Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 11
"Boleh kami masuk, Bu?" Wandi membuyarkan lamunan Bu Yati yang masih tertegun dengan kedatangannya bersama keluarga.
"Oh, iya. Silahkan masuk." Sahut Bu Yati dengan memaksakan senyum. Wandi dan keluarganya dipersilahkan duduk di ruang tamu yang tak begitu besar, lalu Supri dengan cekatan mengambil kursi plastik yang ada di dapur untuk yang tidak mendapatkan tempat duduk, karena sofa hanya cukup untuk lima orang saja. Sedangkan yang bertamu ada enam orang.
Rina berjalan ke belakang untuk membuatkan minuman dan ditemani sama Supri. Meskipun masih ada rasa tidak suka, layaknya seorang tamu wajib untuk dihormati dan diterima dengan baik. Sedangkan Salwa berdiam di dalam kamarnya, meskipun tau yang datang bertamu ayah dan saudaranya, Salwa enggan untuk keluar dan menemui ayahnya.
"Maaf sebelumnya, ada keperluan apa rame rame datang ke rumah saya?" Sapa Bu Yati dengan wajah datarnya, tak mau basa basi karena hatinya masih sakit jika mengingat semua kelakuan Wandi yang tak tau adab itu.
"Dimana Salwa dan Ningsih, Bu?
Aku mau ketemu dan bicara sama mereka." Sahut Wandi yang justru balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Bu Yati.
"Ningsih masih kerja, dan Salwa sedang tidur siang. Katakan tujuan kamu datang kesini dengan keluarga kamu?" Balas Bu Yati menahan geram, sikap Wandi tidak ada sopan sopannya.
"Aku kesini mau bawa Salwa, biar dia ikut denganku dan tinggal dengan ibuku di kampung. Takutnya kalau tetap disini dia tidak terawat dan terlantar." Sahut Wandi dengan senyuman miring menghiasi bibirnya yang sedikit tebal.
"Astagfirullah, kalau bicara itu di filter dulu, mas. Jangan asal njeplak begitu. Mikir itu menggunakan otak, bukan dengan dengkul." Ketus Rina yang tak terima dengan ocehan Wandi. Rina meletakkan beberapa gelas teh hangat dan irisan kue bolu ke meja.
"Memang kenyataannya begitu, kan?
Kalian punya apa untuk merawat Salwa?
Makan saja kalian nunggu ada yang ngasih." Sewot Wandi yang berkata dengan tajamnya, membuat Bu Yati dan Rina semakin geram.
"Buktinya Salwa di sini tidak kekurangan apapun, dia bisa makan enak, bisa setiap hari beli jajan, dan juga bisa sekolah di sekolahan yang bagus. Meskipun kamu sama sekali tidak memenuhi tanggung jawab kamu sebagai ayahnya. Ningsih yang harus banting tulang dengan bekerja keras demi bisa mencukupi kebutuhan anaknya. Lha kamu, sepeserpun tidak pernah memberikan nafkah buat darah daging kamu. Harusnya kamu malu, kecuali kalau kamu memang sudah tidak punya hati nurani." Herdik Bu Yati begitu tajamnya, matanya menatap Wandi dengan penuh kebencian. Sedangkan semua keluarga Wandi hanya diam menunduk mendengar perdebatan Wandi dan Bu Yati.
"Aku sengaja tidak kasih uang, karena aku tau kalau uang itu Ningsih yang gunakan untuk senang senang. Enak saja mau membodohi ku." Sengit Wandi dengan penuh ejekan, menatap sinis pada bu Yati yang semakin geram menghadapi sikap gila mantan menantunya itu.
"Dasar laki laki gila, otakmu sudah geser?
Memenuhi kebutuhan anak itu kewajiban kamu sebagai bapaknya, bukan malah sibuk cari alasan yang gak masuk akal. Emangnya berapa uang yang mau kamu kasih, kok kamu bisa bilang jika akan dibuat Ningsih senang senang, hah?" Semprot Bu Yati dengan dada naik turun, emosinya benar benar di uji oleh kelakuan Wandi yang memang sudah keterlaluan.
"Lima ratus ribu satu bulan itu banyak, kalau buat kebutuhan Salwa saja, masih ada sisa buat di tabung. Bukannya justru bilang kurang terus, dengan alasan ini itu. Ningsih saja yang tidak tau diuntung." Sahut Wandi membuat Bu Yati melotot tajam, Rina dan Supri sampai geleng geleng mendengar ocehan mantan suami Ningsih.
"Lima ratus satu bulan, masih bisa nabung?
Memangnya anak kamu gak makan, dan gak butuh jajan?
Mikir deh, kebutuhan sekarang itu semakin mahal, apa apa semuanya naik. Belum lagi punya anak yang gak mungkin gak butuh beli jajan. Apalagi Salwa masih minum susu formula. Buat beli susu saja kurang, haduh otak kok ditaruh di dengkul. Emang kamu tau berapa harga susunya anakmu, mas?
Satu kardus tujuh puluh delapan ribu, dan satu bulan Salwa habis lima kardus. Hitung sendiri dan gunakan otak buat mikir." Rina yang sudah geram akhirnya ikut angkat bicara, tak lagi mau bersikap sopan, karena Wandi memang tidak pantas untuk di hargai.
"Salah siapa sudah besar kok masih dibiasakan minum susu. Ajari tuh minum air putih, biar sehat. Gak terus sakit sakitan dan habisin uang saja." Sahut Wandi yang masih belum mau mengakui kekeliruannya.
"Sudah tau anak sakit sakitan, tapi kok masih saja gak ngerti tanggung jawab. Salwa sakit karena memang jantungnya bermasalah, jadi gak usah deh nyalahin pola asuh. Selama ini juga mbak Ningsih sendirian yang pusing dan susah kalau Salwa sakit, kamu enak enakkan sama pelakor dan anak haram kalian." Bentak Rina yang tidak bisa lagi menahan kemarahannya, wajahnya merah padam sangking kesalnya dengan sikap Wandi.
"Jaga mulut kamu, dia anakku dan aku sudah menikah siri dengan Irma." Wandi tidak terima dengan ucapan Rina, tapi justru Rina menanggapi santai dan tersenyum sinis menatap Wandi.
"Pelakor hamil sebelum kalian nikah, kan? Jadi anak itu hadir dari hubungan perselingkuhan dan zina. Dia tak bernasab sama bapaknya, cuma sama ibunya. Makanya kalau ngaji itu jangan tidur, biar tau hukum dalam agama." Sinis Rina dengan mata tajam menatap Wandi yang langsung terdiam.
"Asalamualaikum." Terdengar salam dari arah pintu, dan semua mata langsung menatap ke arah perempuan yang terpaku dengan wajah datarnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
baca cerita ni jdi inget sama pengalaman sendiri.....
ttep semangat brkarya 😊😊
sekedar saran utk karya2 selanjutnya, kurangi typo, dan di setiap ahir bab jgn terlalu banyak yg terkesan menggantung.
semoga smakin banyak penggemar karyamu dan sukses. terus semangat.. 💪😊🙏