibuat tidak begitu berantakan. Meski tak sempurna, tetapi cukup indah bagiku.

Belakangan aku sibuk ke luar kota. Pekerjaanku memang terkadang membuatku harus pindah dari satu kota ke kota lain. Itulah risiko bekerja tanpa kantor. Aku bisa ngantor di mana saja. Selain sebagai seniman, yang sebenarnya tidak suka disebut seniman. Aku adalah seorang fotografer lepas di beberapa majalah. Pekerjaanku menuntutku untuk bertemu dengan banyak perempuan.

Dua hari lalu. Aku bertemu dengan salah satu perempuan di kota ini. Tidak untuk urusan pemotretan memang, kami hanya kebetulan bertemu di sebuah kafe saat hujan tak begitu lebat. Tetapi akan membuat basah jika ke luar rumah.

"Kau dingin?"

"Lumayan."

Aku baru saja sampai di kotanya. Dia menawari aku untuk berkunjung ke rumahnya. Tak ada siapa-siapa di sana. Dia hanya tinggal sendirian. Orangtuanya sudah bercerai dan memilih hidup di rumah masing- masing. Rumah keluarga mereka hanya ditinggali oleh dia sendiri. Tidak begitu besar, tetapi cukup nyaman. Karena dalam ruangan terlihat berantakan, tetapi menyenangkan. Bagiku, yang terlalu rapi memang tidak begitu menyenangkan. Satu keanehan lagi memang.

"Kau sering membawa teman lelakimu ke sini?"

"Tidak juga. Aku tidak terlalu banyak punya teman lelaki.

Hari pertama aku masih bersikap sebagai tamu sewajarnya. Namun, di hari kedua hujan terlalu lebat di luar rumah. Dia membuatkan aku kopi, dan datang hanya dengan celana pendek, serta kemeja. kelonggaran berwarna putih, juga dengan rambut acak-acakan.

"Kopi bikinanmu enak juga."

Dia tersenyum mendengar aku memuji. Dan aku baru tahu, kalau ternyata kafe yang menjadi tempat bertemu kami adalah milik ayahnya. Dia menjadi pengelola di sana. Pantas dia jago membuat kopi.

Dari segelas kopi yang hangat, lahirlah banyak cerita, banyak padangan, hingga berakhir pada kekhilafanku. Aku melakukan hal yang aku tahu akan menyakitkan hati kekasihku. Namun hujan terlalu lebat, aku hanyalah lelaki yang kini memilih menjadi bangsat.

Pulang ke kotaku selalu terasa hangat. Aku akan ditunggu oleh kekasihku di bandara. Dia sudah tak peduli pada pandangan orang. Sejak denganku Dia begitu merasa bebas. Bahkan mengecup pipi, juga terkadang bibirku di bandara dia sama sekali tidak risih. Hal yang kuakui masih tidak wajar untuk di negara ini. Namun peduli apa, kekasihku adalah perempuan yang sudah gila karena cinta.

Belakangan aku lebih sering bertemu dengan perempuan pengelola kafe itu. Di mana lagi kalau bukan di rumahnya. Sekali dua bulan, selama seminggu lebih aku akan ada dengannya. Memang tidak lebih lama dari waktu bersama kekasihku. Namun sejak mengenalnya, aku merasa kecupan kekasihku tak semanis dulu. Bahkan, tato di tubuhnya sama sekali tak membuatku bergairah lagi.

"Kenapa kau jadi dingin begini?"

Hujan tak mampu lagi memanaskan pelukan kami.

"Aku sepertinya kelelahan."

Dia hanya berpaling dan tak melanjutkan per- tanyaannya. Aku tahu dia merasakan ada yang aneh dengan kami. Namun, dia memilih mengalah. Aku melihat tubuhnya yang dipenuhi tato. Dia membelakangiku di tempat tidur. Di punggungnya. kulihat sebatang pohon meranting yang sedang tumbang.

Beberapa hari hujan turun sangat deras di atap rumah ini. Aku bahkan lebih memilih sibuk dengan pekerjaanku dibanding memeluknya. Dia tidak menuntut apa-apa. Hanya saja aku tahu, beberapa kali dia tidur memunggungiku. Ada sesuatu yang

menggenang di pipinya. Aku memeluknya dari belakang. Merasakan hangat tubuhnya lagi. Menutupi pohon yang tumbang di punggungnya dengan tubuhku. Lalu, memelukan

selimut ke tubuh kami. Tanpa bicara apa-apa, hanya

suara hujan dan desah tangis yang tertahan di

bibirnya.

"Aku mencintaimu, dan aku tidak bisa mencintai lelaki lain selain dirimu." Bisiknya. Aku hanya menjawab dengan pelukan yang lebih erat.

Semakin sering aku datang ke kota sebelah. semakin perasaanku terbelah. Ternyata apa yang telah kumulai, kini semakin mengikatku. Aku tidak bisa lepas sama sekali. Aku bahkan merasa pelukan perempuan pengelola kafe itu jauh lebih hangat. Jauh lebih membuat aku bersemangat.

Hingga suatu hari aku pulang diam-diam. Tak mengabari kekasihku. Ini adalah kepulangan yang terlambat. Kepulangan yang seharusnya dari minggu lalu. Aku mendustai kekasihku. Untuk kesekian kali-nya.

Nya. Kataku, ada pekerjaan tambahan yang harus kuselesaikan.

Aku sampai di rumah, dan tak ada suara apa pun. Terasa sepi sekali. Aku pikir, mungkin kekasihku sedang tidur. Atau dia sedang sibuk menonton film di televisi. Hingga tak mendengar suara pintu yang kubuka.

Aku diam-diam menuju kamar. Tubuhku lelah se- kali. Dua minggu bersama perempuan pengelola kafe membuat energiku terkuras.

Saat membuka pintu kamar. Aku dikejutkan oleh hal yang sama sekali tidak pernah kuduga. Kekasihku tidur membelakangi pintu kamar. Di punggungnya masih kulihat sebatang pohon meranting yang tumbang. Namun, kali ini ada yang lain di sana. Pohon tumbang itu dipegangi tangan seseorang.

Kepalaku seperti terbakar. Bagaimana mungkin perempuan yang aku miliki selama ini. Di punggungnya aku melukis pohon. Dan, sekarang ada lelaki lain yang memeluk pohon itu? Aku langsung menghajar lelaki itu. Aku sama sekali tidak bisa menerima.

"Bajingan!" aku memukul mulutnya. Entah berapa kali. Yang aku tahu, dia tidak bisa melawan sama sekali. Lelaki itu tumbang. Beberapa menit sebelum akhirnya tubuhku ikut tumbang. Ada sesuatu yang menusuk punggungku Senja masih enggan menjadi malam. Dia masih duduk di pemakamanku. Dia kekasihku. Masih saja terlihat cantik, masih secantik saat terakhir kali aku melihat sebilah belati berdarah di tangannya.

"Kau harusnya tahu. Aku perempuan yang tidak bisa mencintai lelaki lain selain kamu. Namun, sejak kurasakan pahit bibirmu, aku belajar mengerti. Kau tidak pernah benar-benar memberikan cintamu. sepenuh hati. Bahkan saat aku sudah rela memberikan. tubuhku untuk kau jadikan lukisan sampai mati," ucapnya. Kulihat awan mendung di matanya.

1
Akun Kedua
ini sudut pandang orang berapa kak, maksudnya povnya? 1, 2, 3? soalnya agak aneh pas baca dialog irvan sama alisa.. deskripsinya agak sedikit diperbaki lagi kak, soalnya baca deskripsinya serasa baca surat hehe.. tapi untuk cerita udah bagus, 😊👍 plotnya juga dibuat dengan matang 😊👍
Akun Kedua: sama2 kak 😉
IJ: siap kakak terimakasih banyak🙏😚
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!