Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarangheyo
Cuaca hari ini cukup cerah, mendukung perjalanan Bian dan Zizi. Mereka pergi ke toko buku. Gramedia, toko buku favorit dan terlengkap yang sering Zizi kunjungi. Selain buku, ia juga dimanjakan dengan perlengkapan alat tulis, olahraga, musik sampai pernak-pernik fashion. Mereka menuju lantai atas terlebih dahulu, mencari buku yang Zizi cari.
“Kamu sering ke sini?”
“Hmm, cari buku atau sekedar jalan-jalan dan menghabiskan waktu membaca buku.”
Akhirnya Zizi menemukan buku yang ia cari. Membaca sedikit sample yang ada dan memutuskan membelinya. Buku yang terletak pada rak atas tak mampu ia raih. Menoleh kesana-kemari tak ia temukan pegawai toko.
“Udah ketemu?”
“Hmm, coba cek dulu.” Menyerahkan buku kepada Bian.
“Cukup lengkap.”
“Boleh minta tolong ambilin, sayangnya saya terlalu imut untuk meraihnya.”
“Apa?” menelusuri wajah Zizi.
“Tolong ambilin, Pak saya gak nyampe.” Gerutunya kesal.
“Itu namanya bukan imut tapi pen-dek. Tumbuhlah lebih tinggi.” Goda Bian sambil menyerahkan buku.
“Ish!” menyahut buku ditangan Bian.
“Hey, tunggu.” Ucapnya sedikit tertawa mengejar Zizi yang sudah sampai rak novel.
Zizi membaca sebuah novel yang ada di rak. Novel karya Tere Liye dengan judul Tentang Kamu. Saat ia terhanyut membaca, tiba-tiba Bina menghampiri dan melihat beberapa buku di sebelahnya.
“Kamu suka baca novel?”
“Gak terlalu sih, hanya apa yang membuat saya menarik aja.”
“Karya siapa yang kamu baca?”
“Tere Liye.”
“Apa judulnya?”
“Tentang kamu.”
Bian menghentikan aktivitasnya membaca buku. Ia melihat ke arah Zizi dan menyenderkan bahunya di rak buku.
“Bacakan sinopsisnya, siapa tau saya juga tertarik.”
“Hmm.”
Zizi melihat sampul bagian belakang, lalu termenung. Sinopsisnya, relate dengan kondisi hatinya saat ini. Ia ragu dan menatap Bian yang sudah menunggu untuk dibacakan. Zizi berdehem, kemudian membacanya dengan penuh kegugupan.
“Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesar hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita. Terima kasih.”
Zizi mengerjapkan kedua matanya, mengembangkan pipi untuk menetralisir perasaannya.
“Apa itu relate?” tanya Bian dengan tenang menatap dalam Zizi.
“Huh?” Jawabnya kaget.
“Kamu terlihat gugup sekali. Benarkah itu relate dengan perasaanmu saat ini?”
“Ini hanya sebuah novel di rak buku.” Jawabnya dengan tempo lambat dan hati-hati, kemudian beralih ke rak berikutnya.
“Benar sekali. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.” Bian menyunggingkan senyum dan menyusul Zizi.
Zizi memejamkan mata ketika sampai di rak berikutnya. Mengapa ia tak membaca sinopsisnya terlebih dahulu, mengapa juga Bian menyuruhnya membaca? Gugupnya tampak belum reda meski sudah berada di rak komik.
“Apa sudah cukup? Aku juga membeli beberapa buku untuk referensi.”
“Biar saya yang bayar.”
“Duduklah di sana dan menunggu.” Mengambil buku ditangan Zizi.
“Kamu suka komik?”
“Baru pertama membaca, kelihatannya seru.”
“Tunggu di sana.” Bian tersenyum.
Zizi dengan patuh menuruti perintah Bian. Ia duduk di kursi tak jauh dari kasir. Namun, ia terkejut ketika Bian mengeluarkan black card untuk membayar. Zizi mengerjapkan matanya.
Black card? Bukankah dia hanya sesorang mahasiswa yang sedang magang? Bagaimana dia pemegang black card? Waah sulit dipercaya.
“Mau kemana lagi?”
“Saya rasa udah cukup.”
“Temenin ke lantai bawah ya.”
Zizi mengangguk menerima paper bag dari Bian. Beberapa pasang mata melihat ke arahnya ketika ia berjalan dengan Bian menuruni eskalator. Tak sedikit mereka berbisik.
“Beruntung sekali dia, cowoknya pemegang black card.”
“Abaikan mereka.” Kata Bian melihat Zizi tampak tak nyaman.
“Huh?” Zizi mengangguk setelah mendapat tatapan meyakinkan dari Bian.
Lantai bawah adalah surga belanja sesungguhnya, terutama untuk Zizi karena penuh dengan pernak-pernik. Ia mengikuti Bian menuju ke bagian perlengkapan olahraga dan alat musik.
“Pak Bian suka nge-gym?”
“Hmm, how about you?”
“Saya suka rebahan.”
Bian menghentikan aktivitasnya dan membalikkan badan, melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap gemas mendengar jawaban Zizi.
“Why? Bagi saya rebahan, ngemil, nonton drama, dengerin musik itu menyenangkan, tidak perlu berpeluh.”
Bian membungkukkan badan dan menyejajarkan wajahnya dengan wajah Zizi. Menatap lekat kedua mata Zizi yang membuat Zizi terlihat kikuk.
“Makanya kamu pendek.” Celetuk Bian.
Reflek, Zizi memukul lengan Bian yang sengaja meledeknya.
“Aarrghh! Pukulanmu keras juga.” Tertawa puas melihat ekspresi Zizi.
Zizi meninggalkan Bian yang sibuk memilih barbel. Ia memilih menuju bagian pernak-pernik. Ia menemukan mainan kaktus yang bisa berbicara terpajang di sana.
“Hai?”
Hai?
“Wah keren!”
Wah keren!
“Hari ini aku sangat bahagia.”
Hari ini aku sangat bahagia.
“Aku juga sangat bahagia.” Sahut Bian
Aku juga sangat bahagia.
Zizi menoleh ke sumber suara. Ia tertegun menatap Bian yang tiba-tiba datang.
“Permisi.” Kata pegawai yang sedang membawa troli barang.
Rupanya Zizi tidak mendengarnya. Bian menarik tubuh Zizi kepelukannya untuk menghindari terkena troli.
“Maaf, mas.” Sahut Bian.
Blush! Kepiting rebus bersarang di wajahnya. Zizi membeku ketika tangan Bian menarik pinggangnya. Ia kini berada tanpa jarak di depan Bian. Aroma mint khas Bian menyeruak di indera penciumannya. Betapa lemahnya ia ketika bersama Bian.
“Saya ke kasir dulu.” menepuk lengan Zizi.
Zizi hanya mengangguk tanpa berkata-kata. Bian yang melihat mainan kaktus di rak kasir pun membelinya satu. Ia terbayang Zizi saat mengobrol dengan kaktus tadi. Setelah selesai mereka kembali ke mobil. Bian mengeluarkan mainan kaktus saat Zizi sibuk melihat keluar jendela.
“Hiburlah Zizi.”
Hiburlah Zizi.
Sontak Zizi menoleh dengan sumringah melihat kaktus itu di depannya.
“Pak Bian beli ini?”
Pak Bian beli ini.?
Mereka tertawa bersama, diikuti si kaktus. Zizi mengambil ponselnya dan membuat video dengan si kaktus.
“Kaktus, hari ini aku senang.”
Kaktus, hari ini aku senang.
“Terima kasih untuk hari ini.”
Terima kasih untuk hari ini.
“Sarangheyo.”
Sarangheyo
“Na tu saranghe.”
Na tu saranghe.
Zizi membulatkan matanya ketika Bian menjawab tiba-tiba. Ia tak sengaja menekan tombol kirim ke status whatsapp. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.
“Mungkin si kaktus bakal jawab gitu kalo dia manusia.” Jawabnya terkekeh.
Raut muka Zizi berubah cemberut, kesal mendengar jawaban Bian. Ia lalu menaruh kembali kaktus ke depannya.
“Kaktus, Zizi ngambek gimana nih?”
Kaktus, Zizi ngambek gimana nih?
Zizi mengambil kaktus dan menekan tombol off. Melipat kedua tangannya dan melihat ke arah luar. Denting notifikasi pun tak ia hiraukan.
“Sorry. By the way, kamu kelihatan imut kalo lagi ngambek.”
“Gak usah sok asik!” Jawabnya judes.
“Aku serius, kamu keliatan imut kalau lagi ngambek, tapi imutnya nambah kalau lagi ketawa.”
“Kenapa Pak Bian suka ngeledekin orang sih?” jawabnya kesal.
“Suka aja. Emang kamu gak suka aku ledekin? Jarang-jarang dosen tampan bisa cair sama cewek.”
“Gak!”
Jawaban itu semakin membuat Bian ingin menggoda Zizi. Zizi terlalu lucu baginya.
Lagi. Dia mengganti saya, menjadi aku. Apa maksudnya? Saat saya, menjadi aku rasanya dunia serasa berbeda. Apakah ini akan berujung sama dengan sinopsi novel tadi? Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.
Zizi melihat Bian yang mulai fokus mengendalikan kemudi. Mereka melanjutkan perjalanan pulang sebelum malam tiba.